SUKABUMIUPDATE.com - BUMDes di Kabupaten belum berkembang sebagaimana tujuan pembentukanya. Disi lain Komisi I DPRD Kabupaten Sukabumi menyebutkan dari 2017 sampai 2019 nilai penyertaan modal dana desa kepada BUMDes di Kabupaten Sukabumi mencapai Rp 52 miliar.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Sukabumi membenarkan mengenai angka penyertaan modal tersebut dan itu tersebar di 95 persen lebih desa di Kabupaten Sukabumi, karena tidak semua desa ada penyertaan modal. Adapun besaran penyertaan modal sangat bervariasi di setiap desa. Bahkan dari grafik, DPMD menyatakan sampai 2019 jumlah desa yang melakukan penyertaan modal menurun.
Kemudian dari jumlah BUMDes yang ada di Kabupaten Sukabumi, DPMD menyatakan BUMDes yang dalam keadaan baik hanya di bawah 10 persen.
Dengan data tersebut, DPMD di akhir tahun ini akan melaksanakan evaluasi dan assessment. DPMD berharap kepada desa untuk tahun 2021 jangan dulu melakukan penyertaan modal kepada BUMDes.
Kenapa 2021 tidak dilakukan penyertaan modal dan apa yang menyebabkan hanya di bawah 10 persen BUMDes di kabupaten Sukabumi dalam keadaan baik? Berikut wawancara Tenaga Ahli Pengembangan Ekonomi Desa (TA-PED) Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) Kabupaten Sukabumi Andy Sudrajat di acara Tamu Mang Koko, Sabtu (21/11/2020).
Sebagai pendamping tentu tahu betul kondisinya, terus apa penyebab BUMDes di Kabupaten Sukabumi tidak berkembang?
Sebetulnya dari 2017 sampai dengan 2020 ini, kita dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) sudah menganalisasi sejauh mungkin penyebab-penyebabnya. Diantaranya dari awal, 2017 penurunan cukup tajam penyertaan modalnya, karena 2017 itu sekitar Rp 27 miliar terus semakin ke sini semakin menurun. Artinya ada beberapa yang harus kita analisa, ketika kita mau melakukan konsep kegiatan ke depan terkait BUMDes berarti kita harus tahu dulu apa sih permasalahnya BUMDes itu?
Beberapa permasalahan yang setelah kita analisasi dengan DPMD, memang harus kita akui bahwa yang awal mungkin 2017 dengan lahirnya Undang-Undangan Desa dan sebagainya, [pertama] pendirian BUMDes lebih banyak ikutan-ikutan atau latah, ramai bentuk BUMDes, [ikut] bentuk BUMDes.
Yang kedua BUMDes terbawa arus trend and viral, [Misalnya] ketika BUMDes melakukan suata kegiatan usaha yang ramai sekarang di wisata ikut [usaha BUMDes] wisata.
Padahal dalam regulasi sudah disebutkan BUMDes dapat dibentuk sesuai dengan potensi desanya. Yang jadi permasalah sekarang potensinya belum digali, mungkin tahun depan kami mengharapkan tidak adanya penyertaan modal dulu.
Tetapi justru kepada perencanaan sistematis karena selama ini perencanaan tidak sistematis. Memang direncanakan oleh BUMDes memang betul, tetapi maksud kami kan harus sistematis, seperti begini kita selalu mengutamakan membangun BUMDes itu bagai membangun sebuah rumah.
Dimana rumah itu kalau ingin baik, itu tentu perencanaan juga harus baik dan benar disana ada konsep, RAB, waktu pelaksanaanya. Sehingga ketika mau melaksanakan [pembangunan] siapapun tukangnya itu mudah terukur.
Maka dari itu kita selalu berusaha dengan DPMD, bahwa kita selalu sosialisasi juga di beberapa kecamatan dengan mengumpulkan kepala desa dan para pengelola BUMDes. Kita sampaikan dimana pentingnya perencanaan BUMDes, karena namanya Badan Usaha Desa maka dari itu kita selalu bicara perencanaanya itu skala desa bukan skala pengelola atau skala kelompok.
Kenapa tidak sistematis?
