SUKABUMIUPDATE.com - Bupati Sukabumi Asep Japar menanggapi serius keluhan warga Desa Cihaur, Kecamatan Simpenan, yang lahan pertaniannya gagal panen karena terendam limpasan lumpur yang diduga akibat aktivitas tambang emas.
Ia menegaskan bahwa pemerintah harus berpihak kepada masyarakat dan tidak segan mencabut izin tambang tersebut jika terbukti telah merugikan lingkungan dan warga sekitar.
"Kita juga harus berpihak kepada rakyat. Kalau misalkan tambangnya tidak jelas, perencanaannya tidak matang dan merugikan lingkungan, mau tidak mau sebagai pemerintah kita harus bersikap. Kasihan masyarakat," tegas Asep Japar saat ditemui usai apel pagi di Setda Kabupaten Sukabumi, Palabuhanratu, Selasa (8/4/2025).
Meski perizinan aktivitas tambang berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Asjap menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Sukabumi tidak akan lepas tangan terhadap persoalan ini.
"Kita akan koordinasikan dengan pihak provinsi karena yang mengeluarkan izin bukan dari kita. Tapi kan kalau ada masalah di daerah, ya kita juga yang kena imbasnya. Itu yang akan kita tindaklanjuti," ujarnya.
Baca Juga: Sawah Jadi Lumpur! Petani Simpenan Sukabumi Gagal Panen, Tuding Dampak Tambang
Ia pun memastikan akan segera menggelar rapat koordinasi lintas sektor dan turun langsung ke lokasi terdampak dalam waktu dekat. "Mudah-mudahan hari ini atau Kamis (10/4/2025) nanti kita bisa turun langsung. Kita ingin lihat sendiri seperti apa dampaknya di lapangan," tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, Puluhan hektare sawah di Desa Cihaur, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, berubah menjadi kubangan lumpur. Warga menduga pencemaran ini berasal dari aktivitas alat berat milik perusahaan tambang emas yang beroperasi di sekitar wilayah mereka.
Dalam rekaman video yang beredar, terlihat derasnya aliran air berlumpur menerjang sawah dan permukiman. Aliran itu membawa material dari bukit ke hilir, menyebabkan petak-petak sawah tak lagi hijau, melainkan dipenuhi genangan air kecokelatan.
"Kami tidak butuh ganti rugi. Kami ingin keberadaan perusahaan itu memberi manfaat nyata untuk masyarakat, bukan kerusakan seperti ini," kata Solehudin, salah seorang warga pada 6 April 2025.
Menurutnya, sejak awal pengerukan tanah dilakukan, tak pernah ada sosialisasi. Janji kompensasi pun hanya tinggal janji, tanpa realisasi. "Bisa enggak bisa, harus bisa tambang itu ditutup karena merugikan masyarakat," tegasnya.
Sementara warga lain, Dahlan, mengaku gagal panen akibat sawahnya terendam lumpur. "Ceritanya mau panen, hancur sama lumpur dari perusahaan tambang. Enggak ada tanggung jawab ke masyarakat," kata dia.
Menurutnya, kondisi ini baru terjadi sejak alat berat seperti backhoe mulai beroperasi. Lumpur dari kegiatan tambang mengalir ke sungai dan mencemari area pertanian. "Dulu enggak ada pengerukan, sekarang setelah ada alat berat, limbahnya sangat berdampak, lumpurnya masuk ke sawah, bukan masuk lagi, sudah menutupi sawah," ungkapnya.