SUKABUMIUPDATE.com - Gubernur Jabar Ridwan Kamil meminta Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) untuk mengoreksi data temuan 'Klaster' Covid-19 di 149 sekolah di Jabar selama Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Hal tersebut disampaikan Ridwan Kamil dalam merespon data hasil survey yang dipublikasikan Kemendikbud Ristek melalui https://sekolah.data.kemdikbud.go.id pada 24 September 2021.
Dalam data survey yang dirilis tersebut menyebutkan adanya temuan penularan Covid-19 di 149 sekolah di Jabar selama pelaksanaan PTM.
“Itu data dia pernah Covid kemudian dia ikut Pembelajaran Tatap Muka, dihitung sebagai klaster. Nah itu yang kami minta Kemendikbud untuk meluruskan,” kata Ridwan Kamil, mengutip dari Tempo, Sabtu (25/9/2021).
Sementara itu menanggapi isu klaster PTM terbatas yang beredar akhir-akhir ini, Kemendikbud Ristek menyatakan terdapat kesalahan pengertian mengenai isu klaster pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas.
Direktur Jenderal PAUD Dikdasmen, Jumeri, Jumat lalu (24/9/2021), menjelaskan kesalahan pengertian pertama mengenai terjadinya klaster akibat PTM terbatas. “Angka 2,8% satuan pendidikan itu bukanlah data klaster Covid-19," tegas Jumeri.
"Tetapi data satuan pendidikan yang melaporkan adanya warga sekolah yang pernah tertular Covid-19. Sehingga, lebih dari 97% satuan pendidikan tidak memiliki warga sekolah yang pernah tertular Covid-19," lanjutnya. "Jadi, belum tentu klaster," imbuh Jumeri.
Kesalahan pengertian kedua bahwa belum tentu juga penularan Covid-19 terjadi di satuan pendidikan. Data tersebut berdasarkan laporan 46.500 satuan pendidikan yang mengisi survei dari Kemendikbud Ristek.
"Satuan pendidikan tersebut ada yang sudah melaksanakan PTM Terbatas dan ada juga yang belum," kata Jumeri. Selanjutnya kesalahan pengertian ketiga mengenai angka 2,8% satuan pendidikan yang diberitakan itu bukanlah laporan akumulasi dari kurun waktu satu bulan terakhir.
"Itu bukan berdasarkan laporan satu bulan terakhir, tetapi 14 bulan terakhir sejak tahun lalu yaitu bulan Juli 2020," ungkapnya. Kesalahan pengertian terakhir mengenai isu yang beredar mengenai 15.000 siswa dan 7.000 guru positif Covid-19.
Data itu berasal dari laporan yang disampaikan oleh 46.500 satuan pendidikan yang belum diverifikasi, sehingga masih ditemukan kesalahan.
"Misalnya, kesalahan input data yang dilakukan satuan pendidikan seperti laporan jumlah guru dan siswa positif Covid-19 lebih besar daripada jumlah total guru dan siswa pada satuan pendidikan tersebut," beber Jumeri.
Dikarenakan keterbatasan akurasi data laporan dari satuan pendidikan, lanjut Jumeri, saat ini Kemendikbudristek dan Kemenkes sedang melakukan uji coba sistem pendataan baru dengan aplikasi PeduliLindungi.
Sumber : Tempo