SUKABUMIUPDATE.com - Rudi Suheri (54 tahun) bersama putrinya sudah berbulan-bulan tinggal di rumah yang tak beratap sebagian karena ambruk. Jika hujan deras, banjir pun memenuhi setiap sudut ruangan rumahnya yang berada di Gang Juli, RT 01 RW 13, Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi.
Bangunan yang merupakan warisan dari orang tuanya itu kini dalam kondisi sangat memprihatinkan. Pantauan sukabumiupdate.com di lokasi, atap dapur, ruang makan dan WC sudah ambruk. Kayu-kayu penyangga atap pun terlihat lapuk dan keropos sehingga rawan ambruk susulan.
Rudi atau yang akrab disapa Gobeng itu menceritakan, bahwa rumah tersebut dibangun sejak tahun 1980-an dan belum pernah direnovasi. Ambruknya sebagian atap dimulai saat hujan deras disertai petir mengguyur wilayah Sukabumi beberapa bulan lalu.
“Saya di sini tinggal sama anak perempuan saya masih SMP kelas 2. Jadi kejadiannya itu malam pas hujan gede, pas ada suara petir itu berbarengan dengan suara ambruk atap dapur. Kejadiannya sekitar dua atau tiga bulan yang lalu, waktu bencana banjir di Sukabumi,” ujar Gobeng di rumahnya, Selasa (22/4/2025).
Baca Juga: Gempa M5,6 di Samudra Hindia Sukabumi Tak Berpotensi Tsunami, Akibat Aktivitas Sesar Dasar Laut
Seiring berjalannya waktu, lanjut Gobeng, kerusakan terus merambat. Hujan yang datang bertubi-tubi membuat atap ruangan lain di rumahnya ikut ambruk.
“Empat hari yang lalu atap ruang makan juga ambruk karena terus-terusan kena hujan. Kayu penyangganya udah pada lapuk,” tambahnya.
Kini, setiap hujan turun, bukan hanya rasa dingin yang menyergap Gobeng dan anaknya, tetapi juga ketakutan. Air mengalir masuk dari atap yang bolong, membanjiri ruang tamu dan kamar. Tak ada lagi ruang aman di rumah mereka. Bahkan untuk sekadar tidur dengan tenang pun sulit dilakukan.
“Karena atapnya udah terbuka, jadi sekarang kalau hujan ya banjir ke ruang tamu, ke mana-mana,” keluhnya.
Gobeng pun mengaku hidup dalam rasa waswas setiap hari. Ia selalu cemas terjadi ambruk susulan.
“Kalau khawatir itu jelas, setiap saat, karena ini lah contohnya kalau malem-malam saya denger pintu kamar anak saya kebuka, langsung saya ikutin ke dapur, saya tungguin, sambil liat-liat takutnya kan takutnya ada genting jatuh atau ambruk susulan," tuturnya.
Gobeng hidup berdua dengan anak perempuannya sejak bercerai dari sang istri. Sejak itu, ia menjalani hari-hari sebagai seorang ayah tunggal. Tidak punya pekerjaan tetap, sehari-hari ia mencoba peruntungan sebagai live streamer TikTok. Namun penghasilannya tak menentu.
"Kalau dapet (penghasilan dari Gift TikTok) itu 100-200 ribu, kalau ada. Untuk saat ini, penghasilan ngamen live TikTok itu selain buat makan, saya lebih utamakan buat bekal anak sekolah. Misal dapat 150 ribu, saya kasih ke anak untuk 5 hari sekolah," ujarnya lirih.
Gobeng warga Cikole Sukabumi saat menunjukan atap rumahnya yang roboh.
Terkait bantuan dari pemerintah, Gobeng mengaku belum pernah mendapat bantuan renovasi rumah. Ia hanya sempat menerima terpal dari pihak kelurahan setempat.
“Rutilahu? Baru denger malah. Belum pernah ngajuin juga, enggak tahu harus ke mana,” ucapnya pasrah.
Namun di balik kepasrahan itu, Gobeng menyimpan harapan. Bukan rumah mewah yang ia dambakan, hanya tempat berteduh yang tak bocor saat hujan. Tempat di mana anaknya bisa belajar dan tidur dengan tenang, tanpa dihantui rasa takut.
“Minimalnya enggak kehujanan lah, syukur-syukur bisa direnovasi meskipun cuma bagian yang ambruk aja,” harapnya penuh haru.