SUKABUMIUPDATE.COM - Seorang kepala desa (Kades) berusia muda, berupaya meningkatkan perekonomian warganya dengan mengubah lahan tidak produktif di desanya menjadi destinasi agrowisata. Dibantu anggota perlindungan masyarakat (Linmas), pada lahan tersebut, dikembangkan tanaman nanas madu yang kualitasnya diakui lebih baik dibanding di daerah asalnya, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Selain itu, dalam hal pelayanan kesehatan, pria kelahiran 13 Agustus 1985 itu, all out melayani warganya. Jika ada warganya yang sakit, dari mulai masuk rumah sakit hingga kembali ke rumah, dilayani dengan baik. Warga yang sakit tinggal duduk manis.
Ia adalah Kades Sukajaya, Kecamatan/Kabupaten Sukabumi. Pada Rabu (23/11) sore, pukul 15.00 WIB, sang Kades Deden Gunaefi bertandang ke Kantor Redaksi sukabumiupdate.com, Jalan Kenari No. 20, Kota Sukabumi, dan diterima Danang Hamid:
Berikut petikannya:
Bagaimana ide awalnya menjadikan Desa Sukajaya sebagai destinasi agrowisata?
Kita ingin menjadikan Sukajaya sebagai desa transit, sekaligus pendukung pariwisata di kabupaten, karena lokasinya berbatasan langsung dengan Kota Sukabumi. Potensinya luar biasa, tapi posisi kita ada di dalam. Ketika dilintasi wisatawan luar daerah, saya ingin memberi kesan melalui kelebihan yang dimiliki. Dari situlah muncul ide, untuk menunjukkan kelebihan dan karakter desa kami.
Bahkan, sebelum krsisis moneter tahun 1998, geliat Desa Sukajaya bisa dilihat dari banyaknya villa dibangun, dan artis berlibur setiap akhir pekan. Namun, setelah kemacetan di mana-mana, Sukajaya mulai dilupakan.
Nah, geliat dua puluh tahun lalu itulah yang ingin saya kembalikan. Minimal memberi pilihan kepada warga Sukabumi agar berwisata di daerahnya sendiri. Jadi, jika tidak ada nilai jual, bikin sedih. Sampah berserakan, sampai kini kita sering melihat pengunjung tidak tertib membuang sampah. Di lingkungan sendiri ingin bersih, tapi di tempat lain nggak mau tahu
Persoalan sampah, bagaimana Anda menanganinya?
Ya, ini juga persoalan besar kami. Kita sudah sediakan pyramid tempat sampah, tapi kenyataannya, budaya bersih itu belum dimiliki oleh sebagian besar masyarakat. Ada warga yang sadar pentingnya membuang sampah pada tempatnya, tapi yang lainnya tidak. Miceun runtah ka gawir, itu kan bisa jadi sarang nyamuk, sekarang saja belasan warga kami kena penyakit demam berdarah dengue (DBD). Akhirnya dengan biaya sendiri kita berinisiatif melakukan fogging. Ini tanggung jawab semua.
Seberapa besar tingkat kepercayaan diri Anda mampu memajukan desa?
Saya menjadi Kades sejak Agustus 2013. Bulan bersejarah buat saya, bulan kelahiran sekaligus dipilih menjadi Kades. Jika dipersentase, 98 persen saya percaya bisa memajukan desa. Banyak kemajuan bisa dilihat dan dirasakan warga. Ini bukan ngaku-ngaku, banyak yang menyampaikan tersebut kepada saya. Misalnya, dalam hal keharmonisan lembaga desa, kini lebih baik dan bersinergi. Dulu tidak ada Kades Sukajaya yang merampungkan masa jabatannya.
Sekarang Anda bisa lihat Puskesmas Pembantu ada di Sukajaya, ini saya baru saja pulang dari rumah sakit, ngurus warga yang terkena DBD. Dalam hal pelayanan kesehatan, kami melayani orang sakit sebaik-baiknya, dari mulai masuk rumah sakit sampai kembali ke rumah, ditangani semua. Warga yang sakit tinggal duduk manis.
Kembali ke soal agrowisata, seperti apa pemetaan dari ide tersebut?
