SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Desa Bojonggenteng Yudi Wahyudi mengatakan saat ini Pemerintah Desa (Pemdes) terus melakukan koordinasi dengan pihak Kecamatan Bojonggenteng untuk mencari solusi agar masyarakat tidak berurusan dengan koperasi simpan pinjam dan bank emok.
Menurut Yudi, sebetulnya di desa terdapat program PNPM Mandiri untuk warga yang membutuhkan pinjaman, namun entah apa yang membuat program tersebut tidak berjalan secara optimal.
BACA JUGA: Pasca Mediasi, Kasus Bank Emok di Bojonggenteng Sukabumi Lanjut Jalur Hukum
Seperti diketahui, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) sudah berakhir pada 2014, salah satu hasil kegiatannya adalah pengelolaan Dana Bergulir Masyarakat (DBM) yang saat ini masih dikelola oleh Unit Pengelola Kegiatan (UPK). Pedoman pelestarian dan pengembangan Dana Bergulir Masyarakat ini diatur Peraturan Bupati Sukabumi No 79 Tahun 2019.
"Kita sudah sering memberikan bantuan pinjaman itu, namun masyarakat tidak tanggungjawab untuk mengembalikan uang itu karena tahu berasal dari negara. Sampai sekarang PNPM itu masih berjalan, namun saya tidak tahu apa kendalanya sampai masyarakat memilih bank koperasi simpan pinjam," kata Yudi kepada sukabumiupdate.com di Kantor Desa Bojonggenteng, Jumat (24/1/2020).
BACA JUGA: Mediasi Kasus Bank Emok di Bojonggenteng, KSP Diman: Itu Bukan Segel
Yudi menjelaskan, yang memicu timbulnya konflik hutang-piutang di masyarakat itu lantaran masyarakat yang bersangkutan tidak hanya meminjam uang ke satu koperasi simpan pinjam. Di lapangan ditemukan satu orang sampai meminjam ke lima bank koperasi simpan pinjam sekaligus. Sehingga masyarakat tutup lubang gali lubang.
"Jadi ketika ditagih okeh bank A yang bersangkutan tidak punya uang, terus mengajukan pinjama lagi ke bank B. Belum lunas ke Bank A, dan Bank B ketika waktunya membayar lagi setoran dan gak punya uang, minjam lagi ke Bank C dan seterusnya," ujarnya.
BACA JUGA: Tiga Poin Hasil Mediasi Kasus Bank Emok di Bojonggenteng Sukabumi
Mengenai persoalan rumah warganya yang ditandai oleh koperasi simpan pinjam akibat tidak bisa membayar hutangnya, Yudi mengatakan terbangun asumsi di kalangan warga bahwa stiker tersebut merupakan segel.
"Kalau segel itu rumahnya diamankan, dan pemilik rumah tidak boleh menghuni lagi rumah itu," tuturnya.