SUKABUMIUPDATE.com - Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK-SPSI) PT Pratama Abadi Industri Sukabumi mengambil jalan tengah dalam polemik UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Dalam surat kesepakatan bersama Nomor: 02/ 1.UP/PAI/X/2020, buruh dan PT Pratama Abadi Industri menyepakati sejumlah poin tentang Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Berikut beberapa poin dalam surat tersebut:
1. Perusahaan akan tetap berpegang teguh terhadap kesepakatan dengan serikat pekerja yang dibuat dan dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
2. Terkait issue hilangnya hak pekerja mulai dari kepastian kerja (sistem karyawan tetap), perubahan aturan jam kerja, peninjauan UMK, PHK sepihak dan berkurangnya hak PHK. Perusahaan memastikan akan tetap berdasar kepada aturan yang disepakati dalam PKB dan pembaruan pasal PKB yang sudah disepakati serta masih dalam proses perundingan. Segala bentuk ketentuan Perundang-undangan yang berlaku dan sifatnya mengikat, akan dirundingkan kembali dengan serikat pekerja.
3. Perusahaan berupaya untuk segera menyelesaikan perundingan PKB dengan serikat pekerja untuk memastikan landasan Hukum Hubungan Industrial di internal PT Pratama Abadi Industri (JX).
Surat tersebut ditandangani General Manager PGA Lutfi Achmad dan Ketua PUK SP-TSK SPSI, Saripudin, pada tanggal 7 Oktober 2020.
BACA JUGA: Tak Hanya Cikembar, Buruh di Sukalarang Sukabumi Juga Mulai Mogok Kerja
Menanggapi hal itu, Ketua PC FSP TSK-SPSI Kabupaten Sukabumi, Mochammad Popon mengatakan, surat tersebut merupakan bentuk perjuangan serikat pekerja dalam mengantisipasi bahayanya pemberlakuan UU Cipta Kerja yang notabene merugikan kaum buruh.
"Dengan kesepakatan ini maka walaupun Omnibus Law diberlakukan, tapi pekerja dan pengusaha sepakat untuk menjalankan norma yang sudah dijalankan dan diatur dalam PKB dan berkomitmen untuk tidak menurunkan kualitas aturan yang sudah dijalankan. Intinya hal-hal yang sudah dilakukan lebih baik tidak bisa diturunkan kualitasnya," kata Popon kepada sukabumiupdate.com, Kamis (8/10/2020).
Kendati demikian, sambung Popon, di satu sisi pihaknya tetap kecewa dan menolak keras pengesahan UU Cipta Kerja. Namun ia menyebut, kecewa dan protes saja tidak cukup, tetapi perlu gerakan lain yang lebih bisa membangun pertahanan bagi para kaum buruh di perusahaan tempat mereka bekerja.
BACA JUGA: Selamatkan Buruh dari Jeratan Omnibus Law, SPSI Sukabumi Siapkan Hal Ini
"Ini yang selalu saya bilang gerakan itu harus jelas target dan manajemen risikonya. Target pembatalan Omnibus Law dengan aksi di pabrik atau di jalan-jalan belum menjadi jaminan pembatalan Omnibus Law, karena gerakannya harus massif di seluruh Indonesia," tutur Popon.
"Dalam kondisi saat ini, gerakan buruh seperti itu masih jauh panggang dari api. Maka targetnya harus diubah yang lebih sederhana dan masuk akal, yaitu bagaimana membangun benteng pertahanan di rumah sendiri. Menjaga hal-hal yang sudah baik untuk terus dipertahankan dengan kesepakatan dan perjanjian. Karena itu kualitasnya sama dengan UU sebagaimana diatur dalam kebebasan berkontrak KUH Perdata. Begitupun dari aspek manajemen risikonya, memperjuangkan kesepakatan di tempat sendiri itu lebih rendah risikonya dibanding terus-terusan menolak sesuatu yang parameter keberhasilannya tidak ditentukan oleh faktor tunggal kita saja, tapi banyak faktor lain," paparnya menambahkan.
Hingga berita ini ditayangkan, redaksi sukabumiupdate.com masih berusaha meminta informasi dari PT Pratama Abadi Industri terkait PKB tersebut.
Ingat pesan ibu:
Wajib 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun). Redaksi sukabumiupdate.com mengajak seluruh pembaca untuk menerapkan protokol kesehatan Covid-19 di setiap kegiatan.