SUKABUMIUPDATE.com - Pemanggilan 12 petani oleh Polres Sukabumi Kota terkait dugaan perusakan tanaman, mendapat tanggapan PTPN VIII Kebun Goalpara.
Asisten Administrasi PTPN VIII Kebun Goalpara, Usman mengatakan, dugaan perusakan oleh para petani tersebut dilakukan terhadap 129 pohon teh di area Tanaman Menghasilkan (TM) Blok 16 Afdeling Goalpara III. Dugaan perusakan tersebut diketahui pada Sabtu (27/6/2020) sekira pukul 07.00 WIB.
"Langsung kami beri penjelasan dan pengertian agar tidak meneruskan tindakan melawan hukum tersebut. Pendekatan persuasif terus kami lakukan, tetapi pada hari Senin, (29/6/2020), terlapor secara sengaja melanjutkan perusakan tersebut," kata Usman kepada sukabumiupdate.com, Rabu (15/7/2020) melalui keterangan tertulis.
BACA JUGA: Petani Sukaraja Sukabumi Dipolisikan, Konflik Agraria Semestinya Diselesaikan GTRA
Usman menuturkan, hingga Rabu (1/7/2020), total pohon yang diduga dirusak mencapai 502 buah. Usman menyebut, tanaman yang berada di area Blok 16 Afdeling Goalpara 2020 adalah tanaman menghasilkan yang masih dipetik (produktif).
"Benar bahwa sebagian sertifikat HGU Kebun Goalpara telah habis pada tahun 2013. Tetapi sudah diajukan perpanjangan pada tanggal 24 Agustus 2011 dengan Nomor Surat: SB/IV.2/2866/VIII/2011. Sesuai dengan Pasal 3 Angka (1) PERMEN ATR/BPN No 17/2017 tentang Peraturan dan Tata Cara HGU, bahwa Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun, dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun," jelas Usman.
"Bahwa dalam penjelasan Pasal 47 PP Nomor 24 tahun 1997 berbunyi, Perpanjangan jangka waktu suatu hak tidak mengakibatkan hak tersebut hapus atau terputus. Oleh karena itu untuk pendaftarannya tidak perlu dibuatkan buku tanah dan sertifikat baru," tambahnya.
BACA JUGA: Petani Sukaraja Sukabumi Dipanggil Polisi, Dugaan Perusakan Tanaman di PTPN VIII
Usman membenarkan, pihaknya telah melaporkan dugaan perusakan tanaman tersebut kepada Polres Sukabumi Kota pada Senin (29/6/2020). Hal itu ditempuh, setelah langkah persuasif dilakukan semenjak peristiwa perusakan pertama terjadi.
"Sehingga kami akhirnya melaporkan ke kepolisian. Karena tanaman tersebut masih terdaftar sebagai asset negara dan masih tercatat dalam aktiva PTPN VIII (BUMN)," ujar Usman.
Tetapi, Usman menyebut, saat itu pihaknya hanya melaporkan satu orang yang disinyalir sebagai koordinator beberapa orang lainnya dalam perusakan tanaman yang menggunakan mesin chain shaw (gergaji mesin) tersebut.
"Tetapi pada hari yang sama, saat pembuatan laporan ke pihak polisi, pihak Polres langsung turun tangan ke lokasi dan menemukan oknum perusak sejumlah 9 orang, dan pada saat itu juga langsung di data oleh pihak Polres," lanjut Usman.
BACA JUGA: Petani Sukaraja Sukabumi Dipolisikan, DPRD Desak GTRA Turun Tangan
Usman menegaskan, petani tersebut bukanlah petani penggarap. Sebab, sejumlah nama mereka tidak ada di daftar petani penggarap yang telah diinventarisasi. "Sebagian besar petani penggarap sudah membuat surat pernyataan menggarap di atas materai, yaang intinya mereka mengakui bahwa lahan yang digarap adalah lahan HGU PTPN VIII Kebun Goalpara," tegas Usman.
Berkaitan dengan pernyataan yang menyebut bila terjadi konflik agraria maka semestinya diselesaikan melalui mekanisme kelembagaan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten Sukabum, Usman mengatakan, kejadian perusakan tanaman teh tersebut merupakan tindak pidana yang harus dilaporkan kepada pihak kepolisiam.
"PTPN VIII Kebun Goalpara dalam hal ini tidak berkonflik agraria dengan pihak manapun karena dari pihak PTPN VIII Kebun Goalpara sudah melakukan prosedur Hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini, bukan konflik apapun tetapi adanya tindakan pidana perusakan tanaman teh yang masih produktif serta merupakan aset negara/ BUMN. Dalam hal ini sudah terjadi tindakan pidana yang tentu saja harus ada penanganan sesuai hukum yang berlaku, baik itu KUHP ataupun Peraturan Perundangan yang lainnya (UU Perkebunan)," pungkas Usman.