SUKABUMIUPDATE.com - Sukabumi kembali diguncang gempa hari ini, Selasa (7/7/2020). Getaran gempa bumi yang terasa sampai Sukabumi terjadi dua kali, yakni pukul 11.44 WIB berpusat di Rangkasbitung (magnitudo 5.4) dan pukul 12.17 WIB berpusat di Pangandaran (magnitudo 5.0).
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono mencatat ada beberapa fakta seputar rentetan gempa tersebut. Fakta-fakta itu diunggah langsung di akun instagram pribadinya @DaryonoBMKG.
"Gempa yang terjadi secara beruntun pada hari ini Selasa 7 Juli 2020 tidak memiliki kaitan dengan gempa yang terjadi sebelumnya. Baik Gempa Laut Jawa di utara Jepara berkekuatan M 6.1 yang terjadi pagi dinihari pukul pukul 05.54.44 WIB, Gempa Selatan Banten M 5.1 pukul 11.44.14 WIB, Gempa Selatan Garut (Pangandaran) M 5.0 pukul 12.17.51 WIB, dan Gempa Selatan Selat Sunda M 5.2 pada 13.16.22 WIB berada pada sumber gempa yang berbeda, kedalaman yang berbeda, dan juga berbeda mekanismenya," tulis Daryono.
BACA JUGA: Warga Palabuhanratu Berhamburan, Rangkasbitung Diguncang Gempa 5.4 Magnitudo
Ia melanjutkan, apa yang terjadi di beberapa wilayah gempa tersebut adalah manifestasi pelepasan medan tegangan pada sumber gempa masing-masing. Masing-masing sumber gempa mengalami akumulasi medan tegangan sendiri-sendiri, mencapai stress maksimum sendiri-sendiri, hingga selanjutnya mengalami rilis energi sebagai gempa juga sendiri sendiri.
"Ini konsekuensi logis daerah dengan sumber gempa sangat aktif dan kompleks. Kita memang memiliki banyak sumber gempa sehingga jika terjadi gempa di tempat yang relatif berdekatan lokasinya dan terjadi dalam waktunya yang relatif berdekatan maka itu hanya kebetulan saja," tulisnya lagi.
Masih kata Daryono, apakah rentetan gempa ini sebagai pertanda akan terjadi gempa besar? Menurutnya hal ini sulit diprediksi, tetapi rentetan aktivitas gempa ini patut diwaspadai. Karena dalam ilmu gempa atau seismologi, khusunya pada teori tipe gempa itu ada tipe gempa besar yang kejadiannya diawali dengan gempa pendahuluan atau gempa pembuka.
"Setiap gempa besar hampir dipastikan didahului dengan rentetan aktivitas gempa pembuka. Tetapi rentetan gempa yang terjadi di suatu wilayah juga belum tentu berakhir dengan munculnya gempa besar. Inilah karakteristik ilmu gempa yang memiliki ketidakpastian (uncertainty) yang tinggi yang penting juga untuk kita pahami," imbuhnya.
BACA JUGA: 31 Menit Berselang Dari Rangkasbitung, Pangandaran Diguncang Gempa 5.0 Magnitudo
Ia juga menyikapi banyaknya pertanyaan masyarakat apakah gempa yang terjadi di Banten Selatan dan Selatan Garut (Pangandaran) bersumber dari sumber gempa yang sama? Ia memastikan kedua gempa tersebut bersumber dari sumber gempa yang berbeda.
Gempa Banten selatan, sebutnya, terjadi akibat adanya deformasi batuan pada slab Lempeng Indo-Australia di Zona Benioff di kedalaman 87 kilometer, sementara gempa selatan Garut dipicu oleh adanya deformasi batuan pada slab Lempeng Indo-Australia di Zona Megathrust. Jadi kedua gempa ini sumber gempanya berbeda," ujar Daryono.
Ia juga mencatat, guncangan gempa Magnotudo 5.1 yang bersumber di Banten Selatan sangat dirasakan di Jakarta karena adanya fenomena efek tapak (local site effect) dimana efek soft sedimen/tanah lunak yang tebal di Kota Jakarta memicu terjadinya resonansi gelombang gempa, sehingga guncangan gempa diamplifikasi, diperbesar guncangannya senhingga wilayah Jakarta sangat merasakan gempa tersebut.
"Dalam teori gempa disebutkan bahwa dampak gempa tidak saja akibat magnitudo gempa dan jaraknya dari sumber gempa, tetapi kondisi geologi setempat sangat menentukan dampak gempa," pungkasnya.