SUKABUMIUPDATE.com - Pemkab Sukabumi mengentikan sementara pelayanan jaminan persalinan atau Jampersal. Alasannya DAK non fisik tahun 2020 yang dialokasikan di Dinas Kesehatan (Dinkes) sudah tidak lagi mencukupi lagi.
Di tengah pandemi Covid-19, kenapa Jampersal yang memberikan jaminan pembiayaan untuk warga miskin atau warga tidak mampu dihentikan. Padahal Jampersal ini bertujuan untuk menekan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
Apa tanggapan dari pemerintah dan pihak DPRD. Berikut adalah wawancara bersama Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Kabupaten Sukabumi Harun Al Rasyid dan Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi Agus Zen di acara Live Tamu Mang Koko, Sabtu (11/7/2020) di kantor sukabumiupdate.com.
Kepada Pak Kadis, kenapa layanan Jampersal ini dihentikan per tanggal 20 Juli 2020 ?
Berbicara jaminan kesehatan nasional tentu ada dua hal, pertama kita berbicara mengenai KIS yang kedua akan berbicara Jampersal. Tentunya ketika berbicara pada KIS, pada BPJS pada Jampersal tentunya kita harus melihat secara utuh dan menyeluruh. Anggaran yang untuk KIS itu bisa didapatkan pertama bersumber dari APBN yang termasuk didalamnnya DAK atau pun dana alokasi non fisik dari pusat. Kemudian yang kedua bisa bersumber dari bantuan keuanganan provinsi yang untuk kepesertaan BPJS atau KIS melalui Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Yang ketiga tentunya akan berbicara mengenai Jampersal. Rumusan dari Jampersal adalah merupakan satu program pemerintah pusat di dalam mempercepat (atau) akselerasi penurunan angka kematian ibu, angka kematian bayi yang didalamnya bagaimana supaya mencegah keterlambatan di dalam penanganan. Yang kedua akan lebih terarah pasca lahir hingga masa nipas. Yang ketiga akan berbicara tentang bayi yang baru lahir dari 0 hari sampai 28 hari itu yang dibiaya oleh Jampersal.
Saya ingin mempertegas, yang dimaksud penghentian sementara untuk pemberian pelayanan yang bersumber untuk Jampersal dari pusat bukan pemberhentian pelayanan. Tapi merupakan pemberitahuan kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama, yang kedua kepada fasiltas pelayanan tingkat pertama swasta termasuk daripada praktek mandiri kemudian yang untuk rumah sakit, bahwa anggaran yang besarnya Rp 10 miliar dari Jampersal itu pada kedudukan bulan Juni 2020 ini sudah dinyatakan habis.
Otomatis anggapan daripada masyarakat, anggapan dari pengamat-pengamant maupun LSM, media bahwa ini adalah penghentian pelayanan Jampersal. Itu bukan. Saya nyatakan itu bukan penghentian pelayanan, tapi ini bagian daripada mekanisme.
Sebab yang disebut anggaran yang bersumber dari pusat dalam hal ini dari DAK non fisik, sifatnya tidak fleksibel dan sifatnya mutlak. Bahwa kalau sudah habis berarti tidak bisa memindahkan dari anggaran DAK fisik dipindahkan ke non fisik.
Ada rincian anggarannnya?
Saya bacakan saja, yang bulan Juni yang sudah dibayarkan untuk pelayanan kepada sejumlah 3.850 jiwa dengan besaran anggaran yang dikeluarkan diangka Rp 8 Miliar lebih. Jadi anggaran yang tersisa Rp 1 miliar lebih, tapi ini juga harus dibayarkan kepada 457 rekomendasi yang belum lahir, sehingga kalau dikalpulasikan dari 457 dengan budget anggaran estimasi per pertolongan persalinan diangka Rp 2,4 juta maka itu jatuh diangka Rp 1, 098.000.000. Jadi ada sisa kalau tidak salah Rp 248 juta. Dan itu pun sangat riskan kalau misalnya Jampersal ini anggarannya dihentikan rekomendasinya. Bukan pelayanannya (tapi) rekomendasinya.
Kenapa dihentikan rekomendasi, karena sifatnya anggaran yang untuk Jampersal ini beda dengan APBD. APBD misalnya habis pada anggaran murni, bisa ditambah diperubahan. Tapi yang ini tidak bisa, itu mengikat. Jadi dari jumlah 3.850 ini, rumah sakit yang sudah dibayar diangka 2.144 jiwa. Yang kedua puskemas diangka 1.423 pertolongan kemudian yang praktek mandiri diangka 283. Jadi yang 457 ini adalah rekomendasi yang sudah disiapkan, yang untuk menolong persalinan yang tanggal kelahirannya sudah ada.
Kita sudah ada mekanisme, misalnya seseorang dinyatakan hamil jadi taksiran persalinannya tanggal berapa. Jadi sebelum taksiran dibuat, jadi mekanisme sudah dibuatkan rekomendasi siapa-sapa saja. Makanya jadi jangan terlalu khawatir bahwa yang 457 yang sudah masuk rekomendasinya itu dijamin (terlayani sebab ada anggaran) Rp 1 miliar lebih.
Apa Dinkes menjamin bahwa pelayanan tetap berjalan meskipun anggaran habis?
