SUKABUMIUPDATE.com – Keberadaan bebatuan dengan pola garis dan beragam bentuk di perbukitan Kampung Padaraang, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi menarik minat pelaku riset dan sejarah. Tahun 2016 dunia arkeolog juga pernah tertarik dengan batu bidak catur, dengan bentuk dan pola yang mirip yang ditemukan di perbukitan Kampung Oclang, Desa Girimukti Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi. Samakan kedua batu ini?
Kepala Riset Kesejarahan Yayasan Dapuran Kipahare Sukabumi, Irman Sufi Firmansyah coba "menerawang" kisah keberadaan batu pola garis yang ditemukan sejak 9 bulan silam oleh pemilik lahan di Kampung Padaraang, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi ini. Berbincang melalui pesan singkat dengan menganalisis foto foto yang dikirimkan sukabumiupdate, Irman menyebut proses alami diduga kuat menjadi pelaku terbentuknya pola dan bentuk dari batu-batu tersebut.
“Bisa karena air seperti batu bidak catur di Girimukti kawasan Ciletuh atau karena angin seperti bebatuan berpola di Australia,” jelas Irman membuka analisanya dengan penegaskan bahwa perlu penelitian khusus dari para ahli arkeolog untuk memastikan hal tersebut.
Ia hanya akan mencoba menjelaskan keberadaan bebatuan tersebut dari kacamata kesejarahan dan kebudayaan warga di tanah sunda khususnya Sukabumi. “Kaitan dengan manusia bisa saja terjadi misal dipakai utuk alat beribadah masa lalu atau fungsi ritual lainnya,” ungkap Irman.
Ia mencontohkan seperti bebatuan hezagonal di Gunung Padang Cianjur yang terbentuk dari proses alami kemudian digunakan oleh masyarakat untuk ritual peribadatan. “Kebudayaan prasejarah kita menggunakan batu-batuan yang ada dialam seperti juga menhir. Di gunung padang sama Palabuhanratu u ada columnar joint juga hampir mirip, di Ciletuh sama gunung guruh bisa jadi ada jenis batu bidak catur,” bebernya.
Ia kemudian menjelaskan Gunung guruh adalah wilayah tua, karena sebelum kota (Gunung Parang) Gunung Guruh terlebih dahulu ada. Kunjungan scipio tahun 1687 justru ke gunung guruh karena sudah ada perkampungan disana, batu-batu di gunung guruh, karang para, dan karang apalagi tuh yg di Cisaat itu batu semburan gunung gede saat jaman dulu meletus,” ungkap pria yang menjadi salah seorang pencetus Gestival Soekaboemi Tempoe Doeloe ini lebih jauh.
Bebatuan ini ditemukan berserakan dilahan miring perbukitan, sebagian menyempul dan sebagian lagi harus digali (Foto; CRP8)
Irman akan menyempatkan untuk melihat dari dekat keberadaan batu-batu tersebut. Posisi batu berpola atau tersebar sembarangan menurutnya akan memberikan sedikit cerita tentang keberadaan bebatuan tersebut. “Karena masyarakat jaman dulu bisa jadi mengumpulkan bebatuan untuk dibuat tempat peribadatan atau sekedar tempat berkumpul (bermukim),” pungkasnya.
Kepada sukabumiupdate.com, Rabu pemilik lahan tempat bebatuan ini ditemukan, Ace mengaku akan terbuka dengan siapapun yang ingin melakukan penelitian. Di lokasi tersebut, Ace bercerita bahwa sembilan bulan yang lalu secara tak sengaja ia menemukan bebatuan itu muncul di atas permukaan tanah saat sedang membersihkan kebun.
BACA JUGA: Viral Batu Berpola Garis Beragam Bentuk di Gununguruh Sukabumi, Penemu Tunggu Penelitian
Saat digali, Ace kaget lantaran melihat struktur dan bentuk batu yang tak seperti biasanya. Selain itu, Ace menyebut untuk batu berukuran kecil saja beratnya tidak seperti batu biasa. Ia lanjut menggali dan menemukan puluhan bebatuan dengan bentuk yang sama.
Ia sempat bertanya kepada beberapa warga. Ace mendapat beragam tanggapan. Ada yang menyebut bahwa batu itu adalah batu bersejarah bekas reruntuhan kerajaan, sampai ada yang menyebut itu adalah situs megalit seperti Gunung Padang.
"Untuk informasi pastinya masih belum tahu. Sekarang masih mencari tahu. Ada yang bilang bahwa ini mitosnya adalah semacam patilasan Kerajaan Padjadjaran. Sempat posting di medsos untuk mencari informasi soal batu-batu ini. Kalau ada yang mau penelitian, silahkan saja," tandas pria murah senyum ini.