SUKABUMIUPDATE.com - Tragedi yang menimpa Otib (60 tahun), petani asal Kampung Cipancur, Desa Kademangan, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, Selasa malam, 22 April 2025, memicu diskusi tentang kepercayaan lama yang hidup di masyarakat Pajampangan, termasuk di Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi.
Orang tua dan sesepuh di wilayah itu percaya bahwa menyebut nama hewan seperti babi hutan, bagong, atau begu, secara langsung saat berada di ladang atau hutan adalah pantangan, sebuah larangan yang dianggap bisa membawa celaka. Diketahui, Otib meninggal dunia setelah tertembak peluru nyasar milik pemburu babi hutan dari Bogor.
“Ibu saya dulu kalau padi habis dimakan babi hutan selalu bilang, ‘Imeut we pare teh ku barudak’. Menyebut babi, bagong, atau begu secara langsung itu pantang dilakukan, apalagi menunjuk posisi sekawanan babi. Itu bisa membawa celaka,” ujar warga yang enggan disebut namanya kepada sukabumiupdate.com, Kamis, 24 April 2025.
Ki Kamaludin (74 tahun), tokoh masyarakat Pajampangan, turut memperkuat tradisi tutur ini. “Di hutan atau ladang, menyebut ‘bagong’ atau ‘si belang’ (harimau) secara langsung itu sebuah pantangan. Dianggap tidak sopan dan bisa membawa celaka. Jadi disebut saja barudak untuk babi hutan dan raja untuk harimau,” jelasnya. "Ini petuah sesepuh dan kuncen-kuncen yang mungkin bagi sebagian orang di masa kini hanya dianggap mitos," lanjut Ki Kamaludin.
Lokasi saung Otib tewas tertembak di lahan Perhutani Cisujen Blok 10, Desa Sumberjaya, Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi. | Foto: Istimewa
Baca Juga: Ditangkap! Pemburu Dari Bogor di Balik Peluru Nyasar Tewaskan Petani Sukabumi
Meski bagi sebagian orang mitos pantangan ini dianggap sekadar cerita turun-temurun, kejadian tragis yang menimpa Otib membuat banyak warga kembali merenungi nilai-nilai yang diajarkan leluhur mereka. Beberapa percaya insiden tersebut adalah peringatan atas diabaikannya kearifan lokal yang telah lama menjaga harmoni antara manusia dan alam.
Otib bersama istrinya, Eem (55 tahun), memang sering bertani dan bermalam di tempat kejadian atau sebuah saung di lahan Perhutani Cisujen Blok 10, Desa Sumberjaya, Kecamatan Tegalbuleud. Selasa itu, tepatnya sebelum pukul 23.00 WIB, sejumlah pemburu sempat bertanya kepada istri Otib soal posisi babi hutan di sekitar wilayah tersebut. Tidak lama, terdengar suara tembakan dari arah ladang. Eem yang masih terjaga menduga para pemburu berhasil menembak babi, namun ternyata sang suami yang menjadi korban.
Empat pemburu kemudian muncul di tempat kejadian, tiga di antaranya warga Desa Sumberjaya, sedangkan satu lainnya dari Bogor, tetapi memiliki rumah di Kampung Cipangparang, Desa Nangela, Kecamatan Tegalbuleud. Orang tersebut yang kini diketahui berinisial JF, diduga menjadi juru tembak dalam pemburuan.
Beberapa jam Otib dibiarkan di lokasi dengan luka yang dideritanya. Baru sekira pukul 03.00 WIB, ia diangkut mobil pemburu sampai ke jalan raya, lalu dipindahkan ke ambulans untuk dibawa ke RSUD Jampangkulon dan tiba sekira pukul 05.30 WIB. Jenazah Otib selanjutnya dirujuk ke RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi untuk diautopsi.
Baca Juga: Kesaksian Kunci: Pemburu Muncul saat Otib Meregang Nyawa, Petani Sukabumi Korban Peluru Nyasar
Ketua tim dokter forensik RSUD R Syamsudin SH dr Nurul Aida Fathya menyebut luka Otib yang berdasarkan karakteristiknya disebabkan kekerasan tumpul itu memiliki panjang kurang lebih 18 sentimeter. Posisi lukanya membentang dari kanan ke kiri dan melintasi garis tengah tubuh. Namun Aida mengatakan timnya tidak menemukan benda apa pun.
"Ditemukan adanya luka pada area punggung. Lukanya cukup dalam karena menimbulkan kerusakan pada organ dalam dan ada banyak perdarahan, kelihatan di pakaian. Beberapa organ juga tampak pucat. Ukurannya cukup besar, sekitar 18 sentimeter, (kedalamannya) sampai organ dalam, sampai rongga tubuh," kata dia pada Rabu malam, 23 April 2025.
"Penyebab kematiannya adalah kekerasan tumpul yang di daerah punggung yang menyebabkan kerusakan pada paru dan menimbulkan perdarahan," lanjut Aida.
Keterangan itu diperoleh Aida setelah melakukan autopsi selama lima jam pada Rabu kemarin, mulai pukul 12.30 WIB hingga sekira 17.00 WIB. Otib diperkirakan meninggal dua belas jam sebelum autopsi berlangsung.