SUKABUMIUPDATE.com - Tari Cepet Sukabumi adalaj 1 dari 22 warisan budaya Jawa Barat yang mendapatkan sertifikat Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) tahun 2021. Selain tari cepet yang merupakan seni helaran, angklung dogdog lojor yang sering dipakai oleh warga adat Banten Kidul di Sukabumi juga ditetapkan sebagai WBTb yang kelestariannya harus dijaga sebagai identitas bangsa Indonesia.
Sertifikat ini diterima langsung oleh Asisten Daerah Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Kesejahteraan Sosial, Setda Provinsi Jabar Dewi Sartika dalam Malam Perayaan dan Penyerahan Sertifikat Penetapan WBTb Indonesia Tahun 2021 di Kompleks Kemendikbud, Jakarta, Selasa 7, Desember 2021.
Dalam sambutannya, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim mengapresiasi kinerja banyak pihak dalam penetapan WBTb 2021. ‘’WBTb ini merupakan filosofi, sumber pengetahuan, dan juga identitas bangsa Indonesia. Oleh karena itu, saya ucapkan selamat kepada Bapak/Ibu Kepala Daerah, budayawan, serta masyarakat umum yang telah mengupayakan penetapan ini. Kebudayaan adalah sesuatu yang hidup dan menghidupi, memberi kita nyawa dan budi,” ucap Menteri Nadiem.
Menteri Nadiem berharap WBTb yang telah bersertifikat tersebut dapat ditindaklanjuti dengan aksi nyata sebagai upaya pelestarian.
"Semangat pelestarian dan pemajuan ini harus dimiliki oleh seluruh masyarakat Indonesia, termasuk para pelajar dari berbagai generasi pewaris, dan penerus kebudayaan, baik melalui festival, seminar, sarasehan, workshop, atau bahkan dapat masuk ke dalam kurikulum pendidikan yang membangkitkan semangat pelestarian warisan budaya takbenda," tuturnya.
Berikut 22 Warisan Budaya Jabar yang Dapat Sertifikat WBTb 2021:
1. Angklung Bungko.
2. Gong Si Bolong.
3. Bangkong Reang.
4. Gantangan.
5. Toleat.
6. Rengkong.
7. Badeng.
8. Angklung Dogdog Lojor.
9. Batik Dermayon.
10. Payung Geulis.
11. Arsitektur Kampung Pulo.
12. Tari Cepet Sukabumi.
13. Merlawu.
14. Nyuguh.
15. Jipeng.
16. Rasi.
17. Palakiah Palean Raga.
18. Upacara Hajat Arwah.
19. Angklung Gubrag.
20. Karinding.
21. Carita Pantun Nyai Sumur Bandung.
22. Bordir Tasikmalaya.
Lalu seperti apa tari Cepet, Seni Helaran Sukabumi yang kini berstatus warisan budaya takbenda Indonesia. Mengutip portal Kemendikbud Ristek, seni ini berawal dari kedatangan sekelompok masyarakat dari Jawa Tengah pada tahun 1935 yang dibawa oleh Penjajah Belanda ke daerah hutan di Kabupaten Sukabumi.
Kondisi hutan yang masih banyak dihuni binatang buas dan mahluk halus membuat masyarakat tidak nyaman untuk menjadi tempat tinggal. Upaya ritual kemudian dilakukan, dengan mengadakan upacara Ngabungbang.
Dalam upacara itu dibutuhkan 12 penari laki-laki yang mengenakan cepet atau topeng. Waditra yang digunakan untuk mengiringi tari hanya berupa iringan bunyi kentongan bambu.
Ilustrasi tarian diselaraskan dengan motif topeng yang menggambarkan karakter mahluk halus dan binatang buas (kera, harimau, gajah). Gerak tari bersifat kreasi dan disesuaikan dengan bentuk serta karakter topeng yang dipakainya.
Ada beberapa unsur gerak dalam Tari Cepet yang mengarahkan penari sehingga mengalami trans (kesurupan). Hal ini sesuai dengan fungsi Tari Cepet pada waktu itu yang memang sengaja dilaksanakan untuk mengusir binatang buas dan mahluk halus.
