SUKABUMIUPDATE.com - Bagi masyarakat Bojonglopang dan Jampangtengah nama Inceng Suhardi atau yang akrab di panggil Apih Enceng sudah tak asing lagi. Pria berdarah tionghoa ini adalah tokoh pejuang kemerdekaan yang masih tersisa di Jampangtengah.
Apih Enceng kini sudah lanjut usia, 86 tahun. Ia hanya memiliki seorang anak, 2 cucu, dan 3 cicit. Meski begitu, Ia masih terlihat bugar.
Berikut adalah wawancara eklusif sukabumiupdate.com dengan Enceng Suhardi pejuang kemerdekaan berdarah Tionghoa yang menetap di Kampung Bojong lopang Desa Jampangtengah Kecamatan Jampangtengah Sukabumi.
Bisa Apih ceritakan secara singkat, awal mula bisa menetap di Bojonglopang?
Orang tua saya berdarah Tionghoa asal Cianjur dan saya pun lahir di Cianjur. Kedua orangtua saya adalah pedagang yang saat itu pindah ke daerah perkebunan Cibarengkok, Jampangtengah, sekitar 5 kilometer dari tempat saya sekarang.
Masa kecil saya di pedalaman, dan saya satu-satunya anak berketurunan Tionghoa saat itu. Namun saya tak merasa berbeda bergaul dengan teman kecil saya saat itu.
Apa yang mendasari perjuangan Apih sehingga ikut berjuang ?
Kami sangat tertindas. Mau makan susah, mau belajar susah, mau bekerja susah. Hidup rakyat saat itu sangat menderita.
Saya mengidolakan Bung Karno meski belum pernah bertemu. Semangat juangnya sampai ke hati para pemuda seumuran saya saat itu.
Apa pengalaman apih yang sulit dilupakan saat melawan penjajah dalam Agresi Militer 1 dan 2?
Saat itu pejuang kita sempat terpecah karena politik adu domba. Satu - satunya kekuatan bangsa ini adalah persatuan. Dan Belanda tak suka dengan itu.
Terbukti dengan persatuan kita bisa merebut kemerdekaan. Dan bahkan saya sempat menjadi tawanan bangsa sendiri selain oleh Belanda saat itu.
Sebagai keturunan Tionghoa, apakah pernah Apih mengalami diskriminasi saat masa-masa perjuangan?
Oh iya. Saat itu kami termasuk kaum minoritas. Padahal kami lahir dan besar di negara ini. Tapi mereka meragukan perjuangan dan kecintaan kami terhadap tanah air.
Perlakuan apa yang sempat Apih terima sebagai kaum minoritas saat itu?
Saya pernah akan di hukum pancung. Pedang katana sudah ada di leher.
Saat itu saya dibilang Anjing NICA (Nederlandsch Indie Civil Administration/Pemerintahan Sipil Hindia Belanda).
Lalu saya jawab dengan lantang, "Saya bukan Anjing NICA, saya anjing republik (Indonesia)."
Dan akhirnya saya dilepaskan.
Jabatan apa yang pernah Apih emban saat dalam masa perjuangan?
Awalnya saya hanya kurir TR (Tentara Rakyat), lalu saya dipercaya menjadi informan. Terus pada tahun 1950, saya diangkat menjadi Intel Resimen. Dan pada 1962 saya memutuskan berhenti dan membuka usaha, berjualan.
Saat itu saya ditawari gaji pensiun, namun saya tolak karena saya berjuang dengan ikhlas tanpa pamrih untuk negara ini.
Apih memiliki banyak sekali dokumentasi berupa foto dan piagam, apa tujuan Apih saat itu memotret ?
Saya memang hobi motret sejak dulu, dan kebetulan saat itu hanya saya yang memiliki kamera. Saya beli di Sukabumi, hasil uang tabungan. Namun saya lupa berapa harganya.
Tapi saat itu saya tidak punya tujuan apa-apa, hanya untuk dokumentasi pribadi saja. Tapi syukur jika saat ini hasil foto saya masih bisa dilihat generasi sekarang.
Apa pesan Apih pada generasi muda saat ini?
Kami para pejuang itu susah payah merebut kemerdekaan, dan pemuda saat ini tinggal mengisinya dengan nilai nilai positif.
Pertahankan persatuan karena dengan persatuan semua masalah bangsa akan bisa diselesaikan. Kami saja dulu merebut kemerdekaan tanpa peralatan dan senjata, namun karena kami bersatu kami menjadi kuat. Jangan mudah terpecah belah oleh perbedaan ras dan agama, karena pada dasarnya kita semua sama yang beda itu adalah isi hati.