SUKABUMIUPDATE.com - Sengketa yang terjadi antara warga Kampung Bongas yang menolak adanya pembangunan jalan dengan Pemerintah Desa Gegerbitung, Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten Sukabumi, soal pembangunan jalan masih belum menemui titik temu. Karena masih hal itu, proyek jalan tersebut dihentikan sementara waktu sejak Selasa (25/12/18).
Persoalan pembangunan jalan ini muncul ketika 14 warga pemilk sawah merasa dirugikan dengan adanya pembangunan jalan tanpa adanya musyawarah yang jelas dan juga ganti rugi terhadap sawah yang terkena pembangunan jalan.
Pembangunan jalan di Kampung Bongas RT02/RW04, Dusun Bongas tersebut berupa rabat beton dengan panjang 135 meter.
Lebih jelasnya dalam papan proyek yang terpasang dijelaskan secara detail tentang pelaksanaan pembangunan desa. Kegiatanya pembangunan TPT dan Rabat Beton dengan Volume 15 X 0.30 X 1.5 M dan 135 X 2.5 X 0.12. Pelaksana oleh TPK Desa Gegerbitung dengan anggaran Rp 70.857.000 (PPN, PPH dan Operasional). Dananya bersumber dari Dana Desa Droping APBN Tahap tiga tahun 2018.
Kepala Dusun Kampung Bongas, Cece Suryana (46 tahun) menuturkan awal mula dari pembangunan jalan tersebut.
Menurut Cece, program pembangunan jalan di kampung Bongas dimulai dari musyawarah pertana antara pihak desa dihadari RT, RW, para tokoh masyarakat dan warga pada 10 November 2017 lalu. Kemudian apat kedua digelar pada 31 Agustus 2018.
Cece mengatakan, awalnya di daerah tersebut hanya ada jalan setapak, lalu dibangun jalan dan dapat dilewati oleh motor dengan lebar jalan saat 1,5 meter. Setelah itu jalan akan dibuat lebar dengan demikian harus menambah lebar hingga 2,5 meter. Sehingga kiri dan kanan sawah warga kena. Dan mengenai hal itu, menurut Cece sudah disepakati oleh warga pemilik sawah.
Targetnya, pada tanggal 20 Desember 2018, pembangunan jalan tersebut sudah selesai dengan alasan karena mendekati akhir tahun dan juga guna tutup buku administrasi pembukuan Desa.
"Maka dari itu projeknya dipercepat," terangnya.
Cece menjelaskan, pembangunan jalan tersebut tak begitu saja dieksekusi karena ebelumnya sudah melalui rapat dan musyawarah antar warga pemilik sawah dan pihak desa.
Tapi ketika pelaksanaan pembangunan jalan berlangsung, permasalahan terjadi ketika ada salah seorang menantu dari keluarga yang sawahnya terkena garapan proyek pembangunan menyatakan menolak pembangunan jalan tersebut.
Cece menyatakan, pihak keluarga yang menolak pembangunan jalan tersebut memang hadir dalam musyawarah pertama. Tapi tak hadir dalam musyawarah kedua.
"Ada beberapa warga pada musyawarah pertama hadir dan musyawarah kedua tidak hadir," terangnya.
BACA JUGA: Tak Berizin, Warga Desak Proyek Galian Tanah di Cikidang Sukabumi Dihentikan
Warga yang menyatakan menolak pembangunan jalan tersebut pada hari Senin (24/12/2018) kembali mendatangi Cece dengan membawa surat keberatan warga. Isi surat tersebut intinya ada warga merasa dirugikan dengan adanya pembangunan jalan karena menggusur sawah warga.
Surat keberatan warga ini dilengkapi 14 nama warga yang sawahnya kena pembangunan jalan.
"Dia menitipkan (surat keberatan warga) ke saya untuk disampaikan kepada Kepala Desa dan Camat," kata Cece.
Cece juga menginginkan adanya penyelesaian terkait polemik yang terjadi antara warga dan pihak Desa. Ia mengaku bukan seorang pemangku kebijakan untuk menentukan apakah proyek tersebut akan dilanjutkan atau dihentikan.
Adapun respon Camat Gegerbitung setelah adanya surat dari warga yang menolak tersebut. Yaitu camat menyerahkan kepada masyarakat untuk menyelesaikannya dengan musyawarah dan mufakat.
BACA JUGA: Warga Desa Tenjoayu Sukabumi Tolak Pembebasan Tanah untuk Proyek Rel Ganda
"Kata Camat ya dikembalikan lagi kepada warganya, jika tidak ada masalah dilanjutkan proyeknya, jika ada masalah tidak dilanjut dan akan dialihkan ke tempat lain," ujar Cece.
Maka dari itu permasalahan ini dibawa dalam musyawarah dengan menghadirkan warga yang menolak untuk bertemu dengan kepala desa, camat dan juga pihak-pihak lainnya yang terkait, Rabu (25/12/2018).
Hasil dari pertemuan tersebut belum kesepakatan antara Pemdes Gegerbitung dengan warga pemilik sawah. Pemilik tetap bersikukuh meminta kompensasi atas tanah yang kena pembangunan jalan dengan standar NGOP yang diberlakukan di daerah tersebut.
Sebab dari belasan pemilik sawah, seorang diantaranya Pipih (70 tahun) hanya memiliki sawah yang tak begitu luas dan bakal habis kalau terkena proyek pembangunan jalan rabat beton tersebut.