SUKABUMIUPDATE.com - Masyarakat yang tinggal di atas lahan milik PT KAI meminta pemerintah Kabupaten Sukabumi dapat secara rutin memberikan informasi terkait perkembangan pembangunan proyek jalur ganda atau doubel track KA.
Warga tidak ingin ketika tidak ada kepastian, tiba-tiba saja masyarakat mendadak digusur. Selain berharap aktif dengan terus-menerus memberikan informasi, pemerintah pun diminta menyediakan tempat relokasi.
Seperti apa solusi dari pemerintah dan bagaimana sikap masyarakat dengan ketidakpastian kapan pelaksanaan double track KA itu? Berikut wawancara bersama Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi Yudha Sukmagara, Kasi Rumah Susun Dinas Perkim Kabupaten Sukabumi Esa Nugraha Putra dan Ketua Forum Komunikasi Warga Cibadak Terdampak Langsung Double Track Noerman AR, dalam acara Tamu Mang Koko.
Kepada Kang Noerman, tahapan sosialisasi double track di Kecamatan Cibadak sampai mana?
Tahapan sekarang itu sudah memasuki tahap kedua. Dimana tahap pertama melakukan verifikasi dari tim PT KAI dan Dinas Perhubungan (Dishub) yang waktu itu (warga ) satu kelurahan (Cibadak) dikumpulkan. Kemudian berlanjut tim survei yang masuk 26 Januari 2020. (Survei dilakukan untuk) mendata semua, dari mulai (jumlah) kepala keluarga jenis rumahnya hingga fasilitas-fasilitas yang dimiliki masyarakat yang nantinya diganti.
Sampai saat ini tahapan berikutnya belum, (tahap berikutnya) memverifikasi mana yang terdampak mana yang tidak.
Data yang dimiliki oleh PT KAI yang terdampak double track disampaikan kepada warga tidak?
Dari PT KAI sendiri belum, dalam hal ini (data jumlah yang terkena dampak double track) diberikan ke dinas terkait atau kelurahan.
Warga Cibadak kabarnya melakukan pendataan sendiri, berapa jumlah yang terdampak?
Yang diupdate menurut data kami (jumlah) Kepala Keluarga (KK) lebih 1.200 (yang terdampak double track), kalau jiwa bisa mencapai 5.000 jiwa (di Kecamatan Cibadak yang terkena double track). Di Kecamatan Cibadak ada empat desa satu kelurahan yang bakal terdampak double track.
Apa yang dilakukan warga ketika belum adanya kepastian double track?
Saat ini kami bingung, kami hanya bisa menyampaikan inspirasi kami melalui dewan. Hal itu sudah disampaikan lewat komisi II (DPRD Kabupaten sukabumi), Komisi IV, dalam hal ini juga disampaikan kepada Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi Yudha Sukmagara. Pak Yudha sendiri yang mensupport. Jadi menurut saya langkah ini baru satu kaki yang berjalan. Dan sejak kedatangan dari Perkimsih maupun dari dinas (terkait) belum ada langkah signifikan terutama dari Pemda (soal rencana double track).
Di Cibadak sudah berapa lama warga menempati lahan KAI itu?
Paling sebentar 10 tahun paling lama 50 tahun. Kebetulan mereka itu tinggal disana bukan serta merta karena kakeknya neneknya juga tinggal disana.
Seperti apa keadaan warga akibat ketidakpastianlalu tempat relokasi yang diinginkan warga konsepnya bagaimana?
Dengan ketidakpastian (warga) resah dan (akibat) memikirkan itu ada yang sakit bahkan sampai meninggal. Warga disana (dekat rel) ekonomi menengah ke bawah yang dekat pasar yang kerja di pasar. Seandainya relokasi terlalu jauh akan bermasalah juga.
Untuk pencairan kerohiman, kami diberikan waktu satu minggu (untuk cari rumah setelah menerima uang kerohiman) sangat tidak logik bagi kami. Makanya dari sekarang kita harus mulai (persiapan). Kami, warga Cibadak sudah menentukan titik-titik lokasi tanah (untuk relokasi) bahkan warga sudah membantu menegosiasi dengan pemilik lahannya.
Sebenarnya tinggal sinkronisasi semua. Kita bantu semua. Lokasi sudah ada tinggal menegosiasi saja. Kalau pemerintah akan memulai langkah dengan berpatokan pada diterimanya uang kerohiman kepada masyarakat, maka bubar semua. Satu minggu dari diterima uang kerohiman itu, kita harus mengosongkan bangunan. Pemeritah bisa tidak dalam satu minggu membuat bangunan sebegitu banyak.
