SUKABUMIUPDATE.com - Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Kabupaten Sukabumi, menilai kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) berdasarkan PP 78 tahun 2015 tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Ketua DPC GSBI Kabupaten Sukabumi, Dadeng Nazarudin, mengatakan besaran UMK 2019 tidak adil dan tidak bisa kebutuhan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Rumusan yang di atur dalam PP 78 adalah inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara nasional, bukan daerah.
”Perhitungan hasil dari BPS pusat yang tahun ini di tentukan bahwa inflamasi sebesar 2,88 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,15 persen. Penetapan besaran inflasi dan pertumbuhan ekonomi tersebut diterapkan untuk kenaikan upah minimum kabupaten atau kota di seluruh daerah,” ujar Dadeng kepada sukabumiupdate.com, Jumat (2/11/2018).
BACA JUGA: Naik 8,03 Persen, Ini Besaran UMK Kabupaten Sukabumi 2019
Padahal lanjut Dadeng, di kabupaten dan kota juga ada BPS. Kata Daden, besaran inflasi dan pertumbuhan ekonomi setiap daerah akan berbeda-beda. Daden juga meragukan dasar penghitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan oleh BPS apakah sudah mewakili harga-harga kebutuhan yang dibutuhkan para buruh.
”Apalagi para buruh mayoritas sudah berkeluarga atau walaupun perempuan saat ini buruh perempuan sudah menjadi penanggung keluarga,” katanya.
GSBI, kata Daden, sedang meriset kebutuhan buruh baik lajang maupun yang sudah berkeluarga. Sehingga, hasil dari riset nantinya bisa memberikan pandangan dan masukan kepada para pemangku kebijakan baik secara nasional maupun daerah dan untuk dasar memperjuangkan di masing-masing perusahaan dalam menyusun struktur skala upah.
”Di Kabupaten Sukabumi UMK tahun 2019 sebesar Rp. 2.791.015. Kami rasa masih kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam waktu satu bulan,” tukasnya.