SUKABUMIUPDATE.com - Iring-iringan massa yang didominasi pengguna sepeda motor berkonvoi di Jalan Raya Karang Tengah, Cibadak, Kabupaten Sukabumi pada Selasa (4/8/2020) siang. Sambil berkonvoi, massa turut membawa alat peraga aksi berupa bendera bertuliskan "SPN" atau Serikat Pekerja Nasional.
Ratusan massa dari SPN Kabupaten Sukabumi tersebut hendak melakukan aksi unjuk rasa ke Sekretariat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Sukabumi di Karang Tengah, Cibadak. Aksi unjuk rasa dilakukan menyusul dugaan malpraktik yang terjadi di RSUD Sekarwangi Cibadak terhadap salah seorang anggota SPN.
BACA JUGA: Video Buruh Sukabumi Diberhentikan, SPN Sebut Kado Pahit Hari Buruh Sedunia
"Jadi kehadiran kami, melakukan aksi ke IDI dalam rangka menindaklanjuti surat pengaduan kami tertanggal 25 Juli 2020, sekaitan dengan laporan anggota SPN Kabupaten Sukabumi yang mengeluhkan kondisi anaknya dari tanggal 2 Juli 2020 sampai dengan sekarang masih dirawat di RS Sekarwangi," ujar Ketua DPC SPN Kabupaten Sukabumi, Budi Mulyadi kepada sukabumiupdate.com.
"Tanggal 2 Juli itu ceritanya anak tersebut masuk ke RS Sekarwangi dengan keluhan diare. Setelah itu dilakukanlah perawatan, namun selang tiga hari, diarenya berhenti tapi perutnya kembung. Akhirnya setelah di-USG dan didiagnosa, ternyata hasil diagnosa dokter menyebutkan bahwa anak tersebut usus buntu, sehingga harus dilakukan operasi," imbuhnya.
Budi melanjutkan, selang lima hari pasca operasi, dari perut bekas jahitan anak tersebut malah keluar feses atau kotoran. Hal itu otomatis membuat pihak keluarga khawatir, lalu melapor ke SPN bahwa ada dugaan malpraktik.
BACA JUGA: SPN: Lembaga Tripartit Bobrok, Janji Bupati Sukabumi Nol Besar
"Setelah itu, kami adukan ke pihak rumah sakit dan BPJS. Setelah itu dilakukan operasi ulang, operasi kedua dengan diagnosa ada dugaan kebocoran usus. Yang jadi pertanyaan, kenapa kebocoran usus itu tidak terdeteksi pada saat operasi pertama? Apakah kebocoran usus itu dampak dari operasi yang pertama? Ini bisa saja terjadi," kata Budi lagi.
"Bayangkan sekarang bagaimana kondisi orang tua si anak tersebut. Lihat anaknya kalau mau buang air besar itu harus pakai selang dan disiapkan kantong plastik di luar perutnya. Nah itu dugaan malpraktik dari oknum dokter bedah yang ada di RS Sekarwangi," bebernya.
Tak hanya itu, kata Budi, pihaknya juga mendapati ada dugaan pungutan liar yang dilakukan oknum dokter spesialis THT, dimana dalam kondisi tertentu ada tindakan operasi, tapi dimintai sejumlah uang. Budi mengaku sudah ada lebih dari dua orang anggotanya yang mengalami hal tersebut.
BACA JUGA: Banyak Perusahaan Hengkang, SPN Sebut Kabupaten Sukabumi Darurat PHK Buruh
"Kita punya bukti-buktinya bahwa dokter yang bersangkutan meminta sejumlah uang sebelum operasi. Atas dasar itu, kita juga mengadukan dugaan pungutan liar yang dilakukan oleh oknum dokter tersebut. Padahal setelah kita kroscek ke BPJS, operasi itu sepenuhnya ditanggung oleh BPJS Kesehatan," tegasnya.
Lanjut Budi, pihaknya juga menuntut percepatan pelaksanaan sidang kode etik Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Kedokteran Indonesia (MKEK IDI) Kabupaten Sukabumi.
"Karena sampai sore kemarin, saat kita melayangkan surat pengaduan tanggal 25 Juli yang lalu, kita tidak pernah mendapat jawaban yang pasti, kapan sidang kode etik itu akan dilaksanakan. Nah alhamdulillah, kita setelah tadi aksi, mendapat kabar bahwa sidang kode etik kedokteran pada hari besok, tanggal 5 Agustus 2020," tandasnya.
Aksi unjuk rasa SPN Kabupaten Sukabumi ke sekretariat IDI Kabupaten Sukabumi, Selasa (4/8/2020). | Istimewa
Sementara itu, Ketua IDI Kabupaten Sukabumi, dr Aria Firmansyah mengatakan, IDI tak bisa memutuskan secara langsung mengenai sidang kode etik. Namun demikian, ia menyebut tahapan sidang kode etik tersebut baru akan dimulai besok.
"Nanti yang akan menjawab itu hasil sidang-sidang berikutnya. Kalau yang saya dengar itu sebetulnya sekarang anak itu sudah pulang, dalam kondisi sehat anaknya. Tinggal nunggu operasi berikutnya. Seperti itu. Mungkin nunggu sekitar 3 - 6 bulan," jelasnya.
Aria menambahkan, hasil dari sidang kode etik nantinya akan ada rekomendasi kepada dokter yang bersangkutan. Rekomendasi tersebut yang akan ditindaklanjuti oleh IDI.
"Karena MKEK IDI ini bersifat otonom. Intinya sangat independen. Kita pun IDI tak bisa ikut campur urusan MKEK IDI ini," pungkasnya.