Uang kerohiman cukup tidak beli tanah?
Kita ada simulasi untuk uang kerohiman, kalau pun nanti ada developer atau siapapun (yang membangun rumah untuk warga yang tergusur double track) tolong dipermudah perizinannya. Satu, katanya uang izin prinsip sampai lima persen, bisa tidak sampai nol. Otomatis (bila izin prinsip sampai nol) harga beli kami (warga yang tergusur double track) jadi rendah.
Kedua kalau memang ada perumahan komunitas itu, fasos fasumnya dijamin oleh pemerintah. Kami dari warga akan ikut yang terbaik dari kami.
Harapannya kepada pemerintah?
Masyarakat butuh kepastian yang kedua meminta langkah konkret dan jelas progresnya seperti apa karena ini yang ditunggu-tunggu sama masyarakat. Jangan sampai masyarakat itu penuh ketidakpastian. Masyarakat (inginnya) dibangun dulu baru kita baru pindah. Kami sangat mendukung double track.
Kepada Pak Esa, tentang keterlibatan dinas di proyek double track ini seperti apa?
Jadi SOP yang kami punya, Pemkab itu mulai action ketika pencarian kerohiman itu sudah terjadi antara PT KAI dengan masyarakat. Jadi bukan kita tidak terlibat. SOP kita memang terjadi setelah kerohiman itu terselesaikan, kemudian masyarakat mulai memilih. Masyarakat akan membeli rumah beli ke developer atau punya lahan bangun sendiri atau masyarakat membentuk komunitas ingin punya perumahan sendiri.
Dititik itulah ketika masyarakat sudah mulai memutuskan kita masuk. Jadi batas kita memang hubungan masyarakat dengan PT KAI selesai.
Kalau Perkimsih punya data yang terdampak double track?
Data itu ada di kami, hanya data belum sampai kepada (keputusan masyarakat memilih) ke komunitas, beli ke develover atau mau bangun (rumah) sendiri. Setelah data kami terima kemudian verifikasi mulailah fasilitator membantu, apabila masyarakat memilih) ke developer salurannya ke BP2BT, kalau dengan ke komunitas ada lagi dengan pembangunan baru.
Banyak pilihan yang ditawarkan Perkim tentang solusi warga yang terdampak double track ini, ada model sederhana?
Kita akan coba terangkan satu model, adalah ketika kita mengurus di Desa Sundawenang, Kecamatan Parungkuda. Kita dan Kepala Desa Sundawenang sudah mempersiapkan konsep jadi mereka sudah menyediakan lahan (untuk warga yang terdampak double track). Jadi warga sudah mempersiapkan lahan walaupun tidak punya uang. Ada tiga titik diantaranya di daerah angkrong, jadi itu belum dibayar tapi masyarakat sudah berkomitmen dengan yang punya tanah. (Komitmennya) bahwa apabila mereka dibayar kerohiman mereka akan langsung membayar.
Kemudian pak Kades Sundawenang meminta Perkim melihat lahan itu karena untuk program tadi. Begitu pencairan terjadi, Dinas Perkim harus sudah siap, siapnya gimana. Siapnya kita dan masyarakat sudah mempersiapkan skema. Skemanya itu mana masyarakat yang akan bergerak dalam komunitas, mana masyarakat yang akan membeli developer.
Kita lebih konsen ke komunitas dan kita kembali ke Desa Sundawenang. Mereka (warga Desa Sundawenang yang kena dampak double track) sudah punya lahan, mereka sudah bikin side plan. Side plannya kita yang koreksi. Atas dasar sideplan itu kita membentuk komunitas, karena aturannya begitu. Komunitas yang diaktekan ditandatangani oleh bupati karena Kementerian PUPR nuntut itu. Jumlahnya 50 KK yang tinggal dalam satu hamparan.
Jadi sebelum kerohiman datang side plan sudah selesai, kenapa ini sangat penting. Karena nanti begitu kerohiman cair, tanah yang mereka miliki bisa cepat disertifikatkan karena tanpa sertifikat Kementerian tidak mau mencairkan.
Kepada pak Yudha, sejauh mana perkembangan double track yang diterima DPRD?
