SUKABUMIUPDATE.com - Racun mematikan itu bukan datang dari serangan senjata kimia, tapi dari polusi udara dari asap yang keluar dari knalpot mobil bermesin diesel yang meluncur di jalan-jalan di seluruh dunia. Begitulah hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal Nature, Senin lalu.
Dalam penelitian yang dilakukan tim gabungan dari University of Colorado, Amerika Serikat, lembaga non-profit International Council on Clean Transportation (ICCT), dan Environmental Health Analytics LLC menyebutkan, emisi yang dikeluarkan kendaraan bermesin diesel telah melebihi batas legal yang ditetapkan. Menurut mereka, emisi kendaraan bermesin diesel ini di seluruh dunia telah mencapai 4,6 juta ton lebih banyak dari ketentuan yang ditetapkan.
Penelitian baru tersebut mencakup 80 persen pasar diesel dunia, termasuk Australia, Brasil, Jepang, Meksiko, dan Rusia. Kendaraan besar macam truk dan bus diidentifikasi sebagai penyumbang terbanyak.
Bukan berita bagus tentu saja, tapi sebuah racun mematikan yang membunuh secara perlahan. Kelebihan emisi kendaraan diesel ini akan menyebabkan polusi asap, udara dipenuhi dengan nitrogen oksida (NOx).
Gas beracun ini dihasilkan dari reaksi antara oksigen dan nitrogen di udara saat pembakaran. Jumlah nitrogen oksida meningkat pesat di kota-kota besar yang lalu lintasnya padat oleh kendaraan.
Dalam penelitian yang menelaah 11 pasar kendaraan, mereka menemukan jumlah emisi dari kendaraan itu menghasilkan 13,1 juta ton nitrogen oksida. Namun, kata para ilmuwan, kalaupun emisi tersebut memenuhi standar pengujian yang diberlakukan, jumlah NOx tetap besar, yakni mendekati 8,6 juta ton.
Tentu ini sangat berbahaya. Satu yang pasti, NOx dapat merusak jaringan paru-paru. Lebih jauh lagi, di udara lepas, nitrogen oksida bereaksi dengan bahan kimia di atmosfer dan bisa menghasilkan ozon tingkat dasar serta partikel ultra halus.Â
Keduanya sama-sama berbahaya. Ozon bisa mengganggu saluran pernapasan dan memperparah penyakit paru-paru, seperti asma dan bronkhitis. Partikel halus yang terhirup akan menimbulkan penyakit jantung dan arteri.
Tak pelak, jumlah emisi yang berlebih ini dikhawatirkan bisa memicu jumlah kematian dini karena penyakit-penyakit akibat nitrogen oksida dalam jumlah besar, yakni mencapai 38 ribu. Bila tak ada perbaikan, para peneliti khawatir jumlah kematian dini itu akan terus bertambah.
Pada 2040, jumlah kematian akan mencapai 174 ribu. "Konsekuensi kelebihan emisi NOx diesel untuk kesehatan masyarakat global sangat mencolok," kata Susan Anenberg, salah satu dari tim peneliti tersebut.
Dari hasil penelitian ini, mereka menganjurkan agar standar emisi kendaraan tidak saja perlu ditata lebih ketat, tapi juga harus dilakukan langkah-langkah untuk membuat produsen lebih patuh.
"Semua itu dilakukan agar dapat mencegah ratusan ribu kematian dini akibat penyakit terkait dengan polusi udara setiap tahun," kata Anenberg.
Ironisnya, dua pertiga dari semua kendaraan diesel, di mana pun dijual, mengikuti standar Uni Eropa. "Jadi, selama Eropa mendapatkan standar emisi kendaraan yang salah, yang terus dilakukan untuk mobil, seluruh dunia mendapatkan kendaraan yang salah juga,†kata Ray Minjares dari International Council on Clean Transportation (ICCT) Amerika Serikat, yang juga bagian dari tim peneliti, kepada Guardian Senin lalu.
Emisi diesel memang kerap menjadi masalah. Dua tahun lalu, International Council on Clean Transportation (ICCT) Amerika mengungkapkan bahwa perusahaan otomotif Jerman, Volkswagen, disebut telah memasang "perangkat penipu" di mobilnya.
Pada Maret lalu, periset dari MIT di Amerika Serikat memperkirakan bahwa kelebihan emisi dari kendaraan VW menyebabkan 1.200 kematian dini di Eropa antara 2008 dan 2015.Â
Menanggapi hasil penelitian itu, juru bicara Society of Motor Manufacturers and Traders, yang mewakili pembuat mobil di Inggris, mengatakan kalangan industri berkomitmen untuk meningkatkan kualitas udara dan menginvestasikan miliaran teknologi baru untuk mengurangi emisi.
Mari kita tunggu komitmen perusahaan yang kerap membuat polusi udara dan racun mematikan. Tak hanya dari sektor industri tentunya, melainkan juga semua sektor yang berkepentingan.
Sumber: Tempo