SUKABUMIUPDATE.com - Ratusan petani yang tergabung dalam Paguyuban Petani Penggarap Pasir Bitung Sagaranten menyoal papan pemberitahuan yang dipasang di lahan sawah garapan mereka, tepatnya di seputar area Perkebunan PT Indah Bumi Plantasi, Desa Sagaranten, Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi. Papan itu jelas terpampang sejak Selasa (2/4/2019) siang.
BACA JUGA: Lebih Mahal Harga Karung Dari Gabah, Petani Ciemas Sukabumi Mengeluh
Menurut warga, sawah garapan yang sudah mereka kelola berpuluh-puluh tahun, selama empat generasi itu dipasangi papan plang pengakuan Hak Guna Bangun (HGB). Bukan hanya itu, surat pemberitahuan dari pihak perusahaan berupa larangan menggarap juga sudah mereka terima.
Salah seorang warga, Wahyudin (48 tahun) mengatakan, sekitar empat tahun yang lalu permasalahan ini sempat mencuat hingga menghasilkan kesepakatan dalam audiensi warga dan pemilik perusahaan. Pertemuan difasilitasi salah seorang anggota DPRD di Gedung Pendopo Sukabumi.
"Dalam perjanjian empat tahun lalu antara kami dengan pihak perkebunan, sudah jelas bahwa kami diperbolehkan untuk menggarap, dan tak ada batas waktu yang tertera disitu. Kenapa sekarang akhirnya kami disuruh meninggalkan sawah yang menjadi penopang hidup kami selama berpuluh-puluh tahun ini," ungkap Wahyudin kepada sukabumiupdate.com, Selasa (2/4/2019).
Ia juga mengaku, selama empat tahun terakhir mereka tidak pernah dipungut pajak yang sebelumnya biasa mereka berikan pada pihak perkebunan selaku pemilik bukti HGU.
"Kami bukan tidak mau bayar pajak, tapi kami tidak tahu harus bayar kemana. Karena sejak kesepakatan itu kami tidak pernah didatangi petugas yang biasa meminta pajak pada kami," papar Wahyudin.
BACA JUGA: Petani Mulai Panen, Gabah di Ciracap Sukabumi Dijual di Atas Harga Pemerintah
Hal senada diungkapkan Endang Suhendar (37) yang juga petani penggarap. Ia sangat menyayangkan pihak perkebunan yang seolah mengingkari kesepakatan yang sudah dibuat empat tahun lalu di Pendopo Sukabumi. Para petani beranggapan, pihak perkebunan sengaja tidak memungut pajak dari para petani agar dapat dengan mudah mengambil lahan mereka.
"Biasanya kami memberi 20 kilogram beras setiap patok pada perkebunan, namun setelah ditanami pohon jati tidak pernah ada penagihan lagi. Padahal kami semua selama ini menunggu respon atau petugas dari pihak perusahaan yang biasa mengambil," jelas Endang.
BACA JUGA: Lagi, Audiensi Petani Penggarap HGU Cigebang Sukabumi Dengan PT BLA Tak Ada Hasil
Ratusan petani yang sudah puluhan tahun menggarap sawah di tanah pemerintah ini mengaku sangat terpukul dan kebingungan jika lahan garapan mereka di ambil alih. Pasalnya, selama ini kehidupan mereka bergantung pada hasil pertanian di lahan tersebut. Sedangkan uang senilai Rp 400 ribu rupiah yang ditawarkan pihak perkebunan sebagai uang ganti tak dapat memenuhi kebutuhan mereka kedepan.
"Kami ini warga miskin yang tidak punya apa-apa, jika sawah tersebut diambil alih pihak perusahaan, kami mau kerja apa," pungkas Endang.