Pertunjukan Tari Cepet dalam ritual Ngabungbang tidak berhenti setelah lokasi hutan tersebut telah menjadi pemukiman yang saat ini bernama Kampung Waluran, Desa Gunung Batu, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi.
Fungsi yang tadinya hanya sebagai ritual membuka lahan pemukiman kemudian bertambah pada aktivitas pembukaan lahan pertanian, perkebunan, dan tempat usaha. Oleh karena itu, jumlah permintaan pertunjukan Tari Cepet dalam ritual Ngabungbang kian bertambah.
Tahun 1974, dua warga Kampung Waluran bernama Saman dan Nawi, mendirikan sanggar seni Tari Cepet bernama Sanggar Purwajati. Jumlah waditra Tari Cepet di Sanggar Purwajati, selain kentongan bambu, ditambahkan saron, kendang, dan goong.
Tari Cepet yang masuk dalam genre kesenian dalam perkembangannya kemudian memisahkan diri dan tidak mengikatkan diri sebagai pertunjukkan tari khusus untuk ritual Ngabungbang. Kemandirian ini ditunjukan dengan bertambahnya fungsi Tari Cepet pada unsur hiburan dalam acara hajatan (khitanan dan pernikahan) dan peringatan hari besar nasional.
Penambahan fungsi tersebut disertakan dengan perubahan pada waditra, lagu, lokasi, dan busana. Namun demikian, unsur utama dalam Tari Cepet, yaitu enam lagu wajib dan tarian trans atau kesurupan tetap ada karena dari unsur utama tersebut menimbulkan daya tarik tersendiri bagi penonton.
Waditra Tari Cepet yang pada awalnya hanya berupa kentongan kemudian ditambahkan seperangkat gamelan Sunda berlaras salendro, terdiri dari saron I, saron II, bonang, kendang, dan goong. Waditra tersebut digunakan untuk mengiringi terutama untuk lagu inti yang menggunakan bahasa Jawa (lagu wajib Tari Cepet) diantaranya berjudul ricik-ricik, dawet ayu, jaran kepang, bendrong, siji limo, dan renggong manis.
Busana Tari Cepet terdiri dari busana nayaga dan penari. Nayaga Tari Cepet adalah laki-laki yang mengenakan busana sunda terdiri dari acuk kampret (baju kampret), calana sontog (celana cingkrang), dan totopong (ikat kepala Sunda). Penari Tari Cepet berjumlah 12 orang atau lebih dilengkapi 1 orang pawang.
Busana pawang adalah sama dengan busana yang dikenakan nayaga. Penari Cepet mengenakan baju lengan panjang dan celana lengan panjang. Sehelai kain dan selendang dililitkan di bagian pinggang. Di bagian kepala ditutupi topeng motif binatang dan Sanekala (makhluk halus)
Tari Cepet biasa dipergelarkan di lahan terbuka seperti lapangan atau area persawahan selesai panen yang berlangsung sekitar 2 – 3 jam. Durasi pertunjukan diawali dengan iringan gamelan yang bertujuan menarik perhatian masyarakat untuk datang dan menyaksikan pagelaran.
Efek kesurupan para penari cepet tidak dilakukan secara bersamaan karena bergantung dari lagu favorit masing-masing penari. Oleh karena itu, ada penari yang langsung kesurupan sejak lagu pertama, tengah, atau akhir pertunjukan.
Saat trans (kesurupan), para penari memakan sesaji yang telah disediakan seperti kemenyan, minyak duyung, minyak japaro, rujak kelapa hijau, bako anting, bunga, air bunga, air teh, rujak bunga kemangi, kopi hitam, rujak asem, padi, dan daun dadap.
Beranjak dari perjalanan Cepet sebagai salah satu tari tradisional yang masih bertahan, atraksi trans yang menjadi ciri utama Tari Cepet menghasilkan satu identitas budaya yang sudah dikenal oleh masyarakat terutama di Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi. Sisi hiburan yang menjadi daya tarik masyarakat untuk datang dan melihat pertunjukkan Tari Cepet setidaknya dapat memberikan nilai ekonomi sekaligus melestarikan salah satu aset budaya yang ada di Kabupaten Sukabumi.