SUKABUMIUPDATE.com - Kasus pesta minuman keras atau miras oplosan yang merenggut sejumlah korban di Bandung menimbulkan pertanyaan atas dampak miras campuran itu pada kesehatan.
Menurut psikiater dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (UNPAD) Teddy Hidayat menenggak minuman keras oplosan menyebabkan kerusakan fungsi saraf secara irreversibel atau tidak bisa dikembalikan seperti semula.
"Artinya, misalnya sudah minum oplosan, buta, maka akan buta permanen selama hidup. Kalau kenanya di otak, ya tidak akan berfungsi salah satu saraf di otak. Kalau keracunannya lebih hebat, ya meninggal," ujar Teddy saat dihubungi melalui telepon seluler, Rabu 11 April 2018.
Menurut Teddy, biasanya alkohol yang terkandung dalam minuman keras berjenis etanol. Zat etanol ini biasa digunakan dalam campuran minuman beralkohol murni. Namun dia menduga miras oplosan di Cicalengka mengandung alkohol jenis metanol.
Kata Teddy, metanol inilah yang menyebabkan kerusakan fungsi saraf apabila dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh manusia.
"Nah yang kemarin dicampur itu dengan segala macem dan mungkin menggunakan alkohol yang murah biasanya memunculkan metanol. Metanol itu, apabila masuk dikonsumsi maka akan menimbulkan keracunan," kata dia.
Teddy menjelaskan, nekatnya masyarakat menenggak minuman keras oplosan didasarkan pada beberapa faktor yang disebut sebagai "perilaku berisiko".
"Perilaku berisiko" ini sebetulnya sudah diketahui masyarakat bahwa meminum miras oplosan tentu sangat berbahaya bagi kesehatannya.
Meski merupakan "perilaku berisiko", mereka seolah menginginkan sebuah pengakuan atau mencari sensasi atas dirinya, tanpa mempedulikan nyawa.
Menurut dia, masalah miras oplosan bukanlah barang baru melainkan sudah ada sejak dulu dan sama-sama menimbulkan jatuhnya korban jiwa. Kasus miras oplosan ini baru akan menjadi perhatian serius para pemangku kebijakan setelah muncul korban.
"Cuma memang kita tak pernah berupaya belajar dari peristiwa tadi untuk mencegahnya, saya pikir," kata dia.
Untuk memutus rantai itu, dia menyarankan agar mengubah cara pandang masyarakat akan "perilaku berisiko" ini. Setelah teredukasi, maka langkah selanjutnya dengan melakukan penertiban terhadap penjual miras tanpa izin di samping pengawasan ketat dari aparat setempat.
"Jadi yang melatarbelakangi kenapa dia meminum miras oplosan ini yang harus ditanggulangi, penyebabnya ini yang harus ditanggulangi. Bukan akibat dari perilaku berisiko sudah minum baru ditanggulangi minumnya, ya terlambat," kata dia.
Sumber: Tempo