Saya berpikir bahwa mungkin [pemerintah] pusat tidak membuat secara sistematis juga memberikan kesempatan terhadap desa, dimana desa harus kreatif. Karena kalau sekarang ada [aturan pemerintah pusat] secara rigid, karena kewenangan desanya juga harus kita hargai.
Tetapi maksud kita, mungkin [pemerintah] pusat tidak terlalu rigid bahwa perencanaan harus sistematik, saya pikir itu juga suatu kebaikan agar BUMDes akan dapat berkembang. Sekarang kita sosialisasi [mekanisme] yang awal bagaimana pembentukan BUMDes yang baik dan benar, bagaimana membuat suatu perencanaan yang sistematis, bagaimana nanti pelaksanaan baru pola pertanggungjawaban. Sekarang [mekanisme] banyak dipotong tiba-tiba pembentukan [BUMDes] setelah pembentukan penyertaan modal.
Bahwa ada kewenangan desa yang kemudian kepala desa itu memiliki tugas yang sangat penting dalam hal perencanaan usaha BUMDes. Sejauh ini model pendampingan yang dilakukan Seperti apa sih?
Kita juga hanya mendampingi, sekarang ini seratus persen pendampingan. Kita hanya mensosialisasikan lalu kita hanya mampu bahwa begini lho baiknya BUMDes itu, harusnya ada perencanaan.
Alhamdulillah di Sukabumi ini kita sudah sepakat, kita konsen diperencanaan dan anggaran itu juga jangan dulu ke penyertaan modal. Karena menurut hemat kami bahwa kegiatan yang baik tentu perlu perencanaan dan perencanaan itu kan perlu anggaran. Selama ini hampir 381 desa belum pernah ada yang menggangarkan perencanaan, bagaimana perencanaan itu bagus.
Perencanaan yang bagus untuk BUMDes itu seperti apa?
Yang dimaksud dengan perencanaan yang sistematik itu, kita sudah membuat suatu tahapan-tahapannya yang dimulai mungkin dari bagaimana regulasi ada RT, Perdes, SK kepala desa itu dilengkapi dulu. Dan tidak hanya dilengkapi tetapi dibahas betul, selama ini sebagai besar banyak copy paste. Perdes itu suatu produk hukum, sementara sekarang ganti kepala desa, ganti lah BUMDes. Berarti menurut kami, lemah sekali ini Perdes, maka dari itu kita harus betul terkait AD/ART.
Kita lakukan pemetaan, setelah pemetaan bagaimana desa cara menggali potensi wilayah. Dari awal dari sisi regulasi kelembagaannya dia sudah bagus, AD/ART sudah ada dan kita bahas sesuai potensi wilayahnya, setelah itu kita baru membahas mengenai pemetaan sosial. Lalu hasil pemetaan sosial itu akan bawa ke desa.
Nah disini, kita ingin OPD-OPD di Kabupaten Sukabumi diundang sesuai potensi wilayahnya. Kalau di desa itu wilayah pertanian, panggil OPD pertanian dan apa yang bisa kita kembangkan. Tetapi OPD tidak bisa menentukan apa yang akan dikelola skala prioritas BUMDes. OPD-OPD dan mungkin narasumber lainnya hanya memberi wawasan kepada kepala desa dan BUMDes .
Setelah wawasan dapat, penentuan skala prioritas yang akan dikembangkan usahanya oleh BUMDes itu silahkan oleh [pengelola] Bumdes dan pemerintah desa. Setelah hal itu dilakukan baru proses pengkajian Focus Group Discussion (FGD). Jadi kita menginginkan bahwa anggaran pelaksanaan tadi minimal sama dengan satu periode jabatan kepala desa, jadi jangka pendek, jangka menengah, jangka panjanganya ada.
Dari situ BUMDes dan kepala desa harus melakukan yang namanya study literatur. Jadi kami tidak lagi menginginkan bahwa perencanaan dilakukan oleh BUMDes sendiri, tetapi kami menginginkan perencanaan ini bersama-sama BUMDes dan pemerintahan desa, sehingga nyambung.
Untuk wawancara selengkapanya cek disini