Surat yang saya tujukan ini adalah pemberitahuan kepada fasilitas pemberi pelayanan baik tingkatan pertama maupun lanjutan untuk mengetahui dan segera, kalau yang belum dibayarkan mengklaimkan kegiatan yang bersumber dari Jampesal. Yang keduanya memberikan suatu kepastian kepada masyarakat, bahwa walaupun yang tidak mempunyai asuransi yang tidak memiliki jaminan kesehatan, PBI JKN ataupun yang lainnya, itu dipastikan akan terlayani seluruhnya oleh pemberi pelayanan.
Saya nyatakan disini, yang diberhentikan itu bukan pelayannya. Yang dihentikan itu adalah rekomendasinya. Saya sudah instruksikan kepada seluruh kepala puskemas jangan sekali-kali memberhentikan pelayanan akibat Jampersal tidak ada.
Kita selaku SKPD yang terkait di dalam bidang kesehatan ini akan bertanggungjawab dan memastikan bahwa pelayanan kepada masyarakat miskin ataupun yang berhubungan dengan penangana kepada Covid-19 ini atau yang dikenal dengan Misbar atau miskin baru akan tetap dilayani. Saya paham ketika di pandemi ini ada yang di PHK, ada yang penghasilannya berkurang.
Kepada pak dewan, sejauh mana DPRD mengetahui tentang Jampersal ini atau tahu dari medsos?
Terus terang kami di Komisi IV tidak mengetahui sama sekali kondisi yang hari ini terjadi di Dinas Kesehatan. Padahal sejatinya kan gini Komisi IV mitra yang bisa bersinergi untuk bisa memberikan pelayan yang terbaik untuk masyarakat. Tapi kebijakan ini agar timpang, jalan sebelah, karena yang muncul justru di medsos. Padahal Komisi IV yang dekat dengan Dinas Kesehatan. Ini mungkin yang menjadi pertanyaan kepada dinas kesehatan.
Yang kedua Komisi IV itu terus melihat perkembangan kondisi pelayanan ini di Dinas Kesehatan, tetapi untuk hal ini, Jampersal ini justru atas usulan dari kawan-kawan dari Pak Andri (anggota DPRD Kabupaten Sukabumi) Fraksi PPP yang menyatakan ada surat edaran diberhentikannya (layanan Jampersal), kami juga kaget kok bisa? Karena begini, ini melalui perencanaan dan penganggaran serta pelaksanaan dan pengawasan yang baik.
Karena begini, di bidang kesehatan itu, Dinas Kesehatan melakukan break down RPJMD, yang di Perbupkan oleh Bupati tahun 2018. Dinas Kesehatan punya strategi atau rencana strategis pelayanan dan salah satu standarnya melalui Standar Pelayanan Minimal (SPM). SPM itu adalah satu kesatuan yang tidak bisa dilepaskan dari kinerja Dinas Kesehatan karena memang melekat disitu, salah satunya adalah jaminan pelayanan kesehatan untuk persalinan. Itu targetnya harus 100 persen harus dilaksanakan, mau tidak mau.
Pemberhentian (pelayanan Jampersal) ini meskipun akan dicover berikutnya, tapi ada sedikit cacat edaran. Secara birokrasi seharusnya ini dikomunikasikan dengan Komisi IV.
Cacat yang dimaksud apa itu?
Karena begini ada ranah kebijakan, ada kinerja program dan kinerja pelaksanaan. Kebijakan itu dilakukan oleh pimpinan sebetulnya, pimpinan daerah atau pimpinan DPRD. Dalam hal ini kami di komisi IV ada pimpinan seharusnya dilakukan sebuah komunikasi bagaimana kebijakan ini bisa dilakukan.
Dinas Kesehatan itu punya kinerja program, bagaimana program itu yang baik kemudian bisa menyerap visi misi. Kemudian pelaksanan dilakukan oleh kepala bidang, kepala seksi dan sebagainya jadi semua punya fungsi yang sistematis dan memang terukur. Saya masih bertanya-tanya (mengenai) kebijakan (penghentian pelayan Jampersal) diambil langkah dan komunikasinya dengan siapa?
Meskipun ini anggaran dari pusat, tetap (DPRD) kita punya fungsi pengawasan fungsi budgeting dan fungsi pembuatan peraturan daerah. Apapun yang menjadi kebijakan pemerintah daerah harus dilibatkan DPRD.
Kalau sistem perencanaan nasional dengan daerah itu kan terintergrasi. Karena satu sama lain tidak bisa terpisahkan. Karena daerah itu ujung tombak pembangunan pemerintah di pusat, jadi keberhasilan di daerah juga itu terdampak kepada keberhasilan di pusat. Begitu juga keberhasilan di pusat bahwa daerah itu berhasil membangun.
Makanya begini konteks perencanaan, terlepas dari teknis itu memang rumit dan sebagainya ini adalah amanat undang-undang. Perencanaan itu adalah suatu upaya dimana proses tindakan yang akan dilakukan di masa depan itu dilakukan dengan cara yang tepat sesuai dengan urutan yang prioritas kemudian disesuaikan dengan kondisi keuangan yang ada.
Bagi kami ini tidak ada masalah (karena) sudah ada solusi. Bagi masyarakat, pelayanan harus tetap ada. Dinamika yang hadir hari ini jadi pembelajaran, mau tidak mau peraturan ini diatur oleh undang-undang dan dalam pengelolaan keuangan, ada hal yang mesti kita ketahui pertama perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.