SUKABUMIUPDATE.com - Ribuan guru dan tenaga honorer se-Sukabumi kembali menagih janji dalam aksi Selasa, 8 OKtober 2019 lalu. Aksi kala itu diwakili beberapa guru honorer saja yang tergabung dalam Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Kabupaten Sukabumi. Yang paling menyorot perhatian adalah delapan tuntutan massa aksi yang seluruhnya bermuara pada kesejahteraan para guru se-Sukabumi.
Gayung bersambut, aksi massa langsung menuai respon dari Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi, Yudha Sukmagara. Saat itu, tercetus ide penyusunan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Sukabumi yang akan menangani persoalan ini.
Bagaimana FPHI yang dimotori Kris Dwi Purnomo berdialektika mencari solusi bersama Yudha Sukmagara. Berikut penggalan wawancara saat keduanya menjadi pembicara di acara Tamu Mang Koko, Sabtu (12/10/2019) di Kantor Redaksi sukabumiupdate.com berikut ini.
Kepada Kris Dwi Purnomo, bisa kembali dijelaskan mengenai FPHI Kabupaten Sukabumi?
FPHI adalah Front Pembela Honorer Indonesia. Anggota di dalamnya yang terbesar adalah guru honorer SD Negeri, ada juga SMP Negeri. Ada sebagian juga yang bergabung dari swasta.
Pernah melakukan aksi demo besar-besaran tahun lalu, kenapa melakukan demo kembali?
Jadi kami menagih janji. Pemkab Sukabumi pada waktu itu, tahun lalu, yang diwakili Pak Sekda Iyos Somantri akan memberikan solusi, tapi ada sebagian yang belum terealisasi. Makanya kita kembali setelah satu tahun.
Yang belum direalisasikan itu jaminan kesehatan, kemudian surat tugas yang kami minta khusus dari Pemkab Sukabumi kepada para guru honorer. Pada saat pembikinan surat tugas itu kami belum dilibatkan. Surat tugas keuntungannya saat ini baru ke kepala sekolah, belum kepada guru honorernya.
Ada opsi masuk PNS atau menjadi P3K, tapi masih ada tuntutan, kenapa?
Itu karena kuotanya sangat terbatas. Kenapa pemerintah berdalih tidak ada anggarannya? Di daerah lain, seperti di Cianjur dibuka selebar-lebarnya. Di sini, dimana keseriusannya dari pemerintah daerah untuk mengurus honorer supaya beres?
Guru honorer itu seperti daun salam saat kita mau Ngeliwet. Kalau lagi dibutuhkan itu sangat dicari. Ketika mau dimakan, justru dilempar. Banyak yang mengabdi belasan tahun, puluhan tahun, tapi pengabdian kami tidak dihargai. Ada yang mengabdi jauh di pelosok. Maka dari itu, tolong ada kebijakan yang lebih berpihak kepada kami, para guru dan tenaga honorer.
Seandainya perjuangan FPHI mentok, apa langkah selanjutnya dari FPHI?
Jangan sampai keluar lagi kata-kata "Sabar". Harus sampai kapan kita sabar? Jaminan sabar masuk surga, mungkin kami-kami para honorer ini masuk surga, bapak-bapak pejabat yang gajinya lebih besar mau dimana, mungkin enggak di surga?
Kepada Yudha Sukmagara, DPRD langsung merespon cepat, seberapa strategis isu mengenai honorer ini?
Kami mendengarkan semua keluhan, semua penderitaan, semua air mata dari para guru honorer. Pada saat aksi atau audiensi 8 Oktober kemarin, kami melihat ada yang perlu dan wajib untuk diperjuangkan. Kami melihat ada guru honorer yang lebih dari 15 tahun, statusnya masih guru honorer.
Bicara mengenai kesejahteraan, sangat minim sekali. Padahal mereka betul-betul pejuang pendidikan. Para pendidik tunas bangsa yang terus semangat berjuang. Melihat belum ada solusi, belum ada langkah konkret, maka kami mengambil inisiatif, bila memang bisa dibentuk Pansus, kenapa tidak.
Kami sudah berbicara dengan beberapa Fraksi, nantinya akan kita giring untuk pembentukan Pansus. Saya rasa semuanya memahami itu. Kami di sini meminta perwakilan guru honorer yang tahu persis mengenai apa yang diperjuangan untuk menjadi sumber kami dalam pembentukan Pansus dan dalam kajian-kajiannya.
Nasib guru honorer sangat ironis, dibutuhkan karena banyak sekolah kekurangan guru PNS, tapi kesejahteraan kurang?
Saya rasa kalau dibahas di Pansus, pasti berbicara mengenai dasar-dasar hukumnya. Yang akan kita perjuangkan terlebih dahulu kepada status guru honorernya. Perihal anggaran, kita mencoba membahas di 2020. Memungkinkan atau tidak, kita akan coba bahas. Kemudian kita caro pijakan yuridis mana yang bisa digunakan kepada guru honorer. Guru honorer ini perlu ditunjang kekuatan hukum. Itu yang terpenting dibahas di Pansus.
Contoh ilustrasi kasarnya begini, anggaplah guru honorer ini kita angkat anggarannya di Rp 100.000 per orang. Kita flat-kan. Lalu jumlah guru honorer ada 10.000. Kalau dikalikan bisa sampai Rp 1 miliar. Pertanyaannya, mungkin tidak ini dialokasikan dari anggaran 2020? Kalau ini memungkinkan kenapa tidak kita alokasikan tepat sasaran dan tepat guna.
Apakah memungkinkan dari anggaran Kabupaten Sukabumi?
Kalau melihat anggaran Kabupaten Sukabumi sendiri di angka Rp 3,9 triliun, saya rasa memungkinkan untuk diperjuangkan. Apalagi anggaran pendidikan ini kan cukup besar. Salah satu alokasi yang besar itu anggaran pendidikan.
Nanti akan coba kita bedah, poin per poin, kira-kira dimana yang bisa kita sisipkan, nanti kita pun akan bicara dengan TAPD pastinya, apakah dengan anggaran yang ada itu memungkinkan. Kalaupun tidak mungkin, bisa kita gali anggaran non-budgetter, seperti dana CSR. Atau bila perlu kita berdayakan para guru honorer ini untuk berwirausaha.