SUKABUMIUPDATE.com - Mencari pasangan hidup yang tepat butuh perjuangan, semakin rumit ketika psikolog meyakini bahwa urutan lahir mempengaruhi kecocokan kita dan si dia.
Psikolog Kevin Leman dalam bukunya “The New Birth Order Book: Why You are the Way You are†menulis urutan lahir dapat mempengaruhi kesehatan suatu hubungan.Â
Leman mengambil referensi dari studi yang diterbitkan di Journal of Marriage and Family yang mengevaluasi kualitas hubungan 236 pebisnis dan pasangannya berdasarkan urutan kelahiran.Â
Disarikan dari buku Leman dan studi-studi serupa sebelumnya, berikut kombinasi pasangan terbaik (dan terburuk) berdasarkan urutan lahir seperti dilansir Independent:
1. Anak sulung
Pasangan terbaik: Bungsu
Pasangan terburuk: Sulung
Berdasarkan studi Walter Toman, profesor Psikologi Klinis di Jerman, dari 3.000 keluarga, ada peluang besar pernikahan sukses saat seseorang yang lahir sebagai anak sulung punya pasangan yang merupakan anak bungsu. Menurut Leman, ini disebabkan ketertarikan pada hal yang berlawanan.
Anak sulung bisa mengajari si bungsu hal-hal kecil tentang manajemen, sementara si bungsu bisa membuat suasana tetap ringan dan mengingatkan si sulung agar tidak menjalani semuanya serba serius.
Menurut studi, pasangan yang paling cocok adalah perempuan yang lahir sebagai anak sulung dengan pria yang lahir sebagai bungsu karena mereka butuh keharmonisan satu sama lain.
Sesama sulung bisa memicu pertengkaran karena sama-sama perfeksionis dan ingin melakukan semua sesuai keinginan mereka masing-masing, jadi semua tergantung pada kontrol diri tiap orang.
Tapi jangan khawatir bila Anda dan pasangan sama-sama anak pertama. Contohnya adalah Hillary dan Bill Clinton yang juga sesama sulung, mereka sudah menikah selama 41 tahun.
Untuk mencegah pertengkaran, Leman menulis bahwa setiap orang harus mencoba menahan diri dan berhenti mengkritik. Penting juga untuk berbagi tugas, misalnya siapa yang harus bayar tagihan listrik atau siapa yang harus belanja.
Pasangan sulung - anak tengah bisa membingungkan bagi anak pertama, sebab anak tengah bisa jadi tertutup dan kurang baik mengekspresikan perasaan mereka.Â
Pasangan sulung - anak tengah harus belajar terbuka satu sama lain, dan si sulung harus mendorong anak tengah untuk berpendapat dengan pertanyaan seperti, “Bagaimana menurut kamu?†atau “Bilang padaku apa yang kamu rasakan.â€
2. Anak tengah
Pasangan terbaik: Bungsu
Pasangan terburuk: Anak tengah
Leman mengatakan anak tengah tidak baik dalam berkomunikasi. Sesama anak tengah cenderung enggan konfrontasi satu sama lain karena malas ribut, kemudian memendam perasaannya.
Anak tengah seharusnya punya rekam jejak terbaik dalam mempertahankan pernikahan karena mereka tumbuh dengan belajar berkompromi dan bernegosiasi dengan saudara-saudaranya, kata Leman.Â
Namun, ini bisa juga membingungkan pasangan mereka karena anak tengah bisa sering menyembunyikan perasaan, bukannya mengungkapkan apa yang mereka rasakan.
Leman menyarankan agar pasangan sesama anak tengah untuk memberi ruang pada pasangan seperti membiarkan mereka berkawan di luar rumah, juga menunjukkan respek, misalnya tidak lupa menelpon untuk mengabari bila akan datang terlambat.
Anak tengah - bungsu pasangan yang bagus. Leman mengatakan anak tengah yang bisa berkompromi bisa jadi pasangan tepat untuk bungsu yang biasanya lebih terbuka. Mereka juga bisa berkomunikasi dengan baik karena anak tengah tidak merasa terancam dengan si bungsu, jadi komunikasi bukan masalah.Â
Tetapi ada risiko anak tengah lebih patut dihormati, jadi hati-hati dengan hal itu. Penting juga menyadari bahwa anak bungsu cenderung egois dan penuh keinginan. Aturan umumnya, jangan mengejek pasanganmu, tertawalah bersamanya, bukan menertawakannya.
3. Anak bungsu
Pasangan terbaik: Sulung
Pasangan terburuk: Bungsu
Pasangan sesama bungsu bisa jadi mimpi buruk. Mereka punya kecenderungan bermasalah dalam hal finansial dalam pernikahan, butuh usaha keras untuk mengatur siapa yang mengurus ini dan itu. Bila tidak ada keputusan jelas, pasangan bungsu bisa mudah mendapat masalah.
Menurut Leman, anak bungsu cenderung menyalahkan orang lain. Jadi jika kedua orang saling menyalahkan untuk semua hal, tidak akan ada habisnya.
Untuk memastikan ini tidak terjadi, Leman menyarankan agar setiap orang harus saling bertanggung jawab. Juga, jaga rasa humor dan cobalah untuk tetap santai.