SUKABUMIUPDATE.com - Bisa jadi, banyak yang tidak tahu sejarah pers Sukabumi. Padahal, pers di Sukabumi juga punya peran dalam perkembangan sejahtera bangsa Indonesia.
Secara garis besar, pers di Sukabumi terbagi ke dalam lima fase Mulai dari zaman kolonial Belanda yang berbarengan dengan berkembangnya industri kertas di Eropa. Lalu berganti pada zaman kolonial Jepang yang banyak menggunakan media sebagai alat propaganda.
Perjalanan pers di Sukabumi kemudian berlanjut pada zaman pasca kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan berkembang hingga kini. Orang lokal di Sukabumi pun ikut mengembangkan kemajuan zaman di era digital saat ini.
Dalam rangka memperingati pers nasional, sukabumiupdate.com berkesempatan mewawancarai Kepala Riset dan Kesejarahan Soekaboemi Warisan sekaligus Ketua Yayasan Darupan Kipahare, Irman Firmansyah, untuk pengembangan informasi di Sukabumi dari zaman ke zaman. Berikut petikan wawancaranya.
1. Bagaimana cara memulai perubahan di Sukabumi ini?
Diawali pada zaman kolonial Belanda, seiring perkembangannya perkembangan industri kertas di benua Eropa, secara garis besar pers di Sukabumi masih menggunakan bahasa melayu. Penerbitannya masih dimiliki oleh orang Tionghoa milik keluarga Zecha, dengan nama Li Po. Nama percetakannya Soekaboemische Snelpresdrukkerij.
2. Saat itu, bagaimana produk jurnalistiknya bagaimana?
Awalnya, produksi pers masih berupa cetak saja, bermunculan surat-surat kabar yang terbit secara berkala. Disamping itu juga, Li Po mulai melakukan penyebaran secara masif dengan mengajak para pemilik modal untuk turut mengembangkan industri bisnis pers pada saat itu.
3. Adakah media lainnya yang berkembang pada saat itu?
Ada. Soekaboemi Post (1923-1942) berbahasa Belanda yang terbit tiga kali seminggu. Dan Warta Priangan (1928), surat kabar bulanan yang berbahasa Indonesia. Disamping itu, ada juga media lain.
4. Jadi ada berapa produk pers di Sukabumi pada zaman Belanda?
Ada belasan media pada saat zaman kolonial Belanda itu. Diantaranya Li Po (1901), Ho Po (1903), Passar Dagang, Soekaboemi Post (1923), Berita Priangan, Asia Baroe, The Preanger Post, De Bedriffs Courant (1915), Taufieq, De Heraut, De Middag Post, dan Warta Priangan (1928). Kemudian Majalah Soeara Persatoean Kaoem Prempoean Tionghoa (1928), dan Het Nieuwsblaad voor West Preanger.
5. Adakah tokoh pers asal Sukabumi yang pada saat itu mempunyai rekam jejak dalam perkembangan pers secara nasional di Indonesia?
Tentu ada. Salah satunya Didi Sukardi, tokoh pers dari Sukabumi.
Pada saat itu Didi Sukardi bersama Mohammad Hatta membuat pers ketika berada di Jogja. Didi berkarya di luar Sukabumi.
Didi Sukardi ikut membuat sebuah media pergerakan bernama Koran Persatuan pada saat wacana Negara Pasundan sedang santer dibicarakan. Mungkin kalau dari Sukabumi hanya Didi Sukardi yang paling menonjol.
6. Selanjutnya, bagaimana perkembangan pers pada zaman kolonial Jepang?
Jepang mulai menggunakan pers sebagai media propaganda pemerintahannya. Eksistensi media lokal terkalahkan oleh media propaganda milik Jepang yang bernama Cahaya.
7. Bagaimana perkembangan pers pada zaman awal kemerdekaan dan zaman orde lama?
Pada awal kemerdekaan, terutama pada tahun 1946-an, euforia kemerdekaan masih kental hingga maju pada tahun 1950-an. Banyak bermunculan partai-partai politik yang juga berbanding lurus dengan tumbuhnya pers atau media yang digunakan oleh kepentingan kelompok atau parpol tertentu dalam memunculkan suatu wacana, gagasan, dan propaganda.
Namun, pada zaman orde lama ini, Soekarno yang mempunyai power dan mulai memunculkan keditaktorannya mulai membredel beberapa media-media yang tidak se paham dengan dirinya. Maka dari itu pada zaman orde lama tidak ada media lokal Sukabumi yang eksis.
8. Lalu pada zaman orde baru?
Begitu pun dengan zaman orde baru. Soeharto dengan berbagai kebijakannya, melakukan pembredelan media-media yang Ia anggap membahayakan pemerintahan. Begitu pun dengan tak adanya perkembangan media lokal.
Pembredelannya lebih banyak jika dibandingkan sebelumnya. Salah satu yang dibredel adalah Tempo.
9. Kapan media lokal mulai muncul kembali di Sukabumi?
Ini ditandai berakhirnya rezim orde baru. Dengan adanya Undang-undang Pers 1999, mulai bermunculan media-media yang dulu redup. Bangkit kembali, bahkan mulai muncul berbagai media-media baru namun masih dalam bentuk cetak.
10. Bagaimana dengan media online?
Seiring berkembangnya teknologi dan informasi, media-media konvensional dalam bentuk cetak mulai beralih ke era baru. Apa yang kita kenal dengan istilah media online atau daring.
Media berbasis online ini pertama kali saya lihat cukup menarik terutama dalam displaynya yang cukup kreatif. Diluar dari ciri-ciri umum media berbasis online yaitu digital dan networking, sukabumiupdate.com melakukan interaktivitas sehingga dalam portal berita para pembaca bisa juga mengisi kolom komentar, menshare, dan mendiskusikannya.
Selain itu dalam setiap berita yang dibaca muncul tautan yang disebut hiperteksual, pembaca dengan mudah disajikan berita yang ada berita baik terkait dengan berita lain yang bisa digunakan sebagai alat untuk memeriksa silang yang dihindari dari berita hoaks. Terakhir yang jadi perhatian saya adalah sajian yang disimulasikan, kita bisa membayangkan apa yang terjadi pada suatu peristiwa, dengan informasi yang terasa dekat.