SUKABUMIUPDATE.com - Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Sukabumi menduga ada jual beli tanah negara di blok Rawabolang, Desa Bojongjengkol, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi. Namun hasil, klarifikasi kepada pihak-pihak terkait, diantaranya pihak Kecamatan Jampang Tengah menyebutkan tidak ada jual beli tanah negara, yang ada kerjasama usaha antara pemilik modal dengan para petani penggarap lahan.
Tujuan kerjasama itu untuk memaksimalkan pemanfaatan tanah negara garapan. Karena selama ini kurang bisa dimanfaatkan oleh petani penggarap secara maksimal karena kekurangan modal.
Ketika disebutkan kerjasama usaha seperti apa aturan serta mekanisnya, berikut wawarancara dengan Asep Sudrajat, pemilik modal yang menjalin kerjasama dengan petani penggarap di acara Live Tamu Mang Koko edisi 5 September 2020.
Apa alasan melaksanakan kerjasama usaha di blok Rawabolang itu?
Tanah disana terlantar, hanya ditanami singkong dan sebagainya. (Padahal) secara potensi bagus, (namun) dalam kategori terlantar ya terlantar. Saya pun tidak berencana (menggarap) seluas itu karena uang terbatas, tapi kita punya anggapan tujuan berkebun itu seperti apa.
Seiring berjalannya waktu, sekarang itu sudah ada lahan yang siap (ditanami) sekitar 20 hektar dari total 30 hektar. Itu tanah negara yang dulunya diklaim PT Bumiloka, karena perjuangan teman-teman SPI hingga kembali kepada status awal sebagai tanah negara. Setelah lepas itu digaraplah oleh masyarakat setempat.
Lahan seluas itu ditanami apa?
Rencana kita tanam pohon jengkol dan petai. Yang sudah siap itu sekarang petai 1500 pohon, jengkol kurang lebih 1300 pohon. Bibit (pohon) sudah dikarantina, karena (saat ini) musim kemarau, kedua untuk tanaman baru tidak boleh langsung tanam, sehingga harus dikarantina dulu agar tanaman bisa melakukan adaptasi lingkungan.
Setelah dikarantina lalu musim hujan baru kita tanam. Ditanam kira-kira di bulan 11 (November). Kenapa jengkol, karena berada di Desa Bojongjengkol, jadi saya ingin memperkuat nama daerah itu dengan tanaman itu. Secara nilai, jengkol itu ekonomis. Sekarang harga jengkol saja Rp 50 ribu perkilo.
Berapa petani penggarap yang ikut kerjasama dengan pak Asep ini?
Jadi untuk sekarang itu yang membantu di kebun sekitar 30 orang. Ibu-ibu yang sudah ada kurang lebih 13 orang sisanya bapak-bapak. Mereka kerja separuh waktu sampai dzuhur. Mekanismenya dari yang sekian ribu pohon petai dan jengkol itu, yang 10 persen haknya untuk masyarakat setempat. Adapun nanti pengelolaanya itu dimusyawarahkan apa oleh desa atau RT setempat, itu silahkan.
Kemudian untuk tanaman jangka pendek, karena kita tanam segala macam diantaranya jahe, itu sudah saya bagi perkelompok. Misalnya kelompok ini misalnya 5 orang, untuk tanaman jangka pendek ini (petani penggarap) yang kerja nanti kita upah. Persiapan lahan, nanti pada saat penanaman kita upah. Saat pemupukan kita upah.
Konsepnya yang mengurus kebun ini itu mendapatkan 10 persen. Adapun nanti besarannya tergantung dari kerajinan mereka. Jadi yang saya ciptakan ini pola persaingan yang positif. Mereka bisa merawat agar bagaimana caranya tanaman ini tumbuh bagus. Dengan pola seperti ini masyarakat merasa memiliki.
Sejauh apa persiapannya?
Lahan sudah dipersiapkan, pemupukan menggunakan pupuk kandang di lahan saja sudah mencapai 6 ribu karung. Notabenya kita berdayakan masyarakat setempat. Pupuk kandang itu dari petani-petani disana.
Tujuannya dari ini semua apa yang ingin dicapai?
Kalau secara pribadi kita bicara bisnis. Tapi dalam arti kata, saling menguntungkan. Dalam arti kata masyarakat tidak dirugikan. Tanaman jangka pendek yang menghasilkan yang ditanam itu jahe dan lada. Untuk tanaman buah yang ditanam, alpukat, durian, petai, jengkol. Kenapa saya optimis (menggarap lahan di blok Rawabolang) dalam satu tahun saya bisa beberapa panen. Saat musim jengkol kita ikut panen, saat musim petai kita ikut panen, lada ikut panen, jahe ikut panen.