SUKABUMIUPDATE.com - Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar), Uu Ruzhanul Ulum menanggapi beredarnya video jemaah di salah satu masjid yang menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum melaksanakan ibadah Salat Tarawih.
Panglima santri Jabar itu mengatakan bahwa menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum melaksanakan ibadah Salat Tarawih tidak pas.
Menurut Uu, Salat Tarawih adalah ibadah mahdhah, yakni ibadah secara vertikal langsung kepada Allah SWT, yang aktivitas atau perbuatannya sudah ditentukan syarat dan rukunnya. Dengan kata lain, lanjut Uu, terdapat syarat atau adab baku yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan ibadah salat. Belum lagi, ibadah salat sudah selayaknya dilaksanakan secara khusyuk dan khidmat.
Maka tanpa maksud mengurangi rasa hormat terhadap lagu kebangsaan Indonesia Raya, Uu menganggap aktivitas tersebut kurang pas dilakukan.
"Kami menyesalkan kejadian menyanyikan Indonesia Raya sebelum pelaksanaan salat Tarawih. Kalau masalah dosa saya tidak bisa menyimpulkan berdosa atu tidaknya, tetapi takut 'Ihanah,' artinya penghinaan terhadap ibadah mahdhah, karena konteks daripada salat tarawih adalah ibadah mahdhah," kata Uu, Minggu (17/4/2022).
Baca Juga :
"Berbeda dengan sebelum salat tarawih ada kultum (kuliah tujuh menit), sekalipun itu kultum tidak diwajibkan, karena itu hanya memanfaatkan berkumpulnya orang kemudian memberikan pemahaman terhadap keagamaan, tapi itu Sah," sambungnya.
Maka, disaat pelaksanaan ibadah mahdhah kemudian ada kegiatan-kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan ibadah mahdhah tersebut, menurut Uu itu tidak elok.
"Tapi bukan berarti kami tidak menghargai dan menghormati lagu Indonesia raya sebagai lagu wajib dan kebangsaan setiap orang pasti sudah sepakat dengan hal itu. Cuma salah penempatannya (Muqtadhal Maqam) menyanyikan lagu tersebut yang menurut kami tidak pas dalam suasana khidmat solat tarawih," tuturnya.
Beda dengan kegiatan tabligh Akbar, atau Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), misalnya Nuzulul Qur'an, Isra Mi'raj, atau peringatan lainnya, bisa saja dinyanyikan lagu kebangsaan sebagai bentuk ibadah Ghair mahdhah (ibadah umum). Apabila seperti itu, maka masih dalam konteks kewajaran.
"Itu juga bisa disebut nilai ibadah ghair mahdhah, berbeda dengan tarawih itu ibadah mahdhah yang harusnya penuh kekhusyukan, bukan kita tidak nasionalis dan menghargai. Tetapi saya sebagai umat muslim merasa kurang pas, (sekali lagi) takut ada 'Ihanah' terhadap ibadah mahdhah tersebut," ucapnya.
Adapun Uu menjelaskan, bahwa melantunkan nyanyi- nyanyian di masjid hukumnya mubah. Dengan kata lain bisa saja dilakukan sepanjang tidak menggunakan 'alatu-lahwi' atau alat musik yang dilarang dalam Islam. Kemudian isi dari nyanyian tersebut puji- pujian terhadap Allah SWT, Solawat kepada nabi, dan membangkitkan ghairah keimanan dan ketakwaan serta ke- Islaman.
Kedepan, Uu berharap ada tindakan dari tokoh agama setempat, guna mengingatkan jemaah agar tidak melakukan kegiatan di luar norma dan adab di masjid.
"Harapan kami ada tindakan dari tokoh agama dan ulama setempat memberikan pengertian dan pemahaman tentang agama, takut terulang," katanya.
"Nah makanya saya berharap pemahaman tentang agama ini tidak sepotong-sepotong, tidak setengah-setengah, kami khawatir niatnya baik untuk meningkatkan nasionalisme dan kebersamaan tapi areanya tidak sesuai dengan norma agama. Justru 'Ihanah' semacam pelecehan terhadap ibadah rutinitas di bulan suci ramadan ini,"lanjutnya.
Uu yang juga Mukhtasar Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jabar, ia mendorong hadirnya rambu-rambu terkait kegiatan di masjid. Agar kedepan ada pedoman yang jelas kegiatan apa saja yang boleh dan dilarang dilakukan di masjid.
"Nah, harapan kami DMI harus memberikan rambu-rambu, mulai dari sekarang tentang hal yang melanggar etika disaat ibadah mahdhah," pungkasnya.