SUKABUMIUPDATE.com - Ribuan perangkat desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Sukabumi berencana menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran pada Senin (26/3/2018) lalu.
Aksi yang dijuluki 263 tersebut dilakukan untuk menuntut peningkatan kesejahteraan perangkat desa dari pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Sukabumi dan rencananya akan diikuti tidak kurang dari 4.572 orang.
Namun sebelum aksi 263 itu digelar, Pemda sudah mencium rencana itu sehingga orang nomor satu di Kabupaten Sukabumi pun mengambil langkah strategis guna menangkal aksi itu dengan melakukan konsolidasi bersama pengurus APDESI yang dipusatkan di Aula Kantor Setda belum lama ini, Jumat (23/3/2018).
Alhasil, aksi 263 pun berganti julukan dan haluan menjadi Silaturahmi Akbar atau lebih dikenal Deklarasi Tangkal Hoax.
Hasil wawancara tim sukabumiupdate.com kepada salah seorang peserta aksi 263 atau belakangan ini dikenal dengan sebutan Deklarasi Anti Hoax, kepala Desa Cicantayan, Dzulfikar Ali Hakim .Pria lulusan sarjana IPB Bogor ini dikenal kritis dalam menyampaikan pemikirannya tentang desa.
Berikut petikan wawancaranya.
Apa yang melatarbelakangi Pemerintah Desa melalui DPC Apdesi Kabupaten Sukabumi menuntut peningkatan kesejahteraan kepada Pemda Kabupaten Sukabumi?
Perhitungan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa barat bahwa Kabupaten Sukabumi mencapai kurang lebih 2,5 juta. Sementara penghasilan tetap (Siltap) perangkat desa sebesar 1,5 juta. Besaran Siltap tersebut jauh dari kata layak, padahal beban kerjanya luar biasa. Oleh karena itu diperlukan kenaikan Siltap perangkat desa.
Apakah tuntutan tersebut realistis?
Sangat realistis, melihat KHL di Kabupaten Sukabumi setiap tahun makin tinggi, sedangkan Siltap yang diterima perangkat desa sejak tahun 2015 tidak pernah naik. Jika dihitung berdasarkan inflasi 6 persen pertahun, maka saat ini (tahun 2018) sudah 3 tahun setidaknya sudah mencapai angka 18 persen.
Bagaimana anda menilai respon Pemda Kabupaten Sukabumi sejauh ini terhadap tuntutan pemerintah desa?
Saya melihat, ada kesan tuntutan ini tidak boleh disampaikan melalui sebuah aksi unjuk rasa. Padahal upaya-upaya sebelum dilakukan aksi sudah ditempuh dan bahkan tidak hanya tahun 2018 ini saja tapi, sejak 2016 hingga 2017. Saya juga pernah mengikuti beberapa kali pra pembahasan tentang Siltap dan ADD, bahkan pernah mengusulkan kesekian kalinya kepada rekan-rekan Apdesi bahwa kita masih punya peluang meningkatkan Siltap. Hal itu dimungkinkan apabila ada kemauan dari Pemda Kabupaten Sukabumi untuk menaikan besaran ADD lebih dari 10 persen. Karena hal Ini sebenarnya pernah terjadi di zaman pemerintahan terdahulu dengan besaran ADD mencapai 15 persen dari dana perimbangan. Lalu kenapa sekarang menjadi 10 persen saja. Pada tahun 2015, kalau saya tidak salah ingat, ADD itu sudah mencapai 640 jutaan namun sekarang tinggal 485juta. Sementara dana perimbangan setiap tahun naik.
Apa langkah selanjutnya apabila tuntutan Pemerintah Desa tidak dipenuhi?
Saya kira, kita belum berandai-andai ke arah sana karena sudah ada janji dari Pak Bupati bahwa tuntutan akan dipenuhi. Kami akan menunggu dulu itikad baik dari Pemda Kabupaten Sukabumi di APBD Perubahan. Jika itu tidak ditepati atau tidak dipenuhi janjinya maka kami semua sudah bersepakat dan tidak ada tawar menawar lagi akan tetap melakukan aksi itu.
Terkait peningkatan kesejahteraan pemerintah desa dari sumber Pendapatan Asli Desa (PADes), apakah saat ini sudah maksimal?
Harus diakui PADes di Kabupaten ini belum maksimal dan mungkin sulit untuk mencapai maksimal, karena hanya sedikit desa di Kabupaten Sukabumi memiliki modal awal yang baik. Sebagai contoh tanah bengkok, menurut penelitian salah satu kandidat doktor dari Boston University, Amerika Serikat mengenai penguasaan tanah bengkok di Pulau Jawa, hasilnya untuk pulau Jawa Bagian Barat dan Banten kecuali Cirebon dan Indramayu, desa-desanya hampir tidak memiliki tanah bengkok. Sehingga, desa-desa di Jawa Barat khususnya Kabupaten Sukabumi banyak yang tidak memiliki modal awal untuk meningkatkan PADes, tidak sedikit desa-desa yang sama sekali tidak punya tanah bengkok. Sehingga menghambat ketika hendak merintis usaha, sebab diperlukan tanah untuk lokasi usaha. Sementara dana desa tidak boleh digunakan untuk membeli tanah.
Ada kalangan yang menilai aksi 263 kemarin bernuansa politik, khususnya menjelang Pilgub, bagaimana tanggapan anda?
Menurut saya terlalu naif jika tuntutan ini dikaitkan dengan politik, faktanya memang Siltap itu tidak pernah naik, dan faktanya setiap tahun inflasi terjadi. Kenapa baru sekarang (aksinya-red), karena selama ini proses mengusulkan kenaikan Siltap selalu tersendat dan tidak pernah menemukan hasil. Makanya, kemarin pemerintah desa melalui Apdesi merasa sudah klimak dari upaya-upaya yang sudah dilakukan.
Jadi ini murni dan tidak ada kaitannya dengan politik, apalagi ketua Apdesi adalah kakak kandung dari ketua DPRD Kabupaten Sukabumi yang notabene kader Partai Golkar dan Pak Bupati adalah Ketua DPD Golkar.
Apa tantangan utama pemerintah desa saat ini dalam pengelolaan keuangan desa?
Mengajak masyarakat secara bersama-sama untuk melek terhadap keuangan di desa, karena keberhasilan pembangunan di desa itu bagaimana desa dapat melibatkan peran masyarakat sejak dari proses perencanaan sampai proses pelaksanaan. Upaya-upaya itu selalu menemui kendala, karena kita tidak akan tutupi ada beberapa rekan-rekan yang mungkin kesulitan untuk mengajak masyarakat karena ada beberapa pertimbangan misalnya masyarakat yang selalu kontra, akhirnya tidak produktif dalam menyampaikan usulan-usulan. Sehingga saya pikir, tantangan yang paling berat di desa ini bagaimana membuat kajian penyadaran terhadap masyarakat bahwa proses perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan keuangan desa atau pembanguan desa itu harus dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat dan pemerintah desa.
Menurut anda bagaimana kualitas pembinaan dan pendampingan Pemda Kabupaten Sukabumi (DPMD dan Kecamatan) kepada Desa saat ini?
Saya kira kualitasnya belum sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan, karena mungkin banyak faktor. Saya lihat sudah ada upaya dari pemerintah kabupaten dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) misalnya melatih Kepala Seksi (Kasi) Pemberdayaan Masyarakat (PM) di Kecamatan karena tidak mungkin DPMD harus berkeliling ke desa dan pasti di delegasikan ke kecamatan. Tapi di kecamatan terjadi permasalahan kadang-kadang Kasi PM hanya beberapa bulan menempati posisi sebagai Kasi PM kemudian di oper kesana kemari. Mungkin bisa dibuat sebuah instrumen kebijakan misalnya seperti Dinas Kependudukan ketika pergantian kepala dinas harus se izin Menteri Dalam Negeri. Jadi mungkin nanti ada instrumen Kasi PM tidak bisa diganti karena ini berkaitan dengan pemerintahan desa, hanya bisa diganti oleh usulan Gubernur atau Kementerian Desa PDTT, ini misalnya yah. Karena ini berkaitan dengan pembinaan yang diberikan kepada desa, sudah dilatih, dipindah, jadi harus dari nol lagi. Kecamatan akhirnya kelimpungan, verifikasi ini kadang-kadang antara meja satu dengan meja lain itu berbeda pendapat.