SUKABUMIUPDATE.com - Senin (5/10/2020) lalu, DPR RI mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Namun pengesahan UU Cipta Kerja ini langsung memicu gelombang penolakan masyarakat, khususnya kalangan buruh dan pekerja. Aksi unjuk rasa pun terjadi di sejumlah daerah, termasuk di Sukabumi.
Lalu bagaimana pandangan buruh di Sukabumi terhadap aturan yang menuai polemik tersebut? Simak wawancaa eksklusif bersama Ketua Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi, Moch Popon di acara Tamu Mang Koko Edisi 10 Oktober 2020 di kantor sukabumiupdate.com.
Ketentuan apa saja yang menjadi alasan elemen buruh di Indonesia menolak UU Cipta Kerja ini?
Alasan pertama kita menolak adalah mulai dari proses. Prosesnya itu gagal fokus dan gagal paham. Sumber pokok masalah investasi hasil survei World Economy Forum itu sekitar 8 sekian poin adalah korupsi. Jadi menurut saya Pak Jokowi ini salah diagnosa.
Berikutnya yang paling menyentuh persoalan buruh adalah berukurangnya hak-hak pesangon dan pensiun. Terus juga soal cuti dan status hubungan kerja. Walaupun di draf terakhir memang tidak terlalu banyak berubah. Tapi ketika Menaker mengatakan itu yang beredar adalah hoaks, lalu yang benar yang mana? Jadi jangan menyalahkan publik yang mempercayai sumber informasi yang liar ketika pemerintah tidak bisa menyodorkan ini loh informasi yang valid.
Bukankah pemerintah mengatakan sejak awal aspirasi buruh ini sudah dilibatkan dalam penyusunan UU Cipta Kerja?
Pernyataan pemerintah secara sepihak memang seperti itu. Tapi ketika pemerintah mengatakan sudah mengakomodir apa yang menjadi aspirasi buruh, mana tunjukkan pada kita dari UU yang eksisting hari ini yang lebih baik dalam UU Cipta Kerja? Saya rasa pelibatan buruh itu hanya memenuhi proses. Karena dalam tahap penyusunan perundang-undangan diperlukan proses public hearing.
Soal kemudahan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di UU Cipta Kerja, bagaimana tanggapan Anda?
Ada perbedaan fundamental antara UU Cipta Kerja dan UU Nomor 13 Tahun 2003. Di UU Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan, pekerja/serikat pekerja, pemerintah dan pengusaha harus berusaha maksimal untuk menghindari PHK. Sekarang PHK ini dikembalikan kepada pasar. Artinya, dikembalikan kedua pihak, antara pekerja dan pengusaha. Di sini tidak ada peran negara dalam memberikan proteksi kepada rakyat.
Dalam satu teori kekuasaan, pekerja atau buruh ini kelompok yang rentan. Bargaining position-nya rendah. Masa semut harus diadu dengan gajah dan pemerintah menjadi penontonnya?
Bagaimana peluang uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Cipta Kerja ini?
Kita sudah menyiapkan tim sebanyak kurang lebih 50 tim advokasi. Tapi persoalannya kita tidak ingin terjebak pengalaman UU KPK. Judicial Review selesailah kita urusan. Seolah-olah pintu keadilan tertutup kalau kita mengikuti itu. Jadi kita akan kaji terus mana yang paling efektif. Tapi upaya kita secara massif akan kita lakukan. Ke depan aksi penolakan itu kemungkinan masih ada.
Simak wawancara selengkapnya di acara Tamu Mang Koko Edisi 10 Oktober 2020.
Ingat pesan ibu:
Wajib 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun). Redaksi sukabumiupdate.com mengajak seluruh pembaca untuk menerapkan protokol kesehatan Covid-19 di setiap kegiatan.