AJI Kecam Tindakan Represif Aparat Terhadap 2 Jurnalis Sukabumi saat Liput Aksi Tolak UU TNI

Sukabumiupdate.com
Senin 24 Mar 2025, 23:36 WIB
Andri Somantri (tengah) Jurnalis VisiNews saat ditenangkan setelah dirinya mendapat tindakan represif dari kepolisian, Senin (24/3/2025). (Sumber Foto: IG Ajibirosukabumi)

Andri Somantri (tengah) Jurnalis VisiNews saat ditenangkan setelah dirinya mendapat tindakan represif dari kepolisian, Senin (24/3/2025). (Sumber Foto: IG Ajibirosukabumi)

SUKABUMIUPDATE.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung Biro Sukabumi mengecam tindakan aparat kepolisian yang menghalang-halangi kerja jurnalistik dua orang jurnalis yang meliput aksi demonstrasi menolak Undang-Undang (UU) TNI di depan Gedung DPRD Kota Sukabumi, Senin (24/3/2025).

Koordinator AJI Bandung Biro Sukabumi, Handi Salam menegaskan, bahwa tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian tersebut jelas telah melanggar aturan. Menghalangi jurnalis saat melaksanakan tugas jurnalistik, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) yakni pasal Pasal 18 ayat (1) UU Pers.

"Di mana, menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta," kata Handi dalam rilis yang diterima sukabumiupdate.com, Senin malam.

Baca Juga: Aksi Tolak RUU TNI di Sukabumi Chaos: Pagar DPRD Roboh, Massa Dipukul Mundur, Wartawan Ditarik

Handi menuturkan, kedua jurnalis di Sukabumi yang menjadi korban tindakan represif aparat itu yakni Andri Somantri, Jurnalis media online VisiNews, dan Siti Fatimah, jurnalis detikjabar yang juga Anggota AJI Bandung.

"Kronologisnya sekitar Pukul 17.20 WIB, Andri yang sedang meliput aksi demonstrasi tersebut menjadi korban tindakan represif aparat. Saat Andri mengambil gambar situasi pemukulan, seorang anggota polisi menarik lehernya hingga ID card pers miliknya putus," ungkap Handi.

Kemudian di tengah kerusuhan, lanjut Handi, Siti Fatimah sempat diminta untuk menghapus video yang merekam tindakan represif aparat terhadap dua orang massa aksi yang terkepung di tengah petugas.

"Salah satu polisi memerintahkan anggota lainnya berpangkat Bripka untuk menghapus video sambil hendak merebut handphone milik Siti. Namun, Siti menegaskan bahwa dirinya berasal dari media dan berhak mengambil video di ruang publik," tuturnya.

"Atas kejadian itu jelas, AJI Bandung Biro Sukabumi juga mengkritik pengamanan yang dilakukan oleh aparat kepolisian selama aksi berlangsung," tambahnya. 

Menyikapi adanya tindakan represif aparat kepolisian ini, Handi menyampaikan sikap dari AJI Bandung Biro Sukabumi, yaitu:

1. Mengecam kekerasan dan penggalangan terhadap kerja jurnalistik dua jurnalis saat meliput aksi. Tugas jurnalistik merupakan bagian dari kepentingan publik dan dilindungi oleh undang-undang.

2.  Mendesak Kapolda Jawa Barat dan Kapolres Sukabumi serta jajarannya mengusut kasus kekerasan terhadap dua jurnalis yang menghambat jurnalis dalam mencari informasi sebagaimana telah diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jurnalis dilindungi Undang-Undang (UU) Pers dalam menjalankan tugasnya. Dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pers menyatakan, ‘Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.’ 

3. Mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40/1999.

4. Meminta kepada kantor media untuk menjamin dan memantau keselamatan jurnalis yang meliput ke lapangan, khususnya kasus-kasus yang berpotensi menimbulkan ancaman fisik maupun psikis.

Selain itu, Handi menyebut tindakan represif aparat kepolisian juga menimpa seorang peserta aksi di dekat sebuah toko parfum. Peserta aksi tersebut diduga menjadi korban pengeroyokan oleh beberapa anggota kepolisian.

"Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat terhadap cara aparat menangani situasi demonstrasi," tandasnya.

Berita Terkait
Berita Terkini