SUKABUMIUPDATE.com – Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Kabupaten Sukabumi mendapatkan laporan adanya intimidasi kepada buruh oleh manajemen perusahaan terkait UMK (upah minimum kabupaten) Sukabumi tahun 2020. Ada buruh yang mengaku ditekan untuk menandatangi surat penangguhanUMK 2020 Kabupaten Sukabumi.
Hal ini terungkap dalam surat DPC GSBI Kabupaten Sukabumi yang dikirimkan ke pemerintah daerah, provinsi hingga kabupaten dan kalangan pengusaha, tertanggal 17 Desember 2019 kemarin. Dalan surat tersebut, GSBI menegaskan tiga point penting.
Pertama, tidak ada alasan bagi para pengusaha untuk tidak memberlakukan upah di bawah upah minimum sebagaimana yang telah di tetapkan oleh Gubernur Jawa Barat. Upah Minimum Kabupaten Sukabumi sebesar Rp. 3.028.531,- (tiga juta dua puluh delapan ribu lima ratus tinga puluh satu rupiah) berlaku mulai 1 Januari 2020.
Kedua, mengecam keras cara-cara pihak pengusaha yang secara masif, terstruktur dengan penuh intimidasi terhadap para pekerja untuk mendapatkan tanda tangan persetujuan penangguhan upah dari para pekerja atau buruh.
Ketiga, meminta semua pihak terkait termasuk unsur pemerintah (Disnakertrans Kabupaten Sukabumi dan Jawa Barat, Bupati Sukabumi dan Gubernur Jawa Barat) untuk tetap berpegang teguh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Kami menerima laporan dan curhatan dari para buruh di Kabupaten Sukabumi, mereka ditekan untuk menandatangani rencana penagguhan UMK 2020. Ada upaya intimidasi bagi para buruh yang masih belum bersedia menandatangani rencana tersebut,” jelas Dadeng Nazarudin, Ketua DPC GSBI Kabupaten Sukabumi, Rabu (19/12/2019).
Menurut Dadeng, saat ini pabrik-pabrik garmen lagi menggerakan struktur manajemennya meminta kesepakatan kepada para karyawannya untuk kenaikan UMK hanya diangka tiga persen. Alasan yang dikemukakan pihak perusahaan kepada buruh karena tidak mampu memenuhi UMK 2020 yang sudah ditetapkan.
“Macam-macam alasannya, intinya perusahaan mencoba meyakinkan buruh kalau dipaksakan UMK 2020 naik 8 persen sesuai aturan, maka pabrik bangkrut. Masalahnya disini, kemampuan keuangan perusahaan harus dibuktikan oleh aturan bukan klaim sepihak,” lanjut Dadeng.
Menurut Dadeng, ada aturan soal penangguhan upah yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia nomor 231 /Men/2003. Aturan ini diperbuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XIII/2015 tertanggal 29 September 2016 yang menguji materiil Pasal 90 Ayat 2 dan Penjelasan Pasal 90 Ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Intinya ujar Dadeng, pihak pengusaha atau perusahaan wajib membayar pemenuhan upah minimum berlaku yang tertunda pada waktu diberikan masa penangguhan. Penangguhan pembayaran upah minimum pengusaha kepada pekerja atau buruh tidak dapat serta-merta menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar selisih upah minimum dengan pembayaran yang dilakukan oleh pengusaha selama masa penangguhan.
“Membayar upah lebih rendah dari upah minimum adalah bentuk pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 90 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang merupakan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara dan/atau denda sebagaimana diatur dalam Pasal 185 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jadi jangan main-main,” jelasnya.
Terakhir Dadeng menegaskan praktik ini buah dari ketidaktegasan Gubernur Jawa Barat dalam mengesekusi keputusan tentang UMK tahun 2020. GSBI sudah memprediksi diktum ketujuh dalam surat keputusan Nomor: 561/Kep.983-Yanbangsos/2019 akan menjadi celah pengusaha menangguhkan UMK 2020 tanpa melalui prosedur sesuai keputusan Menakertrans nomor 231 tahun 2003 dan UU Nomor 13 tahun 2003.
BACA JUGA: GSBI Sukabumi Sebut Poin Penangguhan Upah di SK Gubernur tentang UMK 2020 Tak Sesuai Aturan
SK Gubernur mensyaratkan pihak pengusaha melakukan bipartit dengan pekerja atau serikat pekerja untuk penangguhan UMK, kesepakatan itu disampaikan ke Disnaker Jawa Barat untuk ditetapkan. “Kalau di Permenaker 231 selain kesepakatan juga harus ada audit akuntan publik yang menyatakan perusahaan memang tidak mampu. Aturan Mentri Tenaga Kerja ini lebih fair untuk semua kalau memang bicarannya demi investasi daerah dan serapan tenaga kerja.”
“Kami minta Ridwan Kamil merevisi SK tentang UMK 2020 jangan sampai jadi pemicu gesekan antara buruh dan pengusaha. Kenapa harus diberi celah yang melabrak aturan diatasnya, toh ditahun-tahun sebelumnya tidak ada masalah, dan pengusahapun bisa menangguhkan UMK,” pungkas Dadeng.