SUKABUMIUPDATE.com - Inka Susilawati, gadis berusia 20 tahun asal Kampung Ciawitali Desa Damarraja, Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi ini pantas berbangga hati. Ia baru saja mengantarkan skuad Maung Geulis jadi kampiun Liga 1 Putri 2019. Persib Putri merebut tropi kasta tertinggi liga sepakbola Indonesia setelah mengalahkan Tira Persikabo Putri 3-1 di Stadion Pakansari Bogor, Sabtu 28 Desember 2019 lalu.
Prestasinya itu sontak membawa euforia warga Sukabumi, khususnya warga di kampung halamannya Warungkiara. Apalagi klub Persib Bandung adalah salah satu klub yang diidolakan oleh Inka, maupun para Bobotoh se-Sukabumi. Alhasil ketika Inka pulang kampung, iring-iringan Bobotoh turut menyambut kepulangannya.
Namun di balik prestasinya itu, bagaimana perjuangan yang sudah Inka lalui sejak ia meniti karir sebagai pesepakbola wanita? Untuk mengupas tuntas perjuangan tersebut, Inka turut dihadirkan dalam acara Talkshow Tamu Mang Koko di kantor redaksi sukabumiupdate.com, Sabtu (4/1/2020). Bagaimana kisahnya? Simak wawancara berikut.
Bagaimana perasaan Inka setelah menjadi bagian dari kemenangan Persib Putri?
Seneng banget. Soalnya dari kecil kalau misalkan Persib main suka penasaran, ini tim Persib Putri ada enggak ya. Terus dari kecil itu kalau lihat Persib kalah, saya di sekolah suka murung. Tapi kalau Persib menang, saya gembira di sekolah. Terus waktu kecil saya punya mimpi kalau sudah dewasa nanti mau jadi bagian dari Tim Persib Putri. Pokoknya Persib itu greget banget.
Tanggal 30 Desember 2019 di jalan pulang, sampai ke rumah tanggal 31 Desember 2019 jam 3 dini hari. Tanggal 31 itu konvoi Bobotoh.
Dikontrak Persib Putri untuk berapa musim?
Sekarang satu musim dulu. Nanti kalau mainnya bagus, layak untuk Tim Persib Putri, diperpanjang lagi kontraknya. Liga putri kemarin mainnya home away kan. Empat kali main itu home away. Babak penyisihan kita main 16 kali. Satu minggu itu main terus aja. Jedanya terlalu sempit. Belum Semi Final dan Final home away juga. Aku main 8-10 kali. Terus kemarin pas lawan Persija sempat cetak gol, tapi akibatnya cidera.
Bagaimana awal mula Inka hobi sepakbola?
Awalnya ikut-ikutan. Kelas 3 SD pulang sekolah ganti baju, terus main bola. Kadang saya suka beli bola sendiri. Bola plastik. Yang main kan laki-laki, tapi ada satu teman cewek jadi kalau main ada temannya.
Itu berlanjut, saya SMP juga main sepakbola didikan Pak Faisal di SMP PGRI Warungkiara. Ikut Pak Faisal di Ladies Football Indonesia (LFC). Di situ mulai latihan. Dari teman-teman seangkatan yang bertahan tinggal saya, karena yang lain ada yang kerja juga. Tapi saya tetap bertahan, saya penasaran karir sepakbola saya sampai mana.
Bagaimana Inka bisa sampai di Tim Persib Putri?
Awalnya LFC runner up Liga Nusantara. Di Futsal. Dari situ semangat Pak Faisal semakin tinggi. Terus begitu ada surat seleksi Jabar untuk Pra PON. Anak LFC semuanya diajak sama Pak Faisal. Waktu itu kalau enggak salah yang lolos enam orang dulu. Dari enam itu disaring lagi jadi tiga, yaitu Inka, Ria dan Bimbi. Dari situ belum ada kabar Liga 1. Waktu itu Persib kayak ngelihat dulu peluangnya gede atau enggak. Kita fokus Pra PON dulu.
Dari Pra PON kita udah ada chemistry untuk main, nah dari yang Pra PON baru naik ke Persib. Jadi udah enggak ada seleksi lagi, yang Pra PON naik ke Persib. Hanya Ria dan Inka, sementara Bimbi ke PS TIRA Persikabo. Kalau Ria dari tahun 2017 Timnas Indonesia sampai sekarang.
Sepakbola itu identik dengan benturan dan risikonya besar, tidak takut?
Awalnya kalau lihat di liga-liga dunia itu cideranya cukup menakutkan. Itu yang pertama saya takutkan waktu pertama terjun ke sepakbola. Menghantui banget. Tapi mau enggak mau kalau ingin sukses, ketakutan itu dibuang aja.
Sekolahnya terganggu dengan aktivitas sepakbola?
Alhamdulillah sekolah dari SMP, terus SMA enggak keganggu. Malah sekolah support. Pernah ujian sendiri, menyusul karena ada liga futsal pro tahun 2017 di Bangkok.
Bagaimana support keluarga?
Alhamdulillah keluarga juga sangat support. Tapi saya mah istilahnya berjuang dulu. Saya dari masuk SMA, beli baju futsal, beli sepatu futsal, pokoknya semua peralatan futsal, saya belum pernah minta ke orang tua. Uang jajan Rp 12.000. Rp 2.000 untuk ongkos angkot, Rp 10.000 sama saya ditabung. Makanya saya enggak jajan. Kalau pengin sepatu bola, bisa satu bulan setengah saya enggak jajan. Karena sepatu futsal yang bagus harganya bisa sampai Rp 300.000. Orang tua enggak tahu.
Pernah disepelekan?
Pernah. Malah saya pernah dibilang cewek jadi-jadian. Sempat ada yang bilang, ngapain main futsal, main bola, nanti juga ujung-ujungnya ke dapur. Tapi saya bilang, kali aja mereka yang ada di dapur saya. Saya gaji. Makanya orang-orang yang kayak begitu ya diam dengan sendirinya. Enjoy aja. Saya lawan dengan prestasi saya. Sekarang saya begini, diem semua.
Kalau ada perempuan yang ingin seperti Inka, seperti apa kiat-kiatnya?
Terutama kalau di sepakbola itu yang paling penting mental kan. Kalau misalnya latihan keras nih, pelatih sering kasih arahan dengan nada tinggi, itu jangan terlalu dimasukin ke hati. Itu untuk kebaikan kita juga. Mental yang harus diutamakan. Jangan cengeng.
Dan juga fisik tidak kalah penting. Sepakbola Indonesia itu sudah sangat modern, jadi enggak cuma mental dan fisik aja, tapi skill-nya juga dilihat. Pola hidup juga dijaga. Pola makan, pola istirahat, harus disiplin.
Apa yang belum Inka capai di sepakbola?
Timnas. Timnas kemarin sempat ikut seleksi, tapi belum rezekinya. Tapi kesempatan masih ada. Kemarin katanya tekniknya belum, karena saya dari futsal ke sepakbola. Posisi saya gelandang bertahan.
Harapan saya di Sukabumi ingin ada SSB Putri. Soalnya sekarang timnas putri U-16 lagi digelar. Terus ingin ada perhatian dari pemerintah ke atletnya. Alhamdulillah sambutan dari pemerintah semakin baik.