SUKABUMIUPDATE.com - Kementerian Kesehatan melaporkan sejumlah iklan produk kesehatan tradisional yang dianggap melanggar aturan kesehatan dan menyesatkan karena obatnya belum terbukti klinis atau bahkan malah bisa membahayakan.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Oscar Primadi dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis, menjelaskan ciri umum iklan yang melanggar peraturan dan menyesatkan seperti mengandung pesan bersifat superlatif, berlebihan dan menggunakan testimoni pengguna.
Iklan tersebut mengesankan ilmiah dengan gambar video anatomi tubuh atau penyakit sekaligus menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat awam atas penyakit serius dan kronis yang diidapnya.
Iklan juga menggunakan perekomendasi dari seorang dokter atau tenaga kesehatan, atau seakan-akan menyerupai dokter atau tenaga kesehatan yang iklannya memberikan janji kesembuhan dari berbagai penyakit.
Atas laporan dari Kementerian Kesehatan, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jakarta memanggil lima lembaga penyiaran yang menayangkan iklan dengan melanggar peraturan kesehatan di antaranya TV One, MNC, OChannel, JakTV dan Elshinta TV.
Iklan produk kesehatan herbal tradisional yang melanggar aturan kesehatan tersebut di antaranya Jeng Ana, Ratu Givana, Eyang Gentar, Herbal Putih dan Mega6.
KPID Jakarta mengonfirmasi beberapa iklan kesehatan di lima stasiun televisi tersebut telah melakukan sejumlah pelanggaran terhadap Undang-undang Penyiaran, Pedoman Program Penyiaran dan Standar Program Siaran (PPPSPS), UU Kesehatan, Etika Pariwara Indonesia, dan UU Perlindungan Konsumen.
"Kemenkes tidak hanya membuat regulasi. Kita langsung bekerja nyata, menjalin komunikasi dan melaporkan pelanggaran iklan kepada KPI. Ini semata-mata untuk melindungi masyarakat," ujar Oscar.
Sebelumnya Menteri Kesehatan Nila Moeloek pernah mengutarakan kekhawatirannya terhadap iklan-iklan obat tradisional atau alternatif yang ditayangkan di televisi yang menjamin kesembuhan namun belum teruji klinis.
Menteri Nila menyebut iklan tersebut bisa membingungkan masyarakat atau bahkan membahayakan masyarakat yang mengidap suatu penyakit karena menunda pengobatan ke tenaga medis melainkan mencoba produk yang belum teruji klinis.
Sumber: Tempo