SUKABUMIUPDATE.com - Berstatus lajang atau jomblo kerap membuat seseorang menjadi sasaran ejekan. Pada perempuan, olok-olok terkait status single atau single shaming biasanya terjadi di usia 25 tahun.
Single Shaming terjadi ketika ada yang yang meledek orang lain karena status yang masih single. Pada saat perempuan mencapai umur 25 tahun, pertanyaan semisal ‘sudah punya pacar?’ dan ‘kapan nikah?’ akan meningkat terutama dari keluarga dan teman-teman dekat.Â
“Saya pernah dengar, orang bilang perempuan itu seperti pohon natal. Setelah 25 tahun sudah tidak bagus lagi,†ujar Feby Indirani, penulis buku ‘69 Things to be Grateful About Being Single’ di Jakarta, Rabu 6 September 2017. Dengan adanya olok-olok tersebut, banyak perempuan yang berusia menjelang 25 khawatir dengan statusnya.Â
Semua ini disebabkan oleh stigma di masyarakat di mana perempuan harus cepat menikah sebelum dianggap ‘tidak laku’. Ada juga gerakan pernikahan dini yang mendorong masyarakat untuk menikah dan berkeluarga sejak muda. Walaupun keputusan menikah adalah urusan pribadi setiap orang, mereka yang memutuskan tetap melajang bakal dihujani lebih banyak komentar mengenai keputusannya.
“Biasanya orang menggunakan kata jomblo untuk meledek orang lain, padahal tidak ada salahnya menjadi orang single. Tapi sekarang jomblo memiliki konotasi negatif,†kata Feby di peluncuran bukunya. Bila dikelilingi oleh teman-teman yang sudah menikah atau pacaran, terkadang memang susah menjadi satu-satunya single. Musababnya, menurut dia, sebagian besar orang pasti menganggap si lajang sering kesepian, atau justru menyalahkannya karena terlalu pemilih, bahkan ada yang menuding atau berasumsi tentang orientasi seksual.Â
Single shaming kerap terjadi di lingkaran pertemanan karena teman biasanya bicara terbuka. Mungkin begitu cara mereka memberikan perhatian, tapi Feby melanjutkan, akan lebih baik untuk tidak menghubungkan status single dengan sesuatu yang negatif.Â
Selain di lingkaran pertemanan, single shaming juga sering terjadi di keluarga, terlebih keluarga besar. Jika para senior di keluarga besar menganggapmu sudah sepatutnya menikah, maka seolah-olah mereka akan prihatin dengan kondisimu.Â
Sumber: Tempo