SUKABUMIUPDATE.com - Astroscale, sebuah perusahaan pemulung sampah luar angkasa meluncurkan uji coba perangkat teknologi baru yang akan memulung limbah antariksa dan menjatuhkannya ke atmosfer Bumi.
Perangkat teknologi dengan berat 175 kilogram ini terdiri dari satelit seberat 17 kilogram dan pesawat luar angkasa. Keduanya dibawa roket Soyuz 2 pada Sabtu, 20 Maret 2021.
Setelah lepas dari atmosfer, perangkat dan satelit ini terpisah. Satelit mendeteksi sampah dan memandu pesawat untuk memulung; menarik bangkai satelit dan membawanya ke atmosfer Bumi dan terbakar.
Sampah luar angkasa ini pun bisa berupa puing-puing satelit yang bertabrakan dan roket pendorong.
Mengutip laporan CNN, uji coba akan berlangsung selama berbulan-bulan dan berisiko tinggi. Misi diperkirakan berakhir pada September atau Oktober tahun ini, namun tidak disebutkan berapa target sampah yang bisa dibawa ke atmosfer.
Astroscale mengatakan peluncuran uji coba berfokus pada kemampuan pesawat luar angkasa menangkap bangkai satelit dan menjatuhkannya ke atmosfer dengan kecepatan 17.500 mil per jam -- beberapa kali kecepatan peluru.
Pesawat membawa pelat magnetik untuk mengunci bangkai satelit. Pengujian di laboratorium membuktikan pelat bekerja dengan baik. Namun belum diketahui apakah pelat magnetik mampu menyergap bangkai satelit yang bergerak dengan kecepatan tinggi.
Jika pelat bekerja dengan baik, maka seluruh bangkai ruang angkasa akan bisa dipulung dan dilempar ke atmosfer Bumi. Tidak hanya sampah yang dipulung, Astroscale juga mengincar satelit-satelit yang akan mengakhiri masa tugasnya di luar angkasa.
"Sekarang adalah waktunya menangani ancaman sampah luar angkasa secara serius," kata John Auburn, direktur pengelola Astroscale. "Kami berkomitmen pada program memulung puing dan mempersiapkan pemindahan satelit yang akan mati."
Tujuan jangka panjang Astroscale adalah menghindari tabrakan dahsyat satelit aktif dengan bangkai, membantu melindungi ekosistem luar angkasa, dan memastikan semua orbit terus berkembang berkelanjutan untuk generasi mendatang.
Sampah Luar Angkasa
Sejak manusia berlomba ke luar angkasa, langit di atas kepala kita jadi penuh oleh sampah. Setidaknya, terdapat 9.000 ton sampah luar angkasa -- setara dengan 720 bus sekolah -- melayang-layang di atas kepala kita.
Sampah itu terdiri dari satelit dan tabung roket mati. Jika kebetulan melayang turun dan masuk atmosfer, sampah akan terbakar dan hanya serpihan kecil yang jatuh ke Bumi.
Kini, sampah luar angkasa menimbulkan risiko bagi Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), mengancam sesuatu yang kita anggap remeh yaitu prakiraan cuaca, Global Positioning System (GPS), dan telekomunikasi.
Masalah akan semakin parah jika perusahaan seperti SpaceX milik Elon Musk setiap tahun meluncurkan ratusan satelit dan Jeff Bezos dengan Blue Origin-nya bertindak agresif dengan meluncurkan banyak wahana luar angkasa.
Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) memperkirakan terdapat 26 ribu keping sampah antariksa yang mengorbit Bumi. Ukurannya beragam, dari sebesar bola softball hingga seukuran satelit.
Puing logam sebesar bola softball dapat menghancurkan satelit jika bertabrakan dan mengubahnya menjadi 500 ribu keping ukuran marmer. Jika menabrak luar angkasa, kepingan yang dihasilkan bisa mencapai 100 juta seukuran butir garam. Butiran itu bisa menembus pakaian antariksa yang dikenakan astronot.
Laporan terbaru NASA menyebutkan sampah luar angkasa paling berbahaya bagi satelit justru bukan yang terbesar, tapi yang terkecil. Sebab, sampah kecil sulit dideteksi dan operator tidak bisa bermanuver menghindari tabrakan.
Bukan Satu-satunya
Astroscale bukan satu-satunya perusahaan pemulung sampah luar angkasa. Badan Eksplorasi Dirgantara Jepang (JAXA) juga tengah meluncurkan proyek pembersihan sampah luar angkasa pertamanya.
ClearSpace 1, misi Badan Antariksa Eropa pun meluncurkan program buang sampah antariksa dari orbit. Rencananya, misi meluncur 2025 dengan membawa empat lengan robot untuk menangkap sampah antariksa yang berada di orbit.
Sebelumnya, tahun 2018, misi serupa digelar tapi dengan teknologi tebar jaring. Eksperimen yang diberi nama Remove Debris itu dijalankan konsorsium perusahaan dan peneliti yang dipimpin Surrey Space Center Inggris.
Konsorsium terdiri dari Surrey Satellite Technology Ltd milik Airbus dan Grup Ariane Prancis. Keduanya juga mengembangkan metode tombak. Seperti memburu ikan dengan tombak, pesawat menunggu sampah lewat dan menombaknya.