SUKABUMIUPDATE.com - Peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) meluncurkan program bernama Reconnaissance of Influence Operations (RIO), sebuah sistem kecerdasan buatan (Artificial Intelligence / AI) yang mampu mengidentifikasi hoaks yang bertebaran di jejaring media sosial dengan sangat akurat.
Dikutip dari RelaxNews, program RIO secara otomatis akan mendeteksi berbagai konten yang dianggap disinformasi serta mengetahui akun awal yang menyebarkannya. Sejauh ini, tingkat keakuratan RIO mendeteksi hoaks mencapai 96 persen.
Proyek ini pertama kali dimulai pada tahun 2014 silam, para peneliti MIT sedang mempelajari bagaimana media sosial sudah dieksploitasi oleh sejumlah kelompok penjahat.
Sebagai bahan uji coba, peneliti melakukan pemantauan berbagai arus informasi serta mempelajari teknik komunikasi seperti apa yang mungkin digunakan para penjahat dunia maya itu untuk menyebarkan informasi dan hoaks di berbagai platform media sosial selama pemilihan presiden Prancis pada tahun 2017 lalu.
Dalam 30 hari jelang pemungutan suara, tim berhasil mengumpulkan 28 juta postingan dari lebih satu juta akun yang berkaitan dengan pemilihan serta dampak yang ditimbulkan dari penyebaran disinformasi tersebut.
Peneliti bisa mengetahui apakah suatu akun berkontribusi terhadap penyebaran hoaks dan dampaknya terhadap jaringan lebih luas.
RIO juga memiliki kemampuan untuk membantu tindakan pencegahan guna menghentikan penyebaran kampanye disinformasi tertentu.
Edward Kao, anggota tim peneliti mengatakan kepada MIT News, semakin tinggi tingkat penyebaran informasi, semakin tinggi juga dampak kekacauan yang akan terjadi.
"Anda akan tahu dampak mengerikan dari disinformasi atau hoaks ," ujar Kao.
Untuk mengatasi hal ini, Kao bersama timnya tengah mengembangkan pendekatan statistik untuk menentukan apakah sebuah akun menyebarkan disinformasi dan sejauh mana akun itu menyebabkan jaringan secara keseluruhan, mengubah dan memperkuat pesan.
Baca Juga :
Sistem RIO mampu mengumpulkan data secara relevan, kemudian mengidentifikasi narasi operasi dengan pengaruhnya dan mengklasifikasi akun berdasarkan perilaku dan kontennya.
Setelah itu, RIO membangun jaringan naratif untuk memperkirakan dampak akun-akun ini dalam menyebarkan narasi tertentu di media sosial.
Tim peneliti menemukan, operasi penyebaran disinformasi dan hoaks seperti itu ternyata difasilitasi oleh pihak-pihak tertentu dengan biaya yang relatif rendah.
"Skalabilitasnya tidak terkendali, penyebaran informasi bersifat otomatis atau alamiah ketika sebuah wacana dilempar ke media sosial dengan mempertimbangkan riset yang kuat terlebih dahulu," pungkas Kao.