SUKABUMIUPDATE.com - K-Pop adalah salah satu ekspor budaya populer dari Korea Selatan (Korsel) dengan jangkauan hampir ke seluruh dunia. Namun, sebuah artikel yang dimuat oleh situs media propaganda di Pyongyang (Ibu Kota Korea Utara atau Korut) menyebut K-Pop sebagai bentuk perbudakan modern dengan artis-artis K-Pop di dalamnya tak ubah layaknya para budak.
Salah satu artikel yang ditulis di situs Arirang Meari (media propaganda Korut) mengklaim artis-artis K-Pop seperti BTS dan Blackpink terikat kontrak luar biasa dari perusahaan agensi yang menaungi mereka sejak debut hingga terkenal saat ini.
Meskipun penulis artikel itu tidak menyertakan bukti kuat untuk mendukung tuduhannya, siapa pun kini sudah banyak yang tahu bahwa industri K-Pop memang sangat melelahkan dan penuh dengan persaingan.
Baca Juga :
Warga Korut Dianggap Pengkhianat Jika Suka K-Pop
Sejumlah warga negara Korut yang kabur dan kini menetap di Korsel mengungkapkan, mereka telah dicap sebagai pembelot atau pengkhianat karena menjadi fans K-Pop.
Bahkan, jika ada warga yang ketahuan mengkonsumsi konten asing seperti K-Pop ataupun produk hiburan dari Amerika Serikat, mereka akan menghadapi hukuman berat.
Undang-undang di Korut memang tidak melarang warga negaranya mengkonsumsi produk budaya luar, tetapi seiring berjalannya waktu terlebih setelah kinerja ekonomi Korut memburuk dan mencapai titik terendah di era Kim Jong-un, semua menjadi berubah.
Pada bulan Desember 2020 lalu, Ibu Kota Korut, Pyongyang mengeluarkan undang-undang yang mewajibkan seluruh warga negaranya mencegah penyebaran ideologi anti-sosialis.
Februari 2021 kemarin, Kim Jong-un bahkan memerintahkan adanya kontrol ketat pada seluruh konten di media sosial. Ia juga menyerukan perlawanan terhadap praktik anti-sosialis agar semakin digencarkan dibanding sebelumnya.
Warga Korut dan Artis K-pop Sama-sama Diperbudak
Korut dan Korsel relatif memiliki budaya yang sama selama berabad-abad. Industri musik di Korut yang berlatar belakang komunis dan Korsel yang kapitalis memiliki perkembangan yang sangat berbeda sejak negeri semenanjung itu terpecah usai Perang Dunia II.
Keith Howard, seorang ahli Etnomusikologi dan pakar musik mengatakan, di Korsel musik berkembang secara bebas dan menjadi industri miliaran dolar hingga berhasil mendapatkan pengakuan dunia. Selama bertahun-tahun Kota Seoul menjadi induk yang membawa budaya K-Pop menyebar penjuru dunia.
Berbeda dengan Korsel, Korut menjadikan musik sebagai bagian penting kehidupan sehari-hari serta menjadi alat propaganda utama. Lirik dalam lagu-lagu Korut menggambarkan keluarga Kim yang berkuasa dan perjuangannya melawan agresi asing.
Monopoli yang dilakukan negara berideologi komunis tersebut membuat lagu-lagu kenegaraan meresap ke benak setiap orang Korut.
"Tidak ada bukti orang di Korut bisa menciptakan musiknya sendiri di luar izin negara," kata Howard.
Satu-satunya perusahaan rekaman musik di Korut adalah milik negara, sebegitu ketatnya hingga Ibu Kota Pyongyang melarang setiap pertunjukan musik atau hiburan di luar agenda yang disahkan negara.