SUKABUMIUPDATE.com - Menyelesaikan kemelut pengelolaan dan pengawasan air tanah di Sukabumi seperti mengupas persoalan klasik yang terus berulang. Semakin hari semakin banyak air tanah yang dikeruk. Mirisnya, selalu saja ada pengerukan air tanah secara ilegal. Biasanya dilakukan perusahaan-perusahaan tertentu yang ogah mematuhi aturan dan kemudian mengeruk air tanah secara sembunyi-sembunyi.
Otomatis, hal itu masih menjadi pekerjaan rumah untuk Dinas Perindustrian dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Sukabumi. Bagaimana sepak terjang Dinas Perindustrian dan ESDM Kabupaten Sukabumi melakukan pengelolaan, sampai pengawasan pengerukan air tanah, berikut wawancara Herlan Heryadie wartawan sukabumiupdate.com dengan Kepala Dinas Perindustrian dan ESDM Kabupaten Sukabumi, Adi Purnomo.
1. Apakah setiap usaha diperbolehkan mengambil air tanah?
Banyaknya usaha yang memakai air, tentu setiap aktivitas kan pakai air. Yang tidak boleh terjadi itu, orang mau investasi, yang dicari itu hanya untungnya saja. Cari tempat yang harga tanahnya murah, tidak ada jalan, air dan listrik. Itu akan jadi sulit. Karena sulit air, lalu dengan seenaknya ngebor. Ya tentu sepanjang prosesnya tidak diikuti ya itu salah. Ilegal. Apapun aktivitasnya. Sepanjang dia memakai izin, maka dibenarkan. Kalau dia tidak memakai izin, maka harus ditindak.
2. Dari mana sumbernya?
Di Sukabumi sendiri dikenal ada dua Cekungan Air Tanah (CAT). Ada CAT Sukabumi yang melintang di sepanjang Kabupaten Sukabumi dan Kota Sukabumi, dari Cicurug sampai Sukalarang. Itu kan melewati Kota Sukabumi. Lalu ada CAT Jampangkulon. Ada itu di Jampang dan memang kecil potensinya.
3. Bagaimana birokrasi izin pengambilan air tanah di Sukabumi?
Sebelum lahir Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, itu memang menjadi kewenangan Bupati untuk izin pengambilan air tanah. Tapi setelah lahir Undang-undang tersebut, maka izin kewenangan pengambilan air tanah ini menjadi kewenangan Gubernur kalau di dalam wilayah provinsi. Kalau antar provinsi, itu kewenangan menteri. Nah hari ini, kewenangan pengambilan air tanah ada di provinsi. Lalu rekomendasinya, itu berdasarkan rekomendasi dinas provinsi, bukan kabupaten/kota.
Dulu pun, pada waktu izin menjadi kewenangan Bupati, itu bisa mengeluarkan izin kalau ada rekomendasi. Dari siapa rekomendasinya? Sebetulnya bukan hanya dari kita, tapi juga dari dinas provinsi yang menjadi rujukan. Bupati atau wali kota boleh mengeluarkan Izin Pengambilan Air Tanah (IPAT) dengan dasar rekomendasi dari dinas provinsi, kalau CAT lintas kabupaten/kota. Kecuali kalau CAT Jampangkulon, itu kewenangan dinas kabupaten. Itu dulu. Kalau yang sekarang, izinnya dari Gubernur, rekomendasinya dari dinas provinsi.
4. Mengapa kebijakan itu diambil alih provinsi?
Kalau kita lihat dari aturan, dulu air tanah itu diatur dengan Undang-undang tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Disitu disebut air tanah dan air permukaan. Tapi belakangan, sekitar 2014 atau 2015, itu disoal oleh salah satu NGO lalu dimenangkan di Mahkamah Konstitusi. Otomatis dikembalikan ke Undang-undang lama tahun 1974. Di aturan lama, tidak spesifik disebutkan tentang air tanah, sehingga akhirnya terpaksa itu harus diturunkan. Dibuat jadi Peraturan Pemerintah dan sebagainya.
5. Sampai saat ini, sudah ada berapa perusahaan yang tercatat mengambil air tanah di Sukabumi?
Jumlah perusahaan yang mengambil air di Sukabumi itu, yang berizin ada 118 perusahaan. Selebihnya dari 118 ini, yang mengambil air tanah untuk produksi, jumlahnya tidak lebih dari 20. Itu airnya langsung dijual. Yang lainnya, seperti garment dan yang lainnya juga ada. Itu yang tidak terjangkau oleh PDAM. Saat kewenangan masih di kita, boleh mengambil air tanah apabila PDAM tidak mampu memfasilitasi. Tapi PDAM masih bisa memfasilitasi, haram hukumnya mengambil air tanah atau mengebor.
