SUKABUMIUPDATE.com – Punya rasa humor itu bagus, tapi harus memperhatikan situasi dan kondisi khususnya jika menerapkan lelucon kepada anak-anak. Pada momentum April Mop ini, berbagai video berisi cerita orang tua membuat kejutan bagi anak mereka, tersebar luas.
Ada lelucon yang menggambarkan orang tua bersembunyi di dalam lemari kemudian menutup wajah mereka dengan topeng yang menakutkan. Ketika anak membuka lemari, orang tua itu akan menakutinya. Video lelucon seperti ini biasanya berakhir dengan tawa hingga berurai air mata.
Namun demikian, menurut psikolog anak Dr. David Palmiter, tak sembarang lelucon bisa diterapkan kepada anak. Dalam sebuah wawancara dengan The Today Show, Palmiter mengatakan jenis gurauan mesti disesuaikan dengan kepribadian anak.
Palmiter mengingatkan dampak kejutan pada April Mop berisiko terhadap anak yang menderita depresi dan rasa cemas, atau mempunyai masalah kontrol impuls dan sering marah. Kendati anak mungkin berpikir itu lucu, harus dilihat dampak jangka panjang. Sebelum memutuskan memberikan kejutan yang lucu pada anak-anak Anda, Anda harus tahu temperamen mereka dan memahami batasannya.
Psikoterapis Dr Stacy Kaiser mengatakan orang tua perlu memahami perbedaan mana gurauan yang sekadar bercanda dan lelucon yang menimbulkan sakit emosional. Usia anak dan bentuk kejutan juga harus dipertimbangkan.Â
Contoh, orang tua yang memberikan kotak kejutan pada anak yang berusia remaja. Sebelum membuka pemberian itu, si anak sangat berharap dia mendapatkan telepon genggam. Namun setelah kotak hadiah itu terbuka, dia merasa kecewa dan malu karena di dalamnya hanya terdapat kaleng kosong dan tali.Â
Ahli parenting, Dr Justin Coulson mengatakan lelucon yang membuat anak kecewa berpotensi mengurangi kepercayaan anak kepada orang tua, terutama jika gurauan ini terekam kamera.
Di era dgital sekarang, anak-anak berada dalam kondisi kedua orang tuanya akrab dengan media sosial. Jika rekaman tersebut diposting dalam media sosial, banyak orang menonton rekaman ini dan anak-anak akan menjadi bahan tertawaan, bahkan olok-olok siapapun yang menyaksikan video tadi. Yang mengerikan, jangan anak kemudian di-bully oleh teman, tetangga, atau guru yang turut menertawakan video tadi.Â
Jika ini terjadi, maka anak akan rentan stres dan kecemasan. Sebab, anak menganggap lelucon atau gurauan adalah pelecehan di dunia nyata. "Padahal kewajiban orang tua memberikan rasa aman dan nyaman buat anak," ujarnya.
Â
Sumber: Tempo