SUKABUMIUPDATE.com - Forum Komunikasi Doa Bangsa (FKDB) saat ini sukses mencetak 4.905 pelaku usaha dan membina 227 usaha yang tersebar di 28 provinsi. Semua pelaku usaha itu berkomitmen mendukung kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di bawah Yayasan Pembina Pendidikan Doa Bangsa (YPPDB). Lalu apa rahasia mengkolaborasikan sektor ekonomi dengan pendidikan, berikut wawancara dengan Ketua Umum FKDB H Ayep Zaki di acara Tamu Mang Koko.
15 tahun lebih membangun FKDB ini, ceritakan sejarahnya?
Itu berawal dari tanggal 10 Januari 2005 tepatnya hari Senin. Itulah tonggak sejarah menentukan kita bergerak di sektor pendidikan maupun ekonomi. Yang awalnya bergerak pada sektor ekonomi dulu sejak 2005, kemudian Januari, Februari, bulan Maret kita membuka (sebuah) penggilangan padi di Pasir Jati Desa Ciheulangtonggoh, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi.
Setelah itu bulan April saya pergi ke Kalimantan dalam rangka survei (untuk menjalankan usaha). Tepatnya di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Disitulah kita menganalisa, mengassessment apa yang harus saya kerjakan pada waktu itu.
Cerita dong bagaimana Pak Ayep memberdayakan atau mengajak pelaku usaha yang hari ini jumlahnya luar biasa banyak?
Sebetulnya ini kan keluar dari DNA saya sendiri. DNA ini memang membina. Jadi sejak dulu saya berkarir di pendidikan, saya sebagai tenaga pengajar. Saya memang membina anak-anak untuk bekerja di unit-unit produksi dan sekarang anak-anak yang saya didik sudah memiliki usaha-usaha di berbagai wilayah. Tahun 1994 saya mendirikan (perusahaan) namanya Alpido Mitra Baja. (Dari usaha yang dijalankan) tahun Agustus 1997 saya mendapatkan penghargaan Upakarti termuda pada waktu itu.
Pak Ayep mengelola usaha penggilang padi, kemudian unit usaha apa lagi yang dikelola?
Saya ke Kalimantan karena basis yang saya bawa dari sini (Sukabumi) tentu saja bukan pengusaha yang sudah berhasil. Yang kedua bukan juga (dari) latar pendidikan yang artinya (bukan dari) tingkat SLTA yang berhasil atau perguruan tinggi, tidak ada. Justru latar pendidikan pun sangat rendah, yang belum berhasil. Teman-teman yang di Sukabumi yang belum berhasil saya ajak ke sana. Kalau istilah Kalimantan itu waday, waday ini adalah kuliner makanan-makanan kecil. Pertama kita buka (usaha di Kalimantan Selatan) itu adalah waday, (waday) itu kalau disini goreng pisang, kroket, bala-bala.
Kalau merambah ke usaha tempe?
Sebenarnya basis tempe ini (dirintis sejak buka) penggilingan padi. Pernah gak kenal dengan kompor SBY? Tahun 2005 ada namanya kompor SBY. Dengan uji coba kompor SBY ini saya membikin tempe di penggilangan padi, (selain membuat juga) saya sendiri yang mengajarinya. Pada waktu itu namanya saudara Ropin yang saya ajarin.
Begitu masuk ke Kalimantan Selatan tepatnya di Kampung Jorong, sekarang kecamatan, saya bikin tempe awal disitu dan begitu bikin (hasilnya) gagal. Bikin lagi, gagal lagi (tapi) terus (mencoba) sampai ketemu clue (dan berhasil membuat tempe). Saat ini tempe yang punya unggulan dan sekarang ada 82 titik usaha khusus tempe di Indonesia.
Apa motivasi mengumpulkan pelaku usaha jadi perkumpulan badan hukum?
Hidup ini pasang surut, 2013 kita mengalami satu guncangan ekonomi yang maha dahsyat. Pada tahun 2014-2015 saya sudah menyadari bahwa guncangan ini harus ada solusinya. (Setelah) menganalisa dan mengassessment, maka kita harus ada payung hukum pada waktu itu. Sehingga tepat pada 4 November 2015 kita mendirikan payung hukum namanya FKDB, yang mengikat semua titik-titik UKM yang dibangun sejak 2005 yang masih tersisa, karena (akibat) kejadian 2013 ada (usaha) yang mundur hampir tidak kurang dari 60 persen. Dari 40 persen, yang 20 persen juga hidup segan mati tak mau. Kemudian yang masih komit 20 persen, yang 20 persen ini masuk ke FKDB.
Dan memang FKDB dibuat dari awal ini hanya dua atau dwi program, yang pertama pendidikan yang keduanya ekonomi. Kalau pendidikan sejak 2010, kalau pendidikan harus ada yayasan maka yayasannya Yayasan Pembina Pendidikan Doa Bangsa (YPPDB).
