SUKABUMIUPDATE.com - Senin (5/10/2020) lalu, DPR RI mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Namun pengesahan UU Cipta Kerja ini langsung memicu gelombang penolakan masyarakat khususnya kalangan buruh dan pekerja. Aksi unjuk rasa pun terjadi di mana-mana.
DPR menilai UU Cipta Kerja akan membuka peluang baru bagi perkembangan sektor ketenagakerjaan dan investasi. Apakah UU Cipta Kerja akan serta merta mendatangkan investasi bagi Sukabumi, berikut wawancara dengan Irwan Hermawan, ekonom Universitas Nusa Putra dalam acara Live Tamu Mang Koko, Sabtu 10 Oktober 2020.
Betulkah nanti dengan dilaksanakan UU Cipta Kerja, Investasi akan berbondong-bondong datang ke Indonesia?
Perusahaan-perusahaan luar yang pabriknya di Cina, ingin melakukan relokasi, jadi mencari negara-negara mana yang kira-kira dari sisi iklim investasnya sehat. Perusahaan-perusahaan besar intinya sekarang itu sedang wait and see, pasca pandemi Covid-19 ini mereka akan relokasi secara besar-besaran dari Cina.
Indonesia ini termasuk seksi sebetulnya saat ini tidak ada masalah, menurut saya. Bahkan upah buruh ini jauh di bawah rata-rata upah di negara lain, kecuali beberapa negara di Asia Tenggara, kayak semacam Vietnam dan lain-lain, ok lah masih kita lebih unggul.
Ada sepuluh indikator yang dibuat Bank Dunia, namanya kemudahan untuk memulai usaha di sebuah negara. Indonesia itu masih jauh, masih di peringkat 73-74.
Menurut saya harus ada titik temu. Jadi kalau bicara ekonomi, faktor produksi itu ada tiga, sumber daya alam Indonesia luar biasa. kemudian tenaga kerja luar biasa, upah tidak terlalu tinggi, kemudian orang-orang masuk bisa membuat usaha dan lain-lain.
Disisi tenaga kerja harus ada titik temu, di pasar tenaga kerja tentunya tenaga kerja membutuhkan pekerjaan. Perusahaan tentunya membutuhkan tenaga kerja. Kalau saya baca Omnibus Law UU Cipta Kerja ini sangat melukai rasa keadilan para buruh.
Artinya belum tentu investasi berbong-bondong ke Indonesia?
Gimana berbondong-bondong datang ke Indonesia, ketika memang ada ketidakadilan. Buruh tentunya lebih nyaman ketika bekerja sebagai pegawai tetap di satu perusahaan, daripada mereka bekerja sebagai outsorcing.
Di Undang-Undang saya baca, yang dulunya ada beberapa profesi yang tidak diperkenankan outsorcing kini diperluas, pasti dampaknya kemana-mana. Jadi saya pikir tidak serta merta dan bahkan mungkin dalam jangka pendek tidak ada impact apa-apa.
Jadi yang utama itu masalah kesehatan, jadi bagaimana Vietnam berjuang mengejar tingkat fatality rate Covid-19 sampai zero, itu luar biasa seksi buat para pengusaha. Kenapa Indonesia tidak mengejar itu.
Dari organisasi untuk kerjasama dan pembangunan ekonomi, dari 10 negera di Asia Negara itu, Indoesia itu ada di peringkat ke dua paling bawah hambatan ekonomi. Persoalannya ada iklim usaha bagus, kemudian masyarakat juga harus kondusif kemudian ada kepastian hukum, bisa terpenuhi tidak tiga hal ini oleh UU Cipta Kerja?
Ada satu klaster yang itu memicu reaksi buruh dan saya sangat memahami hal itu karena memang perusahaan tentunya ingin mencari negara atau pun daerah yang produktifitasnya tinggi.
Namanya pengusaha itu ingin melakukan efisiensi. Dan saya yakin se yakin-yakinnya teman-teman di DPR itu banyak pengusaha, kalau pun mungkin bukan pengusaha entah ketika kampanye kemarin dibelakangnya ada siapa, ada yang berinvestasi ke teman-teman anggota dewan dan tentunya hal ini sudah menjadi rahasia umum.
Jadi saya pikir titik temunya adalah harus ada mediasi dengan teman-teman buruh. Saya pikir apakah akan mengundang investasi yang mudah ke negara kita? nggak juga. Bahkan pemerintah cukup kaget dengan reaksi teman-teman buruh.
Bagaimana daerah semisal Sukabumi menghadapi covid-19 kemudian trend investasi turun?
Sukabumi itu seksi dari sisi beberapa faktor produksi, tenaga kerja sangat melimpah kemudian sangat bersaing tingkat pengupahannya. Kemudian sumber daya alam banyak lahan yang bisa digarap entah pertambangan, pertanian, perikanan, luar biasa sebenarnya.
Sebenarnya ini lebih kepada pemangku kebijakan, dalam hal ini pemda setempat dinas terkait bisa merespon dengan cepat kemudian juga melakukan analisa. Kemudian juga untuk mempercepat daya saing daerah itu ada beberapa hal satu sisi human capital, IPM kita harus tinggi, kemudian juga ada beberapa hal lainnya, pendapatan perkapita, inovasi, investai, kemudian perbankan dan lain-lain. Saya pikir itu yang harus segera dibenahi.
Misalkan untuk akses perbankan. OJK, BI, pemerintah akan menetapkan suku bunga yang menarik untuk pelaku UMKM maksimal 6 persen, itu harus secepatnya direspon. Kemudian untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja, misalkan Jabar ini termasuk tingkat produktifitas sangat tinggi sehingga para pengusaha dari luar senang berinvestasi di Jabar.
Untuk hal ini harus banyak yang dilakukan berupa kebijakan oleh pemda, kemudian bersinergi dengan kampus, kemudian dengan universitas, dengan SMK-SMK.
Untuk wawancara selengkapnya Live Tamu Mang Koko bisa disimak disini