SUKABUMIUPDATE.com - Nama Fiersa Besari kini sudah sering terdengar di kalangan muda-mudi Sukabumi. Pemuda kelahiran Bandung, 3 Maret itu adalah penulis, musisi dan pengelana. Fiersa yang karib disapa Bung itu sudah mewarnai ingar-bingar dunia musik bersama grup band Kerabat Kerja yang sudah ratusan kali manggung, berkeliling Nusantara.
Selain bermusik, Bung juga sudah menciptakan lima buah buku, diantaranya berjudul Garis Waktu, Konspirasi Alam Semesta, Catatan Juang, Arah Langkah dan yang paling baru, 11:11. Bukan album biasa, dalam karyanya yang berjudul Konspirasi Alam Semesta dan 11:11, Bung menyelipkan sebuah album. Karyanya itu ia beri nama Album Buku (Albuk).
Pria single, ramah dan humoris yang hobi membaca buku itu juga seringkali membuat kaum hawa meleleh, serta menginspirasi kawula muda lewat lirik lagu dan postingan di media sosialnya. Sukabumiupdate.com berkesempatan untuk mewawancarai pemuda multitalenta itu dalam lawatannya ke Kota Sukabumi pada Senin (19/11/2018) lalu. Bagaimana penuturannya, simak wawancara berikut ini.
Sudah berapa kali berkunjung ke Kota Sukabumi dan bagaimana kesan tentang Kota Sukabumi?
Ini yang kedua kalinya ke Kota Sukabumi. Tapi kalau libur ya beberapa kali lewat sini. Kunjungan kali ini, yang berkesan tadi (makan) ayam dan macet. Macet banget. Biasanya saya baru tahu karakteristik sebuah kota itu kalau melihat suasana malamnya. Siangnya itu, setiap kota memiliki karakteristik yang semrawut. Di mata saya gitu. Tapi kalau malam kan baru memunculkan warna yang sebenarnya yah kalau kota itu. Jadi saya bayangkan aja cantik.
Dari mana inspirasinya sampai menciptakan karya yang begitu mengena?
Dari sekitar sih sebenarnya. Saya sering banget dapat pertanyaan, gimana cara menerbitkan buku. Bagaimana cara menulis yang sudah kita pelajari sedari SD masih ditanyakan. Mungkin kita harus melihat lagi, mungkin bukan bagaimana cara kita menulis, tapi bagaimana cara kita membaca. Entah membaca buku, membaca situasi, atau membaca hal-hal yang ada di sekitar kita. Ketika kita sudah bisa menangkap itu, kita akan ingin memuntahkan sesuatu.
Pertanyannya, ketika kita belum bisa memuntahkan apapun, berarti belum ada yang kita makan. Semudah itu. Kalau kita kenyang, saya yakin kok, akan ada feses-feses pemikiran. Selalu sempatkan membaca buku, kalaupun kita tidak sempat membaca buku.
Kenapa membaca buku?
Kita selalu memiliki paradigma bahwa, membaca buku itu adalah hal yang menakutkan. Kita secara tidak sadar phobia buku. Dari kita sekolah, kita dipaksa beli buku LKS, kita disuruh mengisi buku. Ketika kita kuliah, kita harus beli buku dosen. Kalau kita enggak beli buku dosen itu kita enggak lulus. Ketika kita lulus kuliah, kita merasa terdoktrin. Nah perasaan-perasaan seperti itu hilangkan dulu.
Caranya enggak perlu baca yang berat-berat dulu. Saya enggak malu kok pernah baca Tere Liye. Bacaannya ringan tapi saya suka. Makannya kita enggak perlu pengen terlihat sophisticated dengan membaca Madilognya Tan Malaka, tapi ngertinya cuma 50 halaman. Kan enggak perlu begitu.
Fiersa Besari dan Kerabat Kerja dikenal lewat karya musiknya yang bertema cinta, apa ada tema yang lain?
Ini pledoinya ya. Sebenarnya kalau soal itu, dari dulu banyak lagu kami yang bercerita tentang rakyat Indonesia, bercerita tentang keluh kesah kami terhadap kondisi di Timur, contohnya lagu Napak Tilas. Atau yang terbaru lagu Cerita Rakyat, yang bercerita tentang ketimpangan, kenapa kita negeri agraris tapi masih impor beras. Hal-hal seperti itu banyak dibahas. Atau juga lagu Petualangan yang menceritakan tentang gunung.
Nah, sebenarnya kami itu tidak pernah bosan menciptakan lagu-lagu di luar lagu cinta. Tapi kan permasalahannya, yang didengar oleh orang-orang itu, yang booming-nya yang lagu mendayu-dayunya. Jadi pertanyaannya bukan lagi kami akan membuat lagu yang di luar biasanya. Kami sudah biasa melakukan itu, tapi lebih ditanya apakah orang lain mendengar atau tidak. Tapi, mendengar atau tidak, kami akan tetap membuat lagu.
Ada buku dan Albuk. Mengapa Albuk, bukan buku biasa atau album biasa?
