SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, mengapresiasi inisiasi yang dilakukan pemerintah dan DPRD Provinsi Jawa Barat (Jabar) untuk membuat Raperda Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Dilansir dari lama media sosial (Medsos) DPRD Provinsi Jawa Barat @dprdprovinsijawabarat, Benny mengatakan raperda PMI merupakan terobosan yang revosioner dan progresif, karena merupakan raperda tentang PMI yang pertama di Indonesia.
Menurutnya Raperda PMI yang saat ini disusun diharapkan bisa menjadi pilot project dan ditiru oleh pemerintah daerah lainnya untuk mengantisipasi pemberlakuan undang undang no 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Hal tersebut disampaikan kepala BP2MI Benny Rhamdani usai menerima Audiensi dengan Pansus VI DPRD Jabar di Dampingi Dinas Ketenagarkerjaan, Dinas Sosial, dan Biro Hukum Provinsi Jawa Barat di Gedung BP2MI, Jakarta, Selasa (23/6/2020).
BACA JUGA: Pansus VI DPRD Jabar Abdul Muiz, Pemerintah Harus Lebih Serius Memikirkan Pelindungan PMI
Ketua Pansus VI DPRD Jabar, Hasbullah Rahmad, mengatakan audiensi yang telah dilakukan dengan BP2MI telah memberikan masukan dan saran dalam penyusunan Raperda PMI yang tengah digodok oleh Pansus VI.
"Khususnya mengenai pemberangkatan pekerja migran secara ilegal, memberian pembinaan dan pelatihan untuk pekerja migran dan perlindungan bagi pekerja migran dan keluarganya," paparnya.
Ia menambahkan dengan adanya raperda PMI ini pansus VI mengharapkan tidak ada lagi pekerja migran yang ilegal. "Semua harus terdata untuk perlindungan pekerja migran di luar negeri dan kesejahteraan yang harus diperhatikan," terangnya.
Sementara itu, anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Abdul Muiz, menambahkan pernyataan Kepala Badan BP2MI bahwa banyak pekerja migran dari Jawa Barat salah satunya Sukabumi berangkat ke luar negeri di sektor perkapalan atau pelayaran ikan. Namun, tidak terdaftar di Dinas Ketenagarkerjaan baik Kota, Kabupaten, maupun Provinsi Jabar.
"Migran di sektor ini rawan dan banyak korban dengan berbagai permasalah yang dihadapi. Antara lain, gaji tidak terlalu kecil, tidak dibayar dan manipulasi gaji dalam kontrak kerja," katanya.
Kemudian ada perlakuan tidak manusiawi dan kondisi kerja yang tidak baik. Dimana tidak diberi makan dan waktu istirahat cukup (hanya diberi waktu tiga jam untuk tidur), termasuk kapal tidak sandar di pelabuhan hingga 1 tahun lamanya.
"Kemudian masalah hukum dan dokumentasi Anak Buah Kapal (ABK) tidak memiliki dokumen perjalanan atau paspor dan buku laut. Bahkan, tidak dibuatkan izin tinggal di negara dimana kapal sandar."
"Terlibat tindak pidana, perkelahian, pelanggaran wilayah atau ilegal fishing, dan terlibat penyelundupan narkoba," bebernya.
BACA JUGA: Produksi Kelapa di Jawa Barat Terus Merosot, Anggota Pansus VIII DPRD Jabar: Harus Berbenah
Kemudian masalah hukum dan dokumentasi, sambung Muiz, Anak Buah Kapal (ABK) tidak memiliki dokumen perjalanan atau paspor dan buku laut. Bahkan, tidak dibuatkan izin tinggal di negara dimana kapal sandar. "Terlibat tindak pidana, perkelahian, pelanggaran wilayah atau ilegal fishing, dan terlibat penyelundupan narkoba," bebernya.
Lalu pemasalahan kontrak kerja atau perjanjian (PKL). Tidak ada kontrak antara ABK dengan pemilik kapal, kontrak kerja dibuat antara pemilik kapal dengan ABK, namun hanya ditandatangani ABK termasuk kontrak tidak disahkan oleh pemerintah.
"Permasalahan kompetensi dan pengetahuan. ABK di kapal penangkapan ikan tidak memiliki kompetensi kerja, penguasaan bahasa, serta tidak memahami hal dan kewajiban mereka," jelasnya.
Lanjut Muiz, lalu permasalahan asuransi, dimana asuransi tidak jelas dan bahkan tidak ada asuransi bagi para ABK. "Terakhir pemaslaahan hukum negara bendera kapal (flag state), terkait penerbitan surat keterangaan kematian, pertanggung jawaban principal/ship, dan hal-hal administratif lainnnya," ungkapnya.
Maka dari itu, Muiz menegaskan akan mendorong khususnya di sektor ABK agar Pemerintah Pemprov Jabar memperkuat SMKN Pelayaran dan Perikanan Kelautan, sehingga yang dikirim dari Jabar adalah mereka yang memiliki skill.
"Juga memiliki kemampuan bahasa asing dan keberangkatannya melalui prosedur resmi sehingga hak-haknya terjamin. Termasuk menghindari kasus yang sering terjadi, seperti kerja rodi, semi perbudakan, pemotongan gaji, penyiksaan fisik dan mental, perdagangan orang serta ditelantakan dan dibuang ke laut," tandasnya.