SUKABUMIUPDATE.com - SMAN Sukabumi viral setelah sejumlah pelajarnya menolak kembalinya oknum guru yang terlibat kasus pelecehan seksual ke sekolah. Para pelajar pemberani ini menolak dan memviralkan perkara tersebut bukan untuk merusak nama baik sekolah, tapi melindungi pelajar lain dan sekolah dari potensi kasus kejahatan dikemudian hari.
Kehadiran guru berinisial C di SMAN 3 Sukabumi memantik gejolak. Para siswa protes, dan kembali mengungkap dugaan kasus pelecehan seksual yang pernah terjadi pada November 2023, pelajar menolak kembalinya pelaku untuk aktif di SMAN 3 Kota Sukabumi.
Diketahui jika kasus dugaan pelecehan seksual ini tak pernah terungkap ke publik. Pihak sekolah menutup rapat saat peristiwa heboh itu terjadi. Saat itu, forum yang terdiri dari pelajar dan guru mengambil jalan tak melanjutkan kasus tersebut ke ranah hukum, namun sang oknum guru tak boleh kembali ke SMAN 3 Sukabumi.
Setahun lebih berlalu, baru-baru ini ketenangan para siswa sekolah yang berada di Kelurahan Subangjaya Kecamatan Cikole Kota Sukabumi terganggu. Oknum guru tersebut kembali ke SMAN 3 Sukabumi.
Baca Juga: Tinjau Irigasi Lapang Cangehgar, Dinas PU Sukabumi Siapkan Normalisasi Sungai
Ini kemudian memicu para siswa menyatakan sikap menolak dan mempertanyakan kenapa bisa terjadi. Kenapa oknum guru yang sebelumnya sudah tidak lagi berada di SMAN 3 Sukabumi, atas musyawarah di akhir tahun 2023, kembali ke sekolah.
Penolakan kemudian diviralkan melalui akun-akun media sosial. Pihak sekolah melalui humas SMAN 3 Sukabumi Asep Rahmat Kurniawan tak menampik soal isu pelecehan yang dialamatkan kepada guru berinisial C, pada November 2023.
"Saat itu ada laporan dari siswa katanya telah terjadi pelecehan seksual, tapi bukan dalam arti pemerkosaan. Tapi dalam bentuk yang lain,” kata Asep dikonfirmasi kepada awak media Sabtu, 12 April 2025.
Saat itu, pihak sekolah langsung mengkonfrontir siswa yang jadi korban, dengan C yang dituduh jadi pelaku. Pertemuan melibatkan kesiswaan, BK, juga kepala sekolah.
Baca Juga: 14 April 1907: Debut Lothar Van Gogh, Pesepak Bola dari Sukabumi yang Menyelamatkan Tim Oranje
"Kita melakukan tabayyun dengan yang bersangkutan (korban) dan terduga pelaku serta dikonfrontir. Hasilnya, kedua belah pihak menerima, dalam arti tidak ada tindakan lain sampai ke ranah kepolisian," kata dia.
Hasil tindak lanjut dari kasus ini juga sudah dilaporkan ke Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah V Jawa Barat (Sukabumi). Kata Asep, guru C kemudian dimutasi ke sekolah lain.
"Tidak lagi bertugas di SMAN 3, melainkan ditugaskan ke sekolah lain," ujarnya.
Namun C ternyata masih terdata sebagai guru di sekolah SMAN 3. Setidaknya itu berdasarkan data Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) laman Dikdasmen Kemendikbud. Guru C masih terdata sebagai guru PNS di SMAN 3. Begitu pun dilaman website SMAN 3, namanya masih dicantumkan.
Baca Juga: Gangguan Listrik Hambat Layanan Air Bersih, Perumdam TJM Palabuhanratu Operasikan Genset
Klarifikasi dari Sikap Kritis Pelajar SMAN 3 Sukabumi.
Tidak tuntasnya pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan Jawa Barat menangani perkara ini, diduga menjadi pemicu para pelajar bersikap. Mereka menolak dan akhirnya memviralkan guru C yang kembali ke SMAN 3 Sukabumi.
Lewat akun media sosialnya, salah satu pelajar SMAN 3 Kota yang menolak dan memviralkan kasus ini memberikan klarifikasi. Berikut penjelasan lengkapnya;
Saya, selaku pihak yang menyebarkan informasi terkait kasus pelecehan seksual yang terjadi di sekolah, dengan tegas menyatakan bahwa saya tidak berniat menyebarkan fitnah dan tuduhan. Saya hanya mempertanyakan desas-desus yang beredar di sekolah mengenai pelaku yang sebelumnya sudah tidak lagi mengajar di SMAN 3 Sukabumi. Pertanyaan tersebut didasarkan pada fakta bahwa pelaku beberapa kali mendatangi sekolah tanpa rasa malu, padahal disanalah pelaku menemukan korbannya. Perlu ditegaskan pula bahwa yang mengalami trauma dalam kasus ini adalah seluruh warga SMAN 3 Sukabumi. Oleh karena itu ketika para siswa melihat pelaku berkeliaran di lingkungan sekolah, siswa/i merasa khawatir.
