SUKABUMIUPDATE.com - Bencana banjir bandang melanda wilayah Kabupaten Sukabumi pada Senin 21 September 2020. Dampaknya, banyak warga yang menjadi korban karena tempat tinggal yang rusak, dan kendaraan hanyut. Area pesawahan serta irigasi juga kena imbas. Bencana alam yang berdampak ke sejumlah desa di Kecamatan Parungkuda, Cidahu dan Cicurug itu menyebabkan tiga orang meninggal dunia.
Kampung Nyangkowek, Desa Mekarsari dan Kampung Cibuntu, Desa Pasawahan di Kecamatan Cicurug menjadi titik terparah dari bencana tersebut. Bencana mengancam, lalu mitigasi seperti apa yang dilakukan? berikut wawancara dengan Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sukabumi Maman Suherman.
Temuan apa yang didapat BPBD dari peristiwa bencana banjir bandang ini?
Sesuai tupoksi, BPBD bukan mencari penyebabnya saja. Tetapi bagaimana ke depan mencegah bencana supaya jangan terulang. Karena bagaimana pun dampak bencana banjir bandang ini sangat luar biasa yaitu tiga korban meninggal dunia. Tiga kecamatan yang terdampak banjir bandang. Dari tiga kecamatan itu ada 13 desa dan satu kelurahan. Jumlah rumah yang terdampak 327, kemudian 1.117 jiwa yang terdampak.
BPBD memiliki beberapa klasifikasi dalam menentukan korban, terutama korban material dalam hal ini rumah. Ada rumah rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan. Rumah tersiram air (banjir bandang) dan terkena material lumpur itu dimasukan karena terdampak
Infrastruktur yang terdampak bencana banjir bandang ini yaitu 7 jembatan lingkungan dan 2 jembatan kabupaten. Kemudian bendungan yang cukup besar dan mengairi irigasi untuk pesawahan yang cukup luas juga terdampak. Kemudian ada beberapa titik pipanisasi yang rusak, sebab masyarakat disana kan banyak menggunakan air bersih dari mata air dan menggunakan pipa untuk mengalirkan ke rumah-rumah.
Sesuai SK Bupati tentang tanggap darurat, BPBD konsentrasi bagaimana mengevakuasi korban, mengelola logistik bantuan, pos pengungsi kemudian pos kesehatan. Bantuan pun masih terus berdatangan, Alhamdulillah.
Sempat beredar bahwa kayu yang terbawa banjir bandang masih ada getahnya kemudian potongannya seperti bekas baru memotong, apa benar seperti itu?
Memang saya sendiri melihat ada potongan-potongan kayu. Tetapi kita tidak langsung mencurigai bahwa itu ada illegal logging. Kami melihatnya barang kali karena material rumah ini kan ada yang tergusur (banjir bandang). Mungkin saja itu potongan-potongan (kayu) rumah, karena bentuk potongannya pun tidak sama. Kalau ilegal logging logikanya pasti potongannya akan sama karena sudah terukur.
Yang kami lihat itu memang ada potongan-potongan (kayu) termasuk pohon yang terbawa air. Saya waktu itu memandangnya, bahwa itu adalah potongan-potongan (kayu) dari rumah yang tergusur. Bisa saja karena lepas dan sebagainya. Sementara itu. Kami juga meyakinkan waktu diwawancara oleh salah satu media, bahwa kita meyakini belum mengarah kepada adanya pembalakan liar, saya bilang. Karena melihat dari situasi di gunung kalau saya lihat dari foto itu hanya dipinggiran sungai, termasuk longsor itu di pinggiran sungai.
Adanya longsor di hulu sungai, apa ada kaitannya dengan gempa?
Kaitan dengan gempa, memang pernah terjadi 16 Maret 2020 yang berdampak kepada Kecamatan Kabandungan, Cidahu, Kalapanunggal dan Parakansalak, (pemicu gempa) itu bukan dari Sesar Cimandiri kalau kajian BPBD. Kalau Sesar Cimandiri arahnya ke Sesar lembang, yaitu sekitar Sungai Cimandiri diantaranya termasuk Cireunghas. Kalau ke arah sana yang mengarahnya ke Bogor itu sesar Citarik.
Gunung Salak merapi aktif, bagaimana mitigasi bencana yang dibangun Pemkab untuk lingkungan dibawah kaki Gunung Salak?
Kalau berbicara mitigasi bencana terkait gunung aktif itu kan berbeda dengan mitigasi bencana terkait dengan gempa. Uniknya tadi disitu gunung aktif disitu juga ada Sesar Cimandiri dan Citarik. Disitu ada potensi gempa karena sesar, tetapi juga ada potensi gunung berapi. Sehingga mitigasinya ada dua, tetapi paling tidak yang sudah dilakukan bahwa kami sudah memberikan arahan kepada masyarakat melalui kepala desa dalam bentuk pelatihan-pelatih, termasuk merencanakan membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) khusus dalam penanggulangan bencana-bencana di Kabupaten Sukabumi yang terkait, satu adanya gempa yang berpotensi tsunami, yang kedua mau tidak mau ada gunung berapi salah satunya Gunung Gede yang paling jelas. Sebab kalau menurut informasi antara Gunung Salak dengan Gunung Gede itu nyambung. Ini kan yang kita harus waspadai.
Mitigasi itu intinya bagaimana kita mempersiapkan fisik kita, artinya fisik itu infrastruktur, peralatan dan sebagainya. Yang kedua memberikan penyadaran kepada masyarakat. Yang ketiga bagaimana menyiapkan personil-personil baik itu TNI, kepolisian, BPBD, relawan dan sebagainya.
Mitigasi apa yang sudah dilakukan Pemkab khusus di kawasan Gunung Salak dan Halimun?
Kalau secara khusus belum, saya akui dari BPBD belum. Tapi kita membuat mitigasi itu secara umum tetapi per poin, (misalnya) bagaimana kita mitigasi terhadap terjadi reaksi dari gunung berapi, kita buatkan mitigasi itu, kemudian bagaimana kalau gempa kemudian bagaimana kalau pergerakan tanah.
Yang jelas BPBD berbicara mitigasi secara keseluruhan. Karena tadi misalkan Gunung Salak, dari satu sisi di Gunung Salak itu ada Gunung api. Disisi lain ada sumber bencana gempa. Misalkan pergerakan tanah, pergerakan tanah itu banyak tidak sehingga tidak dikhususkan di satu daerah.
Tetapi justru dengan kasus ini, kemudian dikaitkan dengan kasus 16 Maret 2020 ada gempa, ini menjadi bahan pemikiran bagi kita untuk mengedukasi masyarakat disekitar itu.