SUKABUMIUPDATE.com - Dalam malam yang sepi, Eem (55 tahun), menyaksikan takdir suaminya, Otib (60 tahun), tergenggam tembakan mematikan yang tak pernah ia bayangkan. Saung mereka yang sederhana berubah menjadi kuburan duka di lahan Perhutani Cisujen Blok 10, Desa Sumberjaya, Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi.
Berlinang air mata, Eem menuturkan tragedi yang meremukkan hidupnya. Malam itu, Selasa, 22 April 2025, Eem dan Otib sedang beristirahat di saung, bangunan mungil dengan atap daun ilalang yang biasa melindungi mereka dari panas dan dingin. Dua tahun sudah tempat tersebut menjadi saksi perjuangan Otib bertani di hutan, jauh dari gemuruh kota.
Kurang lebih pukul 23.00 WIB, letusan senjata membelah keheningan. Eem semula mengira para pemburu berhasil menembak incarannya, tetapi panggilan lirih suaminya mematahkan itu. Dugaan tersebut dirasakan Eem karena beberapa waktu sebelumnya sejumlah orang yang diduga rombongan pemburu, pernah datang dan bertanya soal keberadaan babi.
"Tulung, Mi. Tulung, Mi," suara Otib memohon pertolongan.
Eem, dalam kepanikan, berlari mencari alat penerang. Senter kecil di tangannya menyingkap pemandangan yang membuat jantungnya luruh. Darah, dalam alirannya yang deras, membasahi tanah. Luka menganga di punggung suaminya menjadi saksi bisu bahwa maut sudah mengetuk. "Saat disorot, terlihat luka tembak di punggung," katanya kepada sukabumiupdate.com ketika ditemui di rumahnya pada Sabtu (26/4/2025).
Lokasi saung Otib tertembak di lahan Perhutani Cisujen Blok 10, Desa Sumberjaya, Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi. | Foto: Istimewa
Baca Juga: Otib dan Luka Menembus Paru, Misteri Keberadaan Proyektil dalam Kematian Petani Sukabumi
Eem segera memanggil bantuan. Uwa Sakim, seorang tetangga huma, datang tergesa-gesa, sambil memberi tahu Uwa Ibro, kakak Otib. Tetapi sebelum bantuan tiba, beberapa orang yang diduga rombongan pemburu, mendekat, salah satunya JF, warga Bogor yang diduga berperan sebagai penembak. Mereka tersentak oleh apa yang baru saja terjadi.
Di tengah suasana mencekam, Otib masih sempat meminta air minum. Eem memberinya dua kali, bahkan termasuk makanan, namun Otib sudah sulit menelan. Eem terus mengusap kepala suaminya dan membisikkan doa-doa penuh harap. Perlahan, ketika Uwa Ibro dan istrinya tiba, Otib diperkirakan telah pergi, meninggalkan Eem dan dua anak perempuan mereka.
Saung yang pernah menjadi tempat berlindung kini menjelma monumen tragedi. Tiang bambu yang sederhana dan atap ilalang itu berubah menyimpan kepedihan yang tak terkatakan. Eem, yang tinggal di sebuah rumah panggung di Kampung Cipancur, Desa Kademangan, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, berjanji tak akan kembali ke hutan.
"(Pemburu itu) sudah diperingatkan agar jangan menembak ke arah saung karena pasti ada orang. Sekarang, Abah sudah tidak ada, saya tidak akan ke hutan lagi," kata Eem.
Rumah Eem dan Otib di Kampung Cipancur, Desa Kademangan, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, Sabtu (26/4/2025). | Foto: SU/Ragil Gilang
Otib menghabiskan beberapa jam terakhir hidupnya di tengah kesakitan. Luka tembak di punggungnya bukan sekadar goresan, ia menembus hingga ke inti kehidupan, perlahan menguras napas terakhirnya. Dengan darah yang terus mengalir, ia terbaring di saung kecil, ditemani istri dan beberapa orang yang mencoba memberikan pertolongan sebisanya.
Baca Juga: 23 Jam Tragedi Sukabumi: Tembakan Maut Peluru Nyasar hingga Duka di Pemakaman Otib
Baru pada dini hari, Rabu, 23 April 2025, sekira pukul 03.00 WIB, tubuh Otib yang kian lemah diangkut menggunakan mobil pemburu menuju jalan raya. Dari sana, ambulans membawanya ke RSUD Jampangkulon, tiba sekira pukul 05.30 WIB. Namun sayang, nyawa sudah meninggalkan tubuhnya. Jenazah Otib lalu dirujuk ke RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi untuk menjalani autopsi.
Hasil autopsi, yang dipimpin dr Nurul Aida Fathya dari tim forensik RSUD R Syamsudin SH, mengungkap kenyataan yang tak kalah mengerikan. Luka di punggung Otib memiliki panjang sekitar 18 sentimeter, membentang dari kanan ke kiri, melintasi garis tengah tubuh.
Luka itu cukup dalam, menembus rongga tubuh, merusak organ-organ dalam, dan memicu perdarahan masif. Tak ada benda asing yang ditemukan di dalam tubuhnya, tetapi dampak dari luka tersebut sudah cukup untuk mengakhiri hidup Otib.
Senjata yang diduga digunakan JF dalam peristiwa tewasnya Otib. | Foto: Istmewa
Kematian Otib bukan sekadar kecelakaan, ia adalah hasil dari kelalaian manusia yang bermain dengan maut tanpa menghormati kehidupan. Kini, kasus tersebut menjadi sorotan. Aparat telah menahan JF, pemburu yang diduga lalai. Tetapi bagi Eem, penangkapan itu tak akan pernah mengembalikan sosok yang ia cintai.
Senapan berlabel Christensen Arms 308 CA TAC 10 Multi-Caliber bernomor seri CASX2255 menjadi pusat perhatian. Senjata tersebut diduga disita polisi dari tangan JF. Tetapi teka-teki besar masih menyelimuti, sebab hasil autopsi memicu pertanyaan tentang keberadaan proyektil yang mematikan itu.