Diawal Bulan Oktober 2019 sudah ada perbincangan dengan pemerintah daerah. Kami sangat konsen, diawal itu kami melihat bahwa akan ada pembangunan (infrastuktur) nasional yaitu double track. Secara prinsip kita sepakat dan sangat setuju dan mendukung pembangunan double track tersebut karena secara multiplier efek pastinya akan memberikan multiplier efek positif saya rasa untuk Kabupaten sukabumi. Tetapi disini lain kami melihat bahwa ada sebuah dampak terhadap sosial. Terutama pada masyarakat-masyarakat yang saat ini menduduki daripada tanah milik PT KAI.
Masyarakat sudah mengakui bahwa betul itu adalah tanah milik PT KAI. Tapi ada sebuah solusi yang ditawarkan oleh PT Kereta Api uang pengganti atau kerohiman. Tapi kami melihat dari sisi pandang DPRD, bahwa masyarakat ini perlu adanya sebuah penggiringan agar apa yang dilakukan PT KAI berupa uang kerohiman itu bisa tepat sasaran dan tepat guna. Jangan sampai nanti, uang kerohiman ini diberikan eh nanti masyarakat nantinya tidak punya rumah.
Saya pun apresiasi apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah hanya saja hal ini belum maksimal. Karena memang seharusnya tidak mepet di last minute tapi dari awal sudah prevektif. Jadi dengan adanya proyek (infrastuktur) nasional ini pastikan pembicaraan sudah dari awal-awal.
Karena kami melihat yang pertama banyak sekolahan yang terkena dampak. Ini pun jadi permasalahan. Sangat kami tidak inginkan anak-anak tidak sekolah karena adanya sebuah pembangunan. Disisi lain ada masyarakat yang galau terkena dampak. Terjadilah sebuah opini liar bahwa masyarakat tidak diberikan sebuah fasilitas oleh pemerintah daerah. Makanya masyarakat datang ke kami selaku DPRD Kabupaten Sukabumi, masyarakat minta apa yang harus kami lakukan.
Jadi saya mencoba melihat bahwa sisi ini harus ada cepat dan juga disini saya melihat harus ada kerja tuntas dikarenakan waktunya sangat minim. Saya dapat informasi Februari ini harus sudah kelar ternyata dilapangan ini belum ada sesuatu yang dijadikan pegangan oleh masyarakat.
Disini perlu adanya sinkronisasi dan sinergisitas. Tadi 1.200 Kepala Keluarga (KK) ini hanya Kecamatan Cibadak. Disisi lain ada daerah-daerah yang kena dampak ini.
Masalah ini sangat komplek, saya rasa ini perlu duduk bersama. Karena apapun yang terjadi jangan sampai ada bahasa-bahasa, sudah lah ini dapat kerohiman yang penting PT KAI kan sudah bertanggungjawab. Ini kan masyarakat kita, saya rasa perlu ada guidance, jangan menunggu apa keinginan masyarakat. Tapi beri masyarakat guidance, sebuah platfoam, saya rasa masyarakat Kabupaten Sukabumi pemikirannya cukup maju, tinggal kita mempunyai platfoam, saya yakin masyarakat akan senang dan pemerintah daerah pun akan berwibawa.
Apa ada niatan Pemkab bersama DPRD menanyakan langsung ke pemerintah pusat soal adanya kepastian kapan dilaksanakan double track?
Saya sebetulnya sudah komunikasi dengan Sekda, setiap rapat pun kita selalu berbiacara tentang double track ini. Ada yang menarik adalah masyarakat yang 1.200 KK ini lah seperti contoh, mereka siap diberi kerohiman, mereka siap direlokasi. Pertanyaannya tanahnya dimana, siapa yang membangun, anggarannya dari mana?
Pemerintah daerah harus sangat berhati-hati karena ini berbicara mengenai anggaran. Disisi lain, solusi-solusi yang baik perlu adanya terobosan, perlu adanya visionary, tidak hanya monoton berbicara mengenai anggaran saja. Apakah perlu konsep perlu konsep Rusunami atau Rusunawa. Tanahnya kecil tapi naik ke atas disitu akan menjadi sebuah komplek baru nantinya bisa jadikan menjadi daerah tumbuh. Bisa dibikinkan sekolah disitu (jadi tempat) terintergrasi.
Ini salah satu solusi saya rasa. Sudah ada sebenarnya rusun yang ada di Sukabumi seperti rusun ASN seperti yang ada di Palabuhanratu.
Saya meminta kepada masyarakat untuk tidak khawatir, berikan kesempatan kepada pemerintah untuk konsentrasi memecah kendala. Jadi jangan khawatir kami akan selalu mengawal keinginan-keinginan masyarakat dalam hal masyarakat yang terkena dampak double track.