Sekalipun izinnya dari provinsi, kami dinas di kabupaten/kota tidak diam. Kami punya kepedulian untuk memantau jumlah pengambilan air tanah. Kenapa harus dipantau? Karena ini kalau tidak dipantau, mungkin bisa jadi rusak, bisa jadi kritis, atau masih aman.
6. Seberapa sering perusahaan tersebut diawasi dan didata?
Kita disini mendata perusahaan yang memakai air tanah. Kita mendata pengambilan air tanahnya. Kenapa perlu didata? Supaya terkontrol. Jangan sampai air tanah yang ada habis. Air tanah itu kan seperti air minum. Setelah diminum kan jadi habis. Kalau tidak diisi, akan habis. Kalau sudah habis ya kritis. Setelah kritis, jadi rusak. Kalau sudah rusak, airnya tidak ada, permukaan tanah bisa turun. Maka kita selalu memantau berdasarkan jumlah yang dipakai.
Bagaimana cara memantau, kita wajibkan laporan secara berkala, satu bulan sekali, untuk mempermudah pemantauan. Dia harus memberikan data itu sebulan sekali. Tapi kalau sudah tidak taat melaporkan, itu yang sulit. Maka kita suka jemput bola juga. Yang lebih sulit lagi manakala ada yang maling air tanah. Karena yang ilegal ini, jelas bukan hanya masalah pajak, tapi pengambilan tidak terkontrol. Dampaknya lingkungan jadi kritis atau rusak.
Kita punya data dan grafiknya. Misalnya tahun ini dia mengambil katakanlah 10 juta kubik. Sementara sekarang tersedia 40 juta kubik, artinya itu masih aman.
Kemudian yang lebih penting, ketika dia mengambil air tanah, kemudian ada warga sekitar yang kesulitan air, itu harusnya dikasih. Jangan mentang-mentang punya izin, legal, jadi tidak menghiraukan. Kita kan hidup bertetangga.
7. Apabila ada perusahaan ilegal, itu artinya merugikan negara?
Ada kerugian negara, itu tentu berkaitan dengan adanya pelanggaran. Kalau ada pelanggaran pasti ada kerugian negara dong. Tidak akan ada pelanggaran sepanjang proses dan prosedurnya diikuti. Aturannya ada. Air tanah sendiri diatur melalui Peraturan Menteri ESDM. Sudah jelas aturannya.
Namun memang kita juga harus tegas dalam membuat dan menegakkan aturan. Kalau saya dimintai saran, tentunya saya ingin agar aturan ditegakkan. Yang tidak punya izin ditutup, berhentikan. Ada yang melanggar ditindak. Lalu yang punya izin, dia harus melakukan pengelolaan air tanah dengan benar. Dia harus membuat sumur imbuhan, itu dilakukan. Lalu dia harus melaporkan, memberikan data, lakukan. Juga dilakukan dengan konsisten. Sekalipun Bupati tidak punya kewenangan, namun ketika nanti diimbau, diberitahu bahwa daerah itu kritis, berkurang debit airnya, harus ditaati. Jangan terus membantah.
8. Bagaimana harapan anda agar air tanah bisa tetap dijaga kelestariannya?
Kalau bisa, kita sih sangat berharap aturan Undang-undangnya dibetulkan. Bukan karena ingin diberi kewenangan, tapi supaya memudahkan. Pertama dari sisi pemantauan, pengendalian dan penindakan. Maka itu harus dikembalikan ke Bupati, supaya Bupati mudah mengawasi dan mendindak. Sekarang Bupati mau nyabut gimana? Izinnya dari Gubernur. Nanti kalau tempat itu sudah menjadi kritis atau rusak, tentu kita punya kewajiban menyampaikan kepada Gubernur.
Air tanah ini kalau bisa diawet-awet, ya harus diawet-awet. Karena air tanah ini tidak terbentuk dalam satu atau dua tahun. Tapi bila puluhan, ratusan, atau bahkan mungkin ribuan tahun. Jadi mohon dimengerti untuk semuanya. Jangan cuma mau praktis. Manusia itu juga mestinya tahu diri dengan cara mengelola lingkungan dengan benar. Jangan merasa punya uang, pasukan, massa, kekuasaan yang kuat.
Tiba-tiba, jangan karena dalih penyerapan tenaga kerja, dengan dalih investasi dan pembangunan, lalu semuanya dikorbankan. Enggak bisa begitu dong. Utamakan kelestarian alam. Untuk apa kita punya duit banyak, punya emas banyak, tapi air yang mau diminum tidak ada, makanan yang mau dimakan juga tidak ada. Tidak mungkin kita makan uang atau makan emas.