Tamparan Kepsek terhadap Siswa Mesum di Sukabumi: Uang Damai dan Peran PGRI yang Dipertanyakan

Sukabumiupdate.com
Jumat 18 Apr 2025, 15:46 WIB
(Ilustrasi) Kasus dugaan penamparan kepsek terhadap siswa SMP di Kabupaten Sukabumi masih menjadi sorotan. | Foto: Unplash/Jesus Monroy Lazcano

(Ilustrasi) Kasus dugaan penamparan kepsek terhadap siswa SMP di Kabupaten Sukabumi masih menjadi sorotan. | Foto: Unplash/Jesus Monroy Lazcano

SUKABUMIUPDATE.com - Kasus penamparan seorang kepala sekolah (kepsek) terhadap siswa SMP di Kecamatan Cidolog, Kabupaten Sukabumi, yang melakukan tindakan mesum, masih menjadi sorotan dari warga setempat. Sebab, peristiwa pada 3 April 2025 ini membuat kepsek tersebut harus membayar ganti rugi.

Diketahui, siswa SMP itu tertangkap basah sedang berbuat mesum di musala dan toilet SD di Kecamatan Cidolog. Kepsek berinisial YT yang saat itu berada di lokasi, spontan menampar pelajar tersebut. Namun akibat tindakannyya, ia harus membayar Rp 3 juta sebagai upaya damai dan penyelesaian masalah secara kekeluargaan.

Tokoh pemuda Cidolog, Dede Rusyandi (45 tahun), mempertanyakan peran Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dalam kasus ini, baik di wilayah Cidolog maupun Curugkembar, tempat tugas kepsek yang bersangkutan. Dede meminta PGRI melakukan pendampingan dan langkah advokasi terhadap sang kepsek.

"Kami mempertanyakan peran dari PGRI berkaitan masalah itu. Jangan sampai terkesan cuci tangan. Selama ini setiap guru dipungut iuran per bulan untuk dana operasional organisasi, termasuk untuk pendampingan jika ada masalah hukum atau lainnya yang menimpa anggota," kata dia kepada sukabumiupdate.com, Jumat (18/4/2025).

Baca Juga: DPRD Bicara, Faizal Bahas Penyelesaian Kasus Kepsek di Sukabumi Tampar Siswa Mesum

Dede juga menyoroti ketidakhadiran PGRI Cidolog saat pembinaan yang dilakukan kepolisian, TNI, dan pengawas pendidikan di SMP Cidolog pada 16 April 2025. "Tidak ada satu pun perwakilan PGRI Cidolog yang hadir. Padahal itu momen penting dan seharusnya mereka hadir sebagai bagian dari organisasi yang menaungi guru," ujar dia.

Menurut Dede, kasus semacam ini seharusnya bisa diselesaikan secara internal di lingkungan pendidikan, tanpa melibatkan organisasi masyarakat atau ormas. "Jangan sampai masalah pendidikan diselesaikan oleh ormas yang ujungnya pakai uang. Ini pelajaran penting bagi kita. Kami dan warga lain berharap ada perbaikan sistem dan keterlibatan lebih aktif dari organisasi profesi seperti PGRI," tegasnya.

Ketua PGRI Cidolog, Mansuryatin, mengaku baru mengetahui kasus ini dari Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS). "Kaitan advokasi PGRI, kami siap membantu jika ada permintaan dari yang bersangkutan. Mungkin yang bersangkutan langsung minta ke PC PGRI Curugkembar karena beliau sudah pindah tugas ke sana," katanya.

Adapun ketidakhadiran dalam pembinaan di SMP Cidolog, Mansuryatin menyebut, "Kemarin saya tidak hadir karena ada kegiatan lain. Namun Pak KKKS hadir dalam kegiatan itu."

Ketua PGRI Curugkembar, Shaleh Iskandar, menyebut pihaknya sempat berdiskusi langsung dengan kepsek yang bersangkutan, tidak lama setelah kejadian.

"Pada Kamis, masuk sekolah hari kedua, kami bertemu dengan pak kepsek. Beliau langsung bercerita soal kejadian itu, termasuk uang Rp 20 juta yang diminta dan akhirnya dibayar Rp 3 juta. Kami tawarkan bantuan hukum karena PGRI punya LBH, tapi pak kepsek menolak karena sudah diselesaikan dan tidak ingin kasus ini diperpanjang," ujar dia.

"Kalau permintaan dari pak kepsek seperti itu, ya kami juga diam tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya ini juga sebagai catatan, pelajaran agar tidak terjadi lagi," lanjut Shaleh.

Berita Terkait
Berita Terkini