SUKABUMIUPDATE.com - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jawa Barat mengkritisi peristiwa penyitaan buku yang dilakukan oleh aparat TNI, Kejaksaan, dan Satpol PP yang di lakukan di Padang beberapa hari yang lalu.
Sekretaris Jendral, GmnI Jawa Barat, Dewex Sapta Anugrah menuturkan sebelumnya tindakan represif dari aparat juga kerap terjadi di Kediri, Jawa Timur.
“Ini menimbulkan keresahan dunia literasi di tanah air,” tegasnya kepada sukabumiupdate.com, Rabu (9/1/2019).
Menurutnya, buku-buku yang disita merupakan buku-buku yang berkaitan erat dengan sejarah perjalanan bangsa dan negara Indonesia, termasuk salah satunya adalah buku karya founding father, Soekarno. Hal itu semakin menandakan bahwa negara gagal menjamin kebebasan pembangunan intelektual.
“Negara gagal menjamin kebebasan intelektualitas bagi kaum terpelajar seperti mahasiswa dan sebagainya untuk mencari tahu proses perjalanan bangsa Indonesia,” terangnya.
GMNI sebagai organisasi kemahasiswaan turut menyesalkan tindakan represif yang dilakukan oleh aparat negara tersebut. Pihaknya, mempertanyakan keseriusan pemerintah melaksanakan implementasi pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Di era saat ini, seharusnya bangsa kita sudah mengalami kemajuan demokrasi yang berkembang lebih baik. Salah satu indikatornya adalah soal perlindungan HAM," katanya.
Dibandingkan dengan negara kawasan Asia Tenggara lainnya, kata Dewek demokrasi di Indonesia sudah tumbuh lebih baik. "Jelas kami tidak menghendaki kemunduran berpikir di alam demokrasi saat ini,” tuturnya.
BACA JUGA: GMNI Sukabumi Ajak Kaum Perempuan Melek dan Berani
Selain itu, jika tindakan represif aparat yang beralasan bahwa menyebarkan ideologi dan simbol terlarang masih dianggap kejahatan yang membahayakan keamanan negara, justru pihaknya mempertanyakan ketegasan aparat dalam menyikapi ancaman disintegrasi yang disebabkan radikalisme agama. “Itu jelas-jelas berseberangan dengan pluralitas dari Pancasila,” tukasnya.
Ia berpendapat, di era demokrasi saat ini, seharusnya aparatur negara dalam hal ini TNI dan lembaga-lembaga terkait mampu memberikan kebebasan dalam menjamin pencarian pengetahuan, terlebih upaya negara hadir dalam membangun peradaban perlu di mulai dalam memberikan kebebasan untuk hak intelektual.
“Penyitaan buku seperti ini semakin marak terjadi pada kurun dua tahun terakhir ini, seolah negara tidak memiliki keinginan atau kemauan untuk generasi muda mengenal perjalanan bangsanya,” ungkapnya.
BACA JUGA: Soal Rotasi, GMNI Laporkan Pemkot Sukabumi ke Kemendagri dan Pemprov
Bahkan penyitaan buku yang marak dilakukan, tidak hanya buku-buku yang mengandung unsur sejarah, melainkan ada beberapa buku yang merupakan karya besar Soekarno yang juga turut disita dan dirampas oleh aparat.
“Ini menandakan bahwa aparat yang menyita buku-buku tersebut masih terdogmasi oleh narasi-narasi lama orde baru dan ini merupakan tindakan represif,” terangnya.
Maka dari itu, pihaknya sangat mengutuk keras atas tindakan perampasan serta pemberangusan buku-buku yang dilakukan oleh aparat TNI, kejaksaan, dan Pol PP di Padang serta dibeberapa daerah lainnya.
"Negara dalam hal ini lembaga pemerintah terkait perlu mengevaluasi apa yang dilakukan oleh aparat terkait dalam modus operandinya", sahutnya.
Apabila hal ini terus dibiarkan, tambah Dewek maka tidak menutup kemungkinan kedepan generasi muda Indonesia akan gagap dalam melakukan narasi-narasi positif mengenai pengetahuan.
"Jika tindakan ini terus dibiarkan, maka era fasisme kembali tubuh ditengah negara Indonesia yang sedang membangun proses demokratisasi bangsa," pungkasnya.