Hal ini memunculkan pertanyaan: mengapa pelaku masih bisa datang kesini? lebih lanjut saya meminta pihak berwenang (selain pihak sekolah, karena saya rasa pihak sekolah sudah selesai menindak pelaku) memberikan pernyataan yang dapat menenangkan kami, salah satunya dengan membuktikan bahwa pelaku sudah tidak terdaftar sebagai tenaga pendidik di sekolah tersebut, meskipun kami tahu bahwa pelaku sudah tak memiliki jam mengajar. Kami juga mempertanyakan isu bahwa nama pelaku masih terdaftar di aplikasi absensi tenaga pendidik SMAN 3 Sukabumi. Saya tidak memiliki niat sedikitpun untuk menyudutkan sekolah atau merusak nama baik sekolah tempat saya menuntut ilmu karena saya mengetahui bahwa sejak awal sekolah memang berpihak kepada korban.
Baca Juga: Tiga Sapi Milik Warga Kebonpedes Sukabumi Raib, Diduga Ditipu Modus Pesan Telepon WhatsApp
Selain menjelaskan panjang lebar soal klasifikasinya, pelajar SMAN 3 Sukabumi ini juga membeberkan dua poin penting, rangkuman hasil pertemuan mereka (pelajar) dengan pihak sekolah, pasca kasus penolakan mereka terhadap guru C viral di media sosial.
Pertama, pihak SMAN 3 Sukabumi sejak awal kasus ini terjadi pada tahun 2023 telah mendampingi korban dan menindak tegas pelaku pelecehan dengan tidak memberikan jam mengajar di sekolah. Namun, terkait hukuman lebih tegas, seperti penetapan surat keputusan (SK) mengenai status pelaku di SMAN 3 Sukabumi atau sanksi lain yang lebih berat, hal tersebut berada di luar kewenangan pihak sekolah. Oleh karena itu sekolah tidak dapat menyatakan apakah pelaku masih terdaftar sebagai bagian dari sekolah atau tidak. Yang jelas, sekolah sudah menghentikan jam mengajar pelaku, sesuai kewenangannya, dan telah melaporkan kasus ini kepada kantor cabang dinas (KCD) selaku atasan SMAN 3 Sukabumi segera setelah kasus ini muncul, serta menyerahkan tindak lanjutnya kepada pihak terkait.
Kedua, SMAN 3 Sukabumi tidak bermaksud menutupi kasus ini, tetapi berupaya mencari jalan tengah agar korban mendapatkan keadilan, pelaku menerima konsekuensi, dan nama baik sekolah tetap terjaga. Karena ditakutkan hal ini dapat berakibat pada penurunan akreditasi sekolah, mengingat bahwa akreditasi sekolah sangat penting, terutama bagi murid. yakni sebagai penentu jumlah kuota yang didapatkan tiap sekolah untuk mendaftarkan di seleksi nasional berdasarkan prestasi (SNBP) untuk kuliah nanti.
Soal Akreditasi Sekolah
Terkait akreditasi sekolah, pelajar ini juga menjelaskan dengan panjang lebar keinginannya untuk mempertahankan akreditas SMAN 3 Sukabumi pasca viralnya kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan guru terhadap siswi. Berikut tulisan dari pelajar SMAN 3 Sukabumi soal ini;
Baca Juga: Disdik Angkat Suara Soal Kepsek di Sukabumi Tampar Siswa Pelaku Mesum Lalu Bayar Ganti Rugi
Saya berharap dapat berdiskusi dengan pemangku kebijakan yang berwenang mengatur penilaian akreditasi sekolah. Tujuannya menciptakan ruang yang lebih luas bagi sekolah untuk menindak tegas segala bentuk kejahatan di lingkungan sekolah tanpa khawatir akan dampak negatif berupa penurunan akreditas sekolah. Menurut saya, tindakan tegas terhadap kejahatan seharusnya diapresiasi, bukan menjadi alasan untuk menimbulkan konsekuensi buruk bagi pihak yang berani menegakan keadilan.
Lebih lanjut saya ingin mengajak seluruh masyarakat - termasuk siswa. orang tua/wali murid, instansi pendidikan dan masyarakat umum - untuk mengubah pola pikir. Ketika ada sekolah yang berani menindak secara tegas pelaku kejahatan secara terbuka, hal tersebut seharusnya menjadi bukti komitmen sekolah dalam menjaga keamanan, kenyamanan dan fungsi sekolah sebagai sarana pendidikan. Tindakan tersebut selayaknya mendapat apresiasi.
Sebaliknya jika sistem penilaian akreditasi justru mengurangi nilai akreditasi sekolah yang menindak tegas kejahatan, hal ini dapat menghambat sekolah dalam menegakkan keadilan dan memberikan hukuman yang setimpal kepada pelaku. Akibatnya, sekolah mungkin cenderung menutupi kasus kejahatan untuk menghindari dampak buruk, seperti penurunan akreditasi sekolah, yang pada akhirnya bisa dikhawatirkan akan terdapat penyelesaian kasus yang kurang adil bagi korban. Haruskan ada sekolah yang terpaksa berpura-pura aman?