SUKABUMIUPDATE.com - Kabupaten Sukabumi berada di wilayah selatan Pulau Jawa, salah satu tempat rawan gempa dan tsunami. Tahun ini saja, tercatat puluhan kali gempa dengan kekuatan guncangan yang beragam. Ratusan rumah dilaporkan rusak berat.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi tentu menyadari betul adanya ancaman bencana gempa di daerah yang memiliki luas wilayah daratan seluas 4.162 kilometer persegi, serta wilayah pesisir dan laut dengan panjang 117 kilometer ini.
Lalu sejauh mana BPBD Kabupaten Sukabumi menakar ancaman serta risiko bencana gempa, dan tsunami di Kabupaten Sukabumi. Berikut ini hasil wawancara sukabumiupdate.com bersama Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPDB Kabupaten Sukabumi, Dudung Abdullah.
Apa sebetulnya yang menyebabkan wilayah Kabupaten Sukabumi memiliki ancaman bencana gempa bumi dan tsunami?
Secara teori, ancaman gempa bumi bisa disebabkan secara vulkanik karena aktivitas gunung berapi, serta tektonik yang disebabkan adanya pergerakan lempeng bumi. Dan secara alamiah, di Sukabumi terdapat ancaman-ancaman itu. Termasuk vulkanik, meskipun saat ini dua gunung berapi yang ada yakni Gunung Salak dan Gunung Gede memang tidak menunjukan siklus aktifnya.
Hal lain yang menyebabkan rawan gempa adalah kondisi geologi. Di daratan, terdapat patahan atau sesar yang dinamai Sesar Cimandiri. Pergerakan sesar atau lempeng ini juga jadi pemicu adanya bencana pergerakan tanah seperti yang terjadi di Warungkiara dan Bantargadung.
Dan seperti diketahui, di arah Selatan, wilayah Kabupaten Sukabumi juga berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Pusat pertemuan dua lempeng, yaitu Lempeng Australia dan Eurasia.
Kedua lempeng ini sewaktu-waktu dapat bergerak aktif.
Wilayah mana saja yang memiliki tingkat risiko paling tinggi untuk bencana gempa bumi?
Kami sudah membuat peta risiko bencana gempa untuk keseluruhan wilayah Kabupaten Sukabumi. Terdapat 140 desa yang memiliki tingkat risiko tinggi, 138 desa risiko gempa sedang, dan 91 desa berisiko rendah.
Risiko yang dimaksud adalah pemetaan wilayah berdasarkan potensi kerugian yang bisa terukur jika terjadi gempa. Risiko bisa berupa adanya korban meninggal, luka-luka, kerusakan, dan lainnya.
Ada 15 desa yang memiliki indeks risiko tertinggi, diantaranya berada di Kecamatan Sukabumi, Cisaat, Cicantayan, dan Gunungguruh.
Berdasarkan data yang ada di BPBD, kapan bencana gempa bumi terparah terakhir kali terjadi di Sukabumi?
BPBD Kabupaten Sukabumi dibentuk pada 2010. Gempa dengan dampak yang luas terakhir kali mengguncang Sukabumi pada 23 Januari 2018 lalu.
Waktu itu kekuatannya mencapai magnitudo 5,1, dan berpusat di Lebak, Banten. Ribuan bangunan dilaporkan rusak, lebih dari lima ratus unit rusak berat.
Selain gempa, Kabupaten Sukabumi juga disebut rawan tsunami. Apa benar?
Wilayah yang memiliki ancaman-ancaman gempa, dan dekat dengan perairan atau laut tentu memiliki risiko tsunami. Termasuk Sukabumi.
Dengan kondisi geologi adanya pertemuan lempeng di Samudera Hindia, yang berbatasan dengan Pantai Selatan Jawa termasuk Sukabumi, terjadinya bencana tsunami bukan sesuatu hal yang mustahil.
Apa yang bisa memicu terjadinya tsunami?
Tsunami bisa terjadi jika terjadi gempa dengan titik pusat diperairan. Beradasarkan keterangan para pakar, tsunami bisa terjadi tidak melulu dengan gempa yang magnitudonya besar. Di atas 7 SR misalnya.
Skala kekuatan gempa bukan satu-satunya penyebab tsunami. Bencana ini juga bisa terjadi jika ada gempa dengan kekuatan sekitar 5 SR, namun dengan titik pusat gempa yang dangkal, serta durasi yang cukup lama. Dikatakan lama itu, minimal sekitar 20 detik.
Wilayah mana saja yang berisiko terkena tsunami?
Pada intinya seluruh wilayah pantai di Kabupaten Sukabumi bisa terancam tsunami. Namun, ada 9 wilayah kecamatan yang paling berisiko. Itu pun dengan tingkat yang beragam mulai dari rendah hingga tinggi.
Sembilan kecamatan tersebut dimana?
Mulai dari arah barat, Kecamatan Cisolok, Cikakak, Palabuhanratu, Simpenan, Ciemas, Ciracap, Surade, Cibitung, dan Tegalbuleud.
Bagaimana dengan potensi dampaknya?
Setiap wilayah tentu berbeda-beda. Cisolok dengan konturnya yang berbukit, ada kemungkinan bisa membuat warga sekitar lebih mudah pergi ketinggian menghindari gelombang.
Beda halnya dengan wilayah yang landai, yang permukaannya rendah. Misalnya Palabuhanratu dan Tegalbuleud. Tentu itu lebih berisiko terdampak.
Bagaimana upaya mitigasi bencana, khususnya gempa dan tsunami, yang sudah dilakukan?
Kami berupaya terus menerus mensosialikan terkait hal ini. Agar masyarakat lebih sadar, bahwa kita itu tinggal di wilayah rawan gempa dan tsunami.
Untuk tsunami, tentunya ada beberapa upaya untuk meminimalisir terjadinya risiko bencana yang tinggi. Misalnya dengan sosialisasi jalur evakuasi, pemasangan rambu, dan pemangan alat peringatan dini tsunami atau Tsunami Early Warning System.
Sistem peringatan dini tsunami ini kami bangun di tiga kecamatan yakni di Tegalbuleud, Ciracap, dan Palabuhanratu. Pada dasarnya, pengendalian ada di Pusdalops BPBD. Ketika ada perisitwa atau informasi dari BMKG, kami informasi melalui frekwensi.
Peringatan dini ke masyarakat jika terjadi potensi tsunami akan tersampaikan melalui sirine pengeras suara.
Dengan adanya fakta bahwa Sukabumi adalah wilayah rawan gempa dan tsunami, menurut anda, apa yang harus dipahami dan dilakukan masyarakat?
Pada dasarnya, informasi potensi bencana disampaikan bukan untuk menakut-nakuti atau membuat kepanikan. Sikapi kenyataan ini dengan cara yang bijak.
Kita harus waspada. Selalu tingkatkan kewaspadaan untuk meminimalisir risiko jika bencana benar-benar terjadi. Pelajari cara-cara penyelamatan diri, misalnya ketika terjadi gempa atau tsunami, yang materinya bisa didapat dari sumber resmi melalui internet.
Dan jangan lupa, mari kita selalu berdoa agar tidak terjadi bencana.