SUKABUMIUPDATE.com - Hampir setiap pagi Leni Sumarni memulai harinya dengan perjuangan yang tidak biasa. Guru SDN Cibadak di Desa Neglasari, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi, ini mesti menyeberangi Sungai Cikaso selebar 50 meter tanpa jembatan.
Sungai itu memisahkan sekolah Leni mengajar dan rumahnya di Kampung Pamoyanan, Desa Bantarpanjang, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi. Puluhan pelajar SMA, SMK, dan SMP dari Kampung Ciomas, Cicadas, serta Pamoyanan, Desa Bantarpanjang, juga harus melintasi sungai ini demi bisa belajar ke sekolah yang berada di Kecamatan Lengkong.
Ketika debit air naik, mereka harus bertaruh nyawa menyusuri derasnya arus sungai yang bisa mencapai lebih dari satu meter. “Kalau masih 50-60 sentimeter airnya, kami nekat lintasi. Tapi kalau lebih, sangat berbahaya,” ujar Leni kepada sukabumiupdate.com, Selasa (22/4/2025).
Leni bahkan menyebut pernah ada warga yang hanyut sejauh 300 meter sebelum akhirnya berhasil diselamatkan.
Adapun pilihan lain saat ini adalah jalan memutar sepanjang dua jam perjalanan melewati Desa Bojongjengkol, Kecamatan Jampangtengah. Namun jalur tersebut tak kalah menantang, melintasi tebing curam, berlumpur, dan penuh batu. Banyak warga yang terpaksa mendorong sepeda motor mereka karena licin dan rawan tergelincir.
Baca Juga: Pemkab Sukabumi Prioritaskan Normalisasi Sungai untuk Atasi Banjir Palabuhanratu
Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya jembatan permanen, setelah satu per satu jembatan darurat hanyut diterjang derasnya Sungai Cikaso. Jembatan gantung yang menghubungkan Kampung Pamoyanan, Desa Bantarpanjang, Kecamatan Jampangtengah, dengan Kampung Cigirang, Desa Neglasari, Kecamatan Lengkong, pertama dibangun dari APBD Kabupaten Sukabumi pada 2015, sudah hancur sejak 29 Juni 2024.
Usaha warga dibantu relawan Jampang Peduli untuk membuat jembatan permanen dengan bantuan influencer Willie Salim serta lembaga swadaya masyarakat seperti Amal Produktif Indonesia hanya bertahan sementara. Setelah itu warga membuat jembatan darurat dari besi dan sling sisa-sisa jembatan permanen, namun hanyut kembali pada Maret 2025. Lalu membuat dari bambu dan lenyap terbawa air pada April 2025.
“Kini, warga menyeberangi sungai dengan turun langsung ke air, bertaruh dengan nasib setiap hari. Anak-anak PAUD dan madrasah warga Desa Neglasari yang belajar ke Kampung Pamoyanan, Desa Bantarpanjang, harus diliburkan saat air naik karena mustahil bagi mereka untuk menyebrang," kata Leni.
Jembatan penghubung sangat dibutuhkan oleh warga, lanjut Leni, bukan hanya sebagai akses ekonomi dan sosial, tetapi juga pendidikan. Masyarakat berharap janji Pemerintah Kabupaten Sukabumi segera direalisasikan. “Kami mohon agar jembatan permanen segera dibangun. Ini bukan hanya soal akses, tapi soal keselamatan dan masa depan anak-anak kami,” ujarnya.
"Di tengah derasnya arus Sungai Cikaso, semangat warga untuk belajar dan mengajar tak pernah surut. Namun semangat itu tak bisa terus-menerus bertahan tanpa dukungan nyata. Jembatan bukan lagi soal infrastruktur, tapi jantung kehidupan masyarakat perbatasan Lengkong dan Jampangtengah," kata Leni.