Yang ingin kita tahu, bagaimana FKDB membina anggotanya?
Ini sangat panjang sekali, tentu awalnya yang punya satu visi dan misi kebangsaan yang berlandaskan Pancasila, Undang-Undang 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, diimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Jadi sederhana saja seperti itu. Ini berbicara implementasi bukan bicara teoritis dan lain sebagainya. Dari awal mari kita bergerak kalau hanya di Sukabumi saja, kondisinya seperti ini tantangannya kurang.
Apa sebenarnya modal utama dari FKDB itu?
Pertama adalah DNA saya sendiri, komitmen, kemudian saya memang berjiwa sosial. Saya tidak bisa pintar (buat) saya sendiri. Saya kaya raya sendiri tidak bisa. Jadi saya harus kaya bersama kawan-kawan saya, saya harus pintar juga (harus) sama-sama. Semua ilmu yang saya miliki saya serahkan kepada semua. Begitu juga teknis bagaimana berusaha. Ini berlaku bukan hanya untuk anggota FKDB, diluar anggota FKDB juga. Contoh hari ini mudah-mudahan Allah memberikan kepastian bahwa kami bekerjasama dengan kurang lebih 20 bumdes di Kabupaten Sukabumi. Sudah melakukan MoU dengan FKDB untuk membangun ekosistem ekonomi kerakyatan.
Yang kedua adalah ini kan kelanjutan, 2005 ini kelanjutan dari hidup saya dari 1989. Saya masuk ke Sukabumi, mengajar di SMKN Sukabumi, Jalan Kabandungan, tahun 1989. Dari perjalanan ini kan ada sesuatu yang berbuat baik atau berbuat benar. Disini terimplementasi bagaimana sih berekonomi secara benar, bagaimana sih pembukuan secara benar juga hubungan sosial secara benar. Nah ini yang mendasarinya, semua secara benar, semua seperti itu. Kalau saya jahat sudah dipastikan, tidak ada satu pun yang mau bersama saya. Fakta-fakta inilah yang ada pada diri saya sendiri, kita berusaha berbuat baik terhadap semua orang. Baik ini diimplementasikan dengan kerja, baik ini kita implementasikan dengan hubungan. Dan kepada semua orang (saya berpikir) positif.
Bagaimana pak Ayep Zaki memandang kerja keras sebab ada orang yang bekerja keras tapi tak pernah sukses?
Saya ingat betul tahun 1989 saya masuk ke Sukabumi. Dan pada waktu itu gaji saya itu Rp 90 ribu tahun 90'an (sebagai) pegawai negeri tapi pendapatan saya (dari usaha yang dijalankan) dalam empat jam bisa Rp 250 ribu, karena kerja keras. Dan ilmu yang sedikit itu saya kembangan terus sehingga pada waktu itu saya bisa membangun pabrik Alpindo Mitra Baja.
Bagaimana meyakinkan pelaku usaha itu bahwa sebagian hasil usahanya itu disisihkan untuk pendidikan?
Dari awal sudah komitmen. Asalnya 2005 tidak ada komitmen itu, makanya 2013 sejak ada guncangan itu, sejak 4 November 2015 dibuat komitmen ini. Ada perjanjiannya sekian persen namanya sodakoh jariyah (dari kegiatan usaha itu) diserahkan kepada FKDB. Dari FKDB diserahkan ke Yayasan Pembina Pendidikan Doa Bangsa (YPPDB). Yang sekarang kita berkontribusi kepada pendidikan ini Rp 800 juta perbulan. (Lembaga pendidikannya) PAUD sekitar 17 di dalamnya TK, Kelompok Bermain (Kober), TPA, sebuah SMP, sebuah SMA, sebuah SMK dan tiga LKP.
Sejak terjadi guncangan itu, 60 persen perusahaan mundur dan hanya tersisa 40 persen sedangkan 20 persen perusahaan yang komit, bagaimana yang 20 persen bisa sampai maju seperti ini?
Umpamanya ada 200 titik usaha. Saya hanya membina lima titik usaha yang sungguh-sungguh. Dan yang lima ini berkomitmen dan membina ke bawahnya. Pastikan UKM ini untung, pastikan yang kerja di UKM ini cukup hidupnya. Apabila ini terpenuhi dengan keuntungan itu maka dia (usaha) akan terus berlanjutkan. Basis dari UKM itu siap jujur, kalau menjadi anggota (FKDB) yang sudah tetap artinya sudah di atas lima tahun, kita support pendanaan, manajeman dan pasar. Tetap ini intergritasnya sudah teruji, maka jaminan modal, manajeman, jaminan toolnya, pasar termasuk orangnya kita support.
Apa yang ingin disampaikan kepada masyarakat?
Untuk seluruh masyarakat dimana saja berada, kita harus selalu optimis. Dan rasa optimis ini diimplementasikan dengan kerja kerja. Apapun yang dikerjakan hari ini sewaktu-waktu bisa dilakukan bersama FKDB.