Itu adalah salah satu cara unik memasarkan buku dan lagu. Yang menyenangkan itu ketika saya masuk penerbit Media Kita. Pemimpin redaksinya orang yang senang bereksperimen. Setelah Garis Waktu kan sempat best seller, jadi infiltrasinya lebih mudah. Ketika itu saya gelontorkan ide tentang album lama saya dan dirilis ulang dalam bentuk buku. Jadi dipadukan dengan naskah. Beliau mencoba dan Konspirasi Alam Semesta lumayan booming pada waktu itu.
Kami mencoba lagi di 11:11 dan lebih booming lagi. Animonya lebih besar lagi. Mungkin karena memang angka cantik juga. Tiga hari sampai habis 8 ribu buku. Sampai habis di toko-toko buku.
Akan ada Albuk yang ketiga?
Kesuksesan Albuk satu dan dua itu menjadi bekal membuat Albuk ketiga. Kalau misalkan Albuk pertama dan kedua itu dari album lama, mungkin yang ketiga nanti akan lebih fresh. Slotnya sudah ada, tinggal main musik dan jadi. Kalau ide, belum ada ide.
Siapa vokalis wanita yang ingin diajak berduet?
Sebenarnya saya itu selalu naksir sama Rara Sekar, Banda Neira. Sampai Banda Neira pecah, saya patah hati. Ternyata Rara Sekar sudah menikah baru nge-follow saya. Jadi Rara Sekar tidak bisa, saya naksir ke adiknya, Isyana Sarasvati. Isyana itu bagi saya bukan hanya cantik, tapi bertalenta sekali.
Fiersa Besari saat ini sedang meniti menuju puncak karier, sudah mencapat kendala apa saja?
Saya sempat trending diceng-cengin. Biasa aja sih. Kalau orang Sunda bilang, enggak belikan. Saya bukan orang yang suka ngambek gitu. Saya ingat pernah ada anak presiden lucu-lucuan gitu. Jadi jokes. Di-bully, tapi biasa aja sih. Kemarin memang saya baca reply-an juga lucu-lucu. Akhirnya saya timpalin. Ya udah saya kasih puncline aja. Saya jadi trending dikata-katain. Aman-aman aja.
Dari kegemaran menulis, bermusik, merekam dan berkelana, mana yang paling dominan?
Kalau boleh jujur, kita lihat semua berangkat dari tulisan. Itu sudah menjawab yah. Mau bikin lagu, mau bikin naskah untuk YouTube, mau bikin naskah film, mau nge-gombal, pasti semua berasal dari tulisan. Ya jadi itu yang paling saya suka.
Bagaimana dengan berkelana, Bung terkenal gemar mendaki gunung dan mengabadikannya?
Dulu pernah mendaki Gunung Gede. Itu dulu sekali sewaktu belum pintar mendokumentasikan. Gunung Pangrango belum. Katanya lebih susah treknya. Kalau bisa sih double, Gede-Pangrango. Kan itu tempat kesukaannya Gie. Sampai ditabur abu mayatnya disitu.
Bung tergolong berusia muda dan melahirkan banyak karya, ada pesan dan tips agar pemuda Sukabumi juga bisa berkarya dengan caranya sendiri?
Sebenarnya saya rasa yang selalu membuat seseorang berhenti mengejar mimpinya itu, ketika mereka dihadapkan dengan orang-orang yang membully. Sebenarnya niatnya bercanda, tapi kan enggak semua orang mentalnya setangguh itu.
Akan selalu ada orang begini, misal kita menulis caption puitis aja, akan ada orang yang bilang, "galau mulu, bos." Kita mau bikin lagu apa juga, pasti akan ada orang yang ngatain. Akan selalu ada orang yang tidak seirama dan ingin menarik kita mundur. Abaikan aja yang kayak gitu.
Misalkan di jalur musik, ketika kita manggung dan yang nonton cuma tiga orang, itupun teman sendiri, terus dibayar pakai gorengan. Itu yang kadang membuat kita mikir, "udahlah enggak usah kayak gini. Capek banget kayak gini."
Kuncinya konsisten. Kalau kita konsisten, mungkin yang nantinya nonton tiga orang jadi 12 orang. Dari 12 mungkin jadi 50. Dari 50 mungkin jadi 100. Dari 100 mungkin jadi 1.000. Kan semuanya itu bertahap. Yang penting itu determinasi, konsisten dan enggak patah semangat kalau dikatain orang. Itu sebenarnya.
Dan ingat yang paling penting itu, entah kita berkarya di jalur apapun, ketenaran, uang dan segala kemewahan itu sebenarnya bukan tujuan. Ketika kita berkarya sepenuh hati, ya akibatnya kita akan diapresiasi oleh orang lain. Jika kita dari awal bertujuan ingin jadi terkenal, ketika enggak terkenal kita jadi malas untuk berkarya. Dan itu kita sering salah di situ. Kalau kita suka main musik, kita enggak terkenal juga kita akan tetap main musik.