SUKABUMIUPDATE.com - Epilepsi bukanlah penyakit menular dan dapat disembuhkan. Namun hingga kini masih banyak kesalahpahaman tentang penyakit ini. Epilepsi merupakan penyakit neurologi menahun yang dapat mengenai siapa saja tanpa batasan ras, gender, usia, sosial, atau pun ekonomi. Dengan terapi yang tepat.
Dalam seminar media “Unmask Epilepsyâ€, neurolog Fitri Octaviana Sumantri, dari Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) mengatakan seringkali penyebab epilepsi sulit ditentukan. "Sebab itu, diagnosis harus hati-hati setelah melalui riwayat medis yang terperinci,†ujarnya.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan epilepsi antara lain adalah gangguan perkembangan otak yang dapat terjadi sebelum lahir. Epilepsi berdasarkan jenis serangannya dibagi menjadi dua, yakni:
Epilepsi umum
Jenis serangan ini terbagi lagi:Â
- Petit mal (absence), kondisi di mana penderita atau pasien tampak hilang kesadaran sesaat. Kehilangan kesadarannya biasanya hanya beberapa detik saja atau bisa juga disebut bengong.
-Â Grand mal (tonik klonik), berupa kejang atau kelojotan seluruh tubuh yang kadang disertai dengan mulut berbusa.
-Â Tonik, serangan berupa kejang atau kaku seluruh tubuh.
-Â Atonik, serangan berupa tiba-tiba jatuh.
-Â Mioklonik, berupa kontraksi dari salah satu atau beberapa otot tertentu
Epilepsi parsial
Merupakan epilepsi jinak yang terjadi pada masa kanak-kanak. Banyak orang yang menganggap epilepsi adalah kasus yang memiliki jalan buntu, padahal terapi yang tepat pada orang dengan epilepsi (ODE) akan mengurangi gejala kekambuhan dan membantu para penderita hidup lebih baik.
Terapi epilepsi bisa dilakukan setelah kita mengetahui jenis epilepsi yang diderita. Periksakan kepada dokter bila Anda atau anggota keluarga mengalaminya agar dapat mengetahui pasti jenis dan tahap pengobatannya.
Terapi dimulai dengan monoterapi, yaitu dengan memberikan satu jenis obat antiepilepsi (OAE) pilihan sesuai jenis sindrom epilepsi yang diderita. Pemberian OAE dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan secara bertahap hingga dosis efektif tercapai atau timbul efek samping.
Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol seizure atau bangkitan, dokter akan menambahkan OAE kedua. Bila OAE yang kedua telah mencapai kadar terapi, OAE pertama akan diturunkan secara bertahap. Penambahan obat ketiga akan diberikan bila terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal pada kedua OAE pertama.
Pemilihan obat yang tepat bagi seseorang dengan epilepsi bukanlah hal yang mudah. Selain pemilihan OAE berdasarkan jenis bangkitan atau jenis sindrom epilepsinya, beberapa faktor juga harus dipertimbangkan, misalnya umur, jenis kelamin, kondisi tubuh, berat badan, dan respon masing-masing penderita terhadap pengobatan yang diberikan. Tujuan pemberian OAE adalah agar serangan epilepsi berhenti. Pada anak-anak, pemberian OAE berdasarkan anjuran dokter adalah selama 2 tahun agar anak terbebas dari kejang.
Sementara itu, neurolog anak RSCM Irawan Mangunatmadja mengatakan orang tua juga perlu mengetahui efek samping OAE yang diminum anak dan apa yang harus dilakukan bila timbul efek samping dari obat tersebut. "Penting untuk diingat, penggantian OAE tanpa alasan yang kuat sebaiknya tidak dilakukan karena dalam banyak penelitian ditemukan bahwa hal ini malah mengakibatkan kekambuhan serangan,†katanya.
Selain monoterapi, ada pula diet ketogenik yang dapat digunakan sebagai terapi untuk epilepsi. Diet ketogenik adalah diet dengan kandungan tinggi lemak dan rendah karbohidrat dan protein sehingga memicu keadaan ketosis.
Diet ini mengandung 2-4 gram lemak untuk setiap kombinasi 1 gram karbohidrat dan protein. Melalui diet ketogenik, lemak menjadi sumber energi dan keton terakumulasi di dalam otak sehingga menjadi tinggi kadarnya atau disebut dengan ketosis. Keadaan ketosis ini dipercaya dapat mengurangi gejala epilepsi dengan mengurangi frekuensi dan derajat kejang.
Â
Sumber: TEMPO