Setiap akhir pekan, desa kita menjadi tujuan olahraga bersepeda. Tujuan mereka cuma satu, menyantap gorengan murah tapi ukurannya besar. Bahkan Setukpa (Sekolah Pembentukan Perwira-red) Polri, menjadikan Sukajaya sebagai track materi latihan lalu lintas. Ditambah sekarang kita memiliki kedai nanas madu, langsung dipetik dari pohonnya.
Kapan realisasinya?
Begini, kelihatannya anggaran desa itu kan seksi, apa pun terjadi di desa di-blow up media. Padahal dana yang masuk itu harus dialokasikan ke banyak bidang, infrastruktur, jalan, kesehatan, dan pendidikan. Bandingkan dengan dinas, misalnya dinas pendidikan, dana yang masuk terfokus pada dinas itu saja. Nah, dengan anggaran yang ada, kita bagi-bagi. Termasuk merealisasikan Sukajaya menjadi desa agrowisata tahun ini. Cukup lama prosesnya, dari mulai menggarap lahan sampai penanaman bibit.
Mengapa memilih nanas madu sebagai komoditas andalan?
Kalau strawberry kan sudah ada di Bogor, apel di Malang. Jadi pilihannya nanas madu, karena tanah Sukajaya cocok untuk tanaman ini, sehingga bisa tumbuh lebih cepat. Masa tanam empat bulan saja, sudah berbuah. Rasanya pun tetap manis meskipun masih mentah.
Bahkan kualitas nanas madu dari Sukajaya, dinilai banyak orang lebih bagus dibanding dari daerah asalnya. Saat ini sudah banyak permintaan bibit dari kita, padahal kita saja mendatangkan bibitnya dari Kabupaten Subang.
Bagaimana dengan pengelolaannya, apakah dengan BUMDes?
Awalnya, beberapa anggota Linmas tidak memiliki pekerjaan tetap. Jadi, daripada bekerja serabutan dengan penghasilan tidak menentu, saya serahkan pengelolaan kebun nanas ini ke mereka. Dengan mengelola agrowisata ini, alhamdulillah mereka kini memiliki penghasilan. Mereka juga melakukan pekerjaannya dengan serius, setiap hari kebun dibersihkan dari sampah dedaunan dan gulma. Pokoknya kalau akang datang ke sana, lihat deh! Kebunnya rapi.
Bagaimana peran dan keterlibatan warga?
Sekarang, baru sebatas melibatkan anggota Linmas, namun warga Sukajaya sudah mulai melirik daya pikat nanas madu ini. Tahun depan insha Allah lebih besar lagi.
Berapa luas lahan yang dikelola dan sejauh mana dampaknya bagi kesejahteraan warga?
Saya tidak muluk-muluk bicara soal pencapaian kesejahteraan warga. Terpenting bagaimana mengembalikan geliat perekenomian Sukajaya seperti 20 tahun lalu. Syukur-syukur bisa lebih cepat. Jadi, gerakan perkenomiannya, setelah berjalan, otomatis kesejahteraan meningkat.
Saat ini, luas kebun baru lima ribu meter persegi. Dulu ditanami suji tapi tidak berlanjut, sampai pernah jadi lahan tidak produktif. Tapi sekarang ditanami sekitar dua ribu pohon nanas madu, dari awalnya hanya 100 pohon.
Pernah studi banding kemana saja?
Tidak pernah. Saya kepala desa, bukan anggota legislatif.
Dengan menjadikan Sukajaya sebagai desa agrowisata, apakah Anda memproyeksikan Sukajaya sebagai percontohan?
Bukan begitu. Saya tidak berniat menjadikan desa kami sebagai percontohan. Hanya ada keinginan, cukup dengan memberi kesan kepada para wisatawan, kemudian program ini bisa dijadikan role model, untuk desa-desa lain.
Apa harapan Anda untuk Desa Sukajaya?
Harapan dan mimpi tentu banyak, salah satunya menjadikan Sukajaya sebagai desa edukatif. Kemudian, kita ingin status jalan kita menjadi jalan provinsi, infrastruktur lain diperbaiki, persoalan macet dituntaskan, agar mobilitas manusia dari dan ke Sukabumi tidak terkendala. Sehingga, jika kita memiliki destinasi wisata bernilai lebih dan berkarakter, siapa pun tidak akan berpikir panjang untuk mengunjunginya. Target awal kita memang masyarakat lokal, untuk apa jauh-jauh mengunjungi tempat lain